Foto: Twitter Manchester United

From anger, to excitement, to disappointment. Itulah kalimat yang diungkapkan akun @UtdArena (akun Twitter yang membahas statistik Manchester United) soal hasil laga United cabang Manchester melawan United cabang Sheffield. Rasa marah yang muncul tiba-tiba berganti dengan cepat menjadi rasa penuh semangat, hingga kemudian berganti menjadi rasa penuh kecewa.

Setan Merah hanya sanggup memetik hasil imbang 3-3 melawan kesebelasan yang sedang naik daun tersebut dalam pertandingan yang tidak membosankan. Tertinggal, bangkit, lalu kebobolan pada menit terakhir membuat United justru turun ke posisi sembilan dan meneruskan tradisi mereka yang hanya menang satu bulan sekali di liga sejak pembuka musim.

Keputusan Salah Solskjaer

Sebelum laga, ada pertanyaan besar yang menaungi penggemar Manchester United: Siapa yang menggantikan sosok Scott McTominay? Kehilangan gelandang Skotlandia tersebut memang cukup merugikan mengingat United tidak punya pelapis yang sepadan. Pemikiran tentang dimainkannya James Garner atau Jesse Lingard berkeliaran di dalam otak.

Namun yang terjadi, Solskjaer memainkan Phil Jones. Pemain peninggalan Sir Alex ini memang bisa bermain sebagai DM. Namun di lapangan, Solskjaer tetap menjadikan Jones sebagai bek tengah yang membuat United tetap bermain dengan 3-4-3.

Tujuan dari formasi ini memang bagus. Solskjaer ingin menyesuaikan kebiasaan dua wide center back tuan rumah yang gemar overlap ke sisi sayap. Namun alih-alih reaktif dan bisa meredam taktik Sheffield, keputusan Solskjaer memainkan Jones justru menjadi bumerang kepadanya.

Dengan tidak adanya perlindungan di lini tengah, maka United hanya memainkan dua gelandang saja yaitu Fred dan Andreas Pereira. Hal ini jelas kalah jumlah dibandingkan Sheffield yang memainkan tiga pemain tengah yaitu Lundstram, Norwood, dan Fleck. Ini yang kemudian membuat United kesulitan membangun serangan dari dua pemain tengah mereka. Kalah jumlah di tengah ini sudah terlihat ketika Lundstram melepas sepakan voli pada awal babak pertama.

Peran Lundstram memang cukup vital dengan gangguan yang ia lakukan ketika United melakukan build up di dua fase yaitu fase pertama (lini belakang) dan fase kedua (lini tengah). Ketika di tengah, Lundstram mempersempit ruang Andreas dan Fred sehingga United mau tidak mau harus melepas bola lambung ke sisi sayap. Melepas bola panjang, hanya akan membuat penguasaan bola kembali 50:50 dan Sheffield beberapa kali memenangi second ball.

Lingard dan Greenwood Menolong Solskjaer

Pada babak kedua, Solskjaer mengganti Phil Jones dengan Jesse Lingard. Ini membuat United kembali bermain menggunakan formasi 4-2-3-1 dengan Lingard yang selalu bergerak di ruang antar lini. Keputusan ini sempat tidak memberikan dampak instan mengingat United justru tertinggal 2-0 yang membuat penggemar Sheffield mengeluarkan chant “kalian tidak tahu harus melakukan apa.”

Dengan keberadaan Lingard di antara pemain tengah dan pemain belakang Sheffield, maka mempermudah United untuk mengirimkan bola-bola ke sisi sayap. Hal ini dikarenakan Lingard dibekali dengan kemampuan dribel yang bagus guna memecah organisasi pertahanan yang sudah dibangun. Pada tulisan preview, saya menyebut Lingard akan menjalankan peran krusial.

Setelah mendapat gol dari Brandon Williams, Solskjaer memainkan Mason Greenwood untuk mengganti Andreas. Masuknya pemain satu ini tidak hanya untuk menambah daya gedor lini depan melainkan juga bisa merusak koordinasi pertahanan Sheffield melalui perpindahan posisinya dengan James atau Rashford.

Proses gol kedua didapat berkat Greenwood yang bertukar posisi dengan Rashford. Beberapa menit kemudian, gol ketiga United hadir melalui Rashford memanfaatkan asis James yang pindah ke sisi kiri. Keunggulan United juga ditolong berkat kendurnya permainan Sheffield setelah unggul.

Bukan Salah Tuanzebe

Perjudian Solskjaer sukses membuat United berpeluang menang. Namun ia meninggalkan risiko yang cukup riskan yaitu menyisakan Fred sebagai pemain tengah sendirian. Solskjaer kemudian mengubah struktur pemainnya dengan menarik keluar Martial dan memainkan Axel Tuanzebe.

Dimainkannya Tuanzebe sebenarnya tidak membuat United kembali bermain menjadi 3-4-3 seperti di awal. Meski singkat, namun mantan pemain pinjaman Aston Villa ini beberapa kali berada di dekat Fred. Tuan rumah yang (pasti) menekan demi menyamakan kedudukan menjadi alasan logis mengapa Solskjaer butuh perlindungan di lini belakang dan lini tengah timnya mengingat Tuanzebe bisa bermain sebagai gelandang.

Apes bagi Setan Merah karena di akhir laga mereka harus kebobolan melalui Oliver McBurnie yang merupakan pemain pengganti dari Lys Moussett sehingga membuat kedua kesebelasan harus puas hanya dengan satu poin. Hal ini kemudian yang membuat Tuanzebe disalahkan.

Penyesalan Solskjaer

Hasil imbang ini menjadi hasil yang cukup layak untuk kedua kesebelasan. Kedua kesebelasan menunjukkan keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Kedua manajer sama-sama menampilkan taktik yang menarik untuk disaksikan. Perang yang kemudian diakhiri senyuman pada akhir laga.

Bagi Sheffield, hasil ini meneruskan tradisi mereka yang sukses mempersulit tim-tim top six musim lalu dan membuat mereka tetap bertahan di posisi enam besar klasemen sementara. Sebaliknya bagi United, hasil ini meneruskan performa inkonsisten mereka di liga. Kini mereka sudah terpisah jarak sembilan poin dari Chelsea dan sudah dilewati Wolverhampton yang sebelumnya sempat berada di bawah mereka.

Selepas laga, Solskjaer mengungkapkan kekecewaannya dan menyebut kalau mereka layak menang pada pertandingan ini. Sebuah ucapan yang tidak salah mengingat mereka sempat unggul 3-2. Namun di sisi lain, Solskjaer mungkin juga menyesal karena kegagalan meraih kemenangan ini juga disebabkan dengan kesalahan dia yang berani melakukan eksperimen terutama ketika ia memainkan Phil Jones.

“Emosi yang campur aduk. Anda tidak bisa bahagia karena kami belum bisa tampil baik di keseluruhan pertandingan, tetapi cara mereka membalikkan keadaan menunjukkan kemampuan kami. Kami harusnya memenangi pertandingan seperti ini,” tuturnya.