Foto: Twitter Manchester United.

Manchester United harus berterima kasih kepada bahu Tom Heaton dan kepala Victor Lindelof. Karena melalui mereka, Setan Merah selamat dari kekalahan dalam pertandingan yang begitu memalukan.

Keputusan Solskjaer untuk tidak membawa pemain utama ke Kazakhstan ternyata tidak memberikan pengaruh apa pun bagi permainan Manchester United. Pada pekan ke-14, mereka hanya bermain imbang 2-2 di kandang sendiri melawan kesebelasan papan bawah, Aston Villa. Bahkan permainan mereka jauh lebih buruk dibanding saat mereka gagal menang melawan Sheffield United.

Tidak ada visi, tidak ada identitas bermain yang jelas, tidak ada hasrat ingin meraih kemenangan. Sebaliknya, Villa justru bermain lebih percaya diri dan nampak nyaman untuk mengacak-acak lini pertahanan United meski bertindak sebagai tamu dan berada dalam posisi yang jauh lebih buruk pada klasemen sementara.

Tidak ada Kreativitas

Tidak mau membuat kesalahan, Solskjaer memutuskan kembali memainkan formasi 4-3-3. Yang berbeda adalah hadirnya Juan Mata sebagai pemain nomor 10. Ini merupakan pertama kalinya Mata menjadi starter setelah terakhir kali ia bermain saat United kalah melawan Newcastle United bulan Oktober lalu.

Solskjaer memainkan Mata dengan tujuan untuk memperbanyak opsi di ruang antar lini di lini belakang dan lini tengah Villa dalam membangun serangan. Selain itu, umpan-umpannya diharapkan bisa mempermudah trio Martial, Rashford, dan James untuk menciptakan peluang.

“Mata adalah pemain sepakbola top. Dia akan memberikan kami umpan-umpan berkelas dan dia memberikan kami pengalaman,” ujarnya.

Namun sepanjang 90 menit, Mata tidak bisa berbuat apa-apa. Umpan pentingnya hanya satu. Lini tengah Aston Villa yang memainkan lima pemain dengan Trezeguet dan Jack Grealish yang hingga mendekati sepertiga lini belakang mereka berhasil mematikan kreativitas United. Hal ini yang kemudian membuat Mata sering mundur menjemput bola dari Andreas dan Fred.

Ketika Mata mundur, maka tugas berikutnya adalah memecah ruang antar lini tersebut. Disinilah kapasitas Mata tidak terlihat. Dia bukan pemain yang bisa melakukan dribel melewati dua sampai tiga pemain layaknya Rashford atau Lingard. Dia adalah pemain yang harus mengumpan ketika sudah menyentuh bola dua sampai tiga kali. Ini yang membuat Mata (dan pemain lain) terpaksa mengalirkan bola melalui sisi sayap dan memulai serangan melalui crossing yang sayangnya tidak terlalu efektif. Betapa tidak kreatifnya United juga bisa dilihat dari penguasaan bola mereka yang jauh lebih banyak dihabiskan di wilayah mereka sendiri.

Solskjaer kemudian mengganti Juan Mata dengan Jesse Lingard. Sama seperti saat laga melawan Sheffield, kemampuan Lingard dalam merusak defensive high yang dimainkan Villa diharapkan bisa muncul melalui akselerasinya. Namun hingga akhir pertandingan, tidak ada kontribusi apa pun yang bisa diberikan. Begitu juga dengan Mason Greenwood yang terkunci di lini belakang tanpa dukungan.

Lini tengah United kembali menjadi sorotan. Setelah Gary Neville mengkritik Pereira dan Fred pada laga melawan Sheffield United, kedua pemain ini ternyata tidak menunjukkan adanyak tanda-tanda perbaikan. Mereka tidak bisa menjadi poros ganda yang baik dan kerap berada dalam situasi kalah jumlah dengan pemain tengah Villa. Bahkan hanya dalam 23 menit, dua pemain ini membuat masing-masing dua pelanggaran kepada Jack Grealish.

Gugup di Lini Belakang

Dua gol yang bersarang ke gawan United kembali menandakan kalau lini belakang United memang belum solid secara unit. Meski dari segi individu, kuartet Wan-Bissaka-Maguire-Lindelof-Williams kerap tampil bagus, namun ketika menjadi sebuah unit pertahanan mereka justru kacau balau. Gol Mings, sesaat setelah Lindelof mencetak gol, muncul karena Williams tertinggal di belakang rekan setimnya.

Yang menarik, Harry Maguire menyebut kalau penampilan lini belakangnya kacau karena gugup. Rasa gugup itu dimulai dari gol indah Jack Grealish yang membuat penampilannya berpengaruh hingga laga usai. Komentar ini mendapat kecaman mengingat Maguire adalah salah satu pemain yang sudah punya pengalaman banyak di Premier League.

“Kami tampil buruk setelah kebobolan gol pertama. Itu membuat kami langsung gelisah dan gugup. Untuk kembali kebobolan setelah unggul jelas mengecewakan bagi kami yang sebenarnya bisa mengontrol babak kedua,” kata Maguire.

Bebas Saja Tidak Cukup

Ketika United masih dipegang Jose Mourinho, para pendukung United beringas karena taktiknya dianggap mengekang para pemain. Masuknya Solskjaer saat itu langsung mengubah segalanya. Hasil-hasil baik mulai mengikuti dan hal itu dikarenakan para pemain yang disinyalir diberikan kebebasan bermain oleh pria Norwegia tersebut.

Sayangnya, kebebasan bermain itu tidak didukung dengan gaya permainan yang jelas. Ketika lawan berhasil mematikan kebebasan bermain United tersebut, Solskjaer seperti tidak punya pilihan untuk memperbaiki penampilan timnya. Inilah alasan kalau bebas saja tidak cukup dan United mesti memiliki gaya mainnya sendiri bersama Solskjaer yang hingga sekarang belum terlihat.

Setiap pertandingan, Solskjaer nampak hanya meminta lini tengah untuk memainkan bola direct ke sisi Rashford atau James untuk mengandalkan kecepatan mereka. Ketika dua pemain ini dimatikan, maka seketika itu pula permainan United perlahan-lahan mulai memburuk dan Solskjaer seperti tidak punya rencana lain untuk dipakai.

Sang manajer sendiri dalam konferensi pers setelah laga mengaku gagal membawa timnya untuk tampil baik pada pertandingan hari ini. Ucapan yang diikuti dengan raut wajah yang datar. Seolah menyiratkan kalau tidak tertutup kemungkinan waktunya bersama United hanya tinggal menghitung hari karena ia baru membawa United menang empat kali saja di liga musim ini.

Ketika tulisan ini dibuat, hashtag #OleOut berada dalam trending topic worldwide nomor dua. Bahkan beberapa individu yang sebelumnya mendukung Solskjaer seperti Andy Mitten menyebut kalau empat kemenangan dari 14 laga merupakan sebuah penghinaan bagi Manchester United.