Sempat tergusur beberapa jam oleh Liverpool, Manchester United akhirnya kembali menempati peringkat kedua klasemen sementara. Kemenangan 2-0 atas Swansea City di kandang sendiri membuat United kembali menggusur rival abadinya tersebut ke posisi ketiga. Kemenangan ini menjadi bekal penting mengingat pekan depan mereka akan bertarung melawan Manchester City.

Menghadapi Swansea, Jose Mourinho membuat lima pergantian skuad. De Gea, Lindelof, Young, Pogba, serta Alexis tampil sejak menit awal. Di kubu lawan, manajer Carlos Carvalhal tidak melakukan banyak pergantian. Ia hanya memasukkan nama Nathan Dyer untuk menggantikan Jordan Ayew yang masih menjalani skorsing kartu merah.

Bus Swansea yang Merepotkan Lini Depan United

Dalam pertandingan kemarin, dua gol yang dicetak United tercipta saat babak pertama baru memasuki menit ke-20. Meski terkesan gampang membobol gawang Lukasz Fabianski, namun dalam penerapannya Setan Merah dibuat begitu frustrasi oleh lini belakang Swansea yang bermain sangat rapat.

Ketika mereka mengalahkan Liverpool, 20 Januari lalu, Carvalhal menganalogikan permainan timnya saat itu sebagai upaya membuat Ferrari (lini depan Liverpool) macet dengan menumpuk para pemainnya di lini pertahanan sendiri. Hal ini berjalan efektif saat itu dengan clean sheet nya gawang mereka sepanjang 90 menit.

Hal ini dicoba lagi oleh Carvalhal ketika menghadapi United. Mereka hanya menyisakan Andre Ayew sendirian di depan dan menumpuk hampir 10 pemain di kotak penalti mereka sendiri. Hal ini bekerja dengan baik terlepas dari bobolnya gawang mereka oleh Romelu Lukaku pada menit kelima.

Formasi 5-4-1 yang diturunkan Carvalhal memang begitu membuat lini depan Setan Merah kebingungan. Meski membuat hampir delapan tembakan pada 45 menit pertama, namun beberapa kali serangan United kerap patah sebelum sampai ke Lukaku atau para pemain depan United lainnya. Total ada 14 intersep dan 24 sapuan yang dibuat oleh Swansea pada laga kali ini.

Carvalhal paham kalau United kerap kebingungan ketika menghadapi kesebelasan yang bermain bertahan dan menumpuk pemain di sekitar kotak penalti sehingga membuat mereka gampang untuk merebut bola. Sayangnya ketika mereka ingin membangun serangan, banyak umpan-umpan mereka yang tidak akurat.

Hal ini yang membuat mereka tidak bisa melepaskan satu tembakan pun di babak pertama dan hanya memiliki 28% penguasaan bola. Nathan Dyer dan Sam Clucas yang bermain di sisi sayap pun tidak bisa berbuat banyak karena kerap kesulitan melewati Antonio Valencia dan Ashley Young. Paul Pogba dan Nemanja Matic pun berhasil mengontrol ruang mesin United selalu siap ketika menghadapi tekanan.

“Mereka layak menang karena mereka begitu kuat pada babak pertama. Kami kesulitan mengontrol laga karena adanya Matic dan Pogba. Kami tidak bisa menekan terlalu banyak dan bermain jauh di luar area kami,” ujar Carvalhal setelah laga.

Satu hal yang membuat lini belakang mereka gampang kebobolan dua gol adalah dikarenakan antisipasi yang salah dari bek tengah mereka Mike Van Der Hoorn. Pemain asal Belanda ini gagal menutup ruang tembak Romelu Lukaku dan kecolongan saat proses gol kedua yang dibuat Alexis Sanchez.

Penyesalan Carvalhal yang Tiada Guna

“Cara kami bermain pada babak kedua adalah taktik yang sering kami mainkan sejak saya tiba di sini (Swansea). Itulah cara kami bermain dan jika kami bisa menerapkannya di Old Trafford maka kami bisa menerapkannya di tempat lain,” ungkap Carvalhal menambahkan.

Carvalhal memang pantas menyesal.  Di babak kedua, Swansea justru menjadi lebih sering menguasai pertandingan. Penguasaan bola mereka meningkat menjadi 33%. United pun hanya diberikan kesempatan dua kali melakukan tembakan sementara Si Angsa melepaskan tiga dengan dua diantaranya mengarah ke gawang. Sayangnya tetap tidak ada gol yang tercipta.

Satu hal yang membuat taktik Swansea menjadi lebih baik ketimbang United adalah keberadaan Tom Carrol yang menggantikan Ki Sung Yueng. Permainan Ki yang cenderung pasif pada 45 menit pertama berhasil diperbaiki oleh Carrol yang lebih aktif sebagai box to box. Selain itu, masuknya Abraham juga membuat pilihan di lini depan tidak terbatas terhadap Ayew saja sehingga membuat konsentrasi Lindelof dan Smalling terpecah.

Serangan Swansea semakin menjadi-jadi ketika Clucas digantikan oleh Wayne Routledge. Pemain 33 tahun ini menghidupkan sisi kiri Swansea yang tidak berperan banyak pada babak pertama. Sementara kubu United, mulai frustrasi ketika serangan mereka tidak bisa menembus lini belakang Swansea. Rapatnya pressing yang dimainkan Swansea serta ditambah kelelahan yang didertai Juan Mata dan Alexis Sanchez membuat Mou harus mengubah strateginya dengan mengganti kedua pemain dan memasukkan Scott McTominay dan Marcus Rashford. Sayangnya hanya dua gol yang bisa dibuat anak asuh Jose Mourinho hingga akhir pertandingan.

“Akan jauh lebih baik apabila kami bermain pada babak kedua sebagus babak pertama. 45 menit pertama kami bermain dengan benar dan bermain dengan indah, membuat peluang, dan mencetak gol. Segalanya sempurna. Sayangnya kami kehilangan momentum di babak kedua dan beruntung bisa menyimpan tiga poin yang sangat penting ini,” ujar Mourinho.