Usai menaklukan West Bromwich Albion di The Hawtrons, Chelsea keluar sebagai kampiun. Poinnya tidak mampu dikejar oleh Tottenham Hotspur yang berada di posisi kedua. Chelsea berhasil menjuarai Liga Primer setelah tak tergoyahkan di puncak klasemen sejak 11 Desember silam.

Meski tidak semengejutkan Leicester City musim lalu, namun ada tim lain yang lebih diunggulkan dari The Blues sebelum musim ini bergulir. Banyak kalangan memprediksi bahwa trofi akan diraih oleh tim asal Manchester, entah itu merah atau biru. Keduanya sama-sama mempekerjakan manajer baru yang kualitasnya tak perlu diragukan lagi, Jose Mourinho untuk United dan Pep Guardiola untuk City. Chelsea juga menunjuk nahkoda baru, Antonio Conte yang sukses mengantarkan Juventus merengkuh tiga Scudetto beruntun.

Perbedaannya adalah Chelsea finis di posisi 10 musim lalu, yang berarti ada sesuatu yang salah pada tim London Barat. Mental pemain dinilai sudah tidak bermental juara, begitu pula dengan menurunnya kualitas individu para pemain. Namun Conte datang dan dengan segala sihirnya. Ia berhasil membawa Chelsea menjuarai Liga Primer.

Conte memang memiliki beberapa hal positif yang bisa membuat dirinya keluar sebagai pemenang, baik itu pada sebuah pertandingan atau pun kompetisi. Beberapa hal tersebut mungkin dapat dicontoh oleh Mourinho agar bisa memperbaiki performa United musim depan.

Ayolah Mou, Jangan Terpaku pada Satu Skema

Chelsea membuka musim ini dengan baik, tiga kemenangan dalam tiga laga awal. Namun performa mereka menurun kala ditahan imbang 2-2 oleh Swansea pada pekan berikutnya. Disusul dengan dua kekalahan beruntun atas Liverpool dan Arsenal. Mereka terdampar ke posisi delapan dan masa depan Conte mulai dipertanyakan.

Conte, selayaknya pelatih asal Italia yang kaya akan taktik, tentu tidak ingin menyudahi karir di Inggris dengan cepat. Ia mengubah formasi dasar saat menjalani babak kedua menghadapi Arsenal. Hasilnya cukup baik, Chelsea berhasil membuat Arsenal tidak menciptakan banyak peluang. Conte kemudian menggunakannya pada pertandingan selanjutnya dan hasilnya 13 kemenangan beruntun serta fondasi kuat untuk merengkuh gelar juara liga.

Yang perlu digarisbawahi Mourinho dari Conte ialah kemauan Conte untuk merubah skema dan bagaimana ia mempersiapkan skema cadangan pada awal musim. Conte membuat beberapa opsi skema untuk timnya, dan secara mengejutkan, skema yang berhasil membawa timnya menjadi juara adalah bukan taktik utama yang ia buat, melainkan keempat.

Mourinho bersama United musim ini cenderung tidak banyak membuat perubahan dari segi taktikal. Tak dapat dipungkiri United banyak menerima hasil imbang meskipun peluang banyak tercipta. United total mencatatkan 10 laga imbang di Old Trafford. Mourinho cenderung tidak mengganti mencari alternatif selain memainkan Zlatan Ibrahimovic di lini depan. Padahal, meskipun Zlatan menyumbang banyak gol bagi United, namun pria asal Swedia itu tak jarang gagal merobek jala lawan meski berkali-kali memiliki peluang.

Fleksibilitas Mourinho terhadap skema United baru benar-benar terlihat kala United mengalahkan Chelsea 2-0 di Old Trafford. Mourinho secara luar biasa mampu mengungguli Conte dari segi taktik. Salah satunya adalah dengan memainkan Marcus Rashford dan Jesse Lingard di lini depan, keduanya mampu merepotkan barisan pertahanan Chelsea dengan kecepatan.

Jika ingin berbicara lebih banyak di Liga Primer, Mourinho perlu melakukan hal-hal seperti itu. Karena tak ada taktik yang tak bisa dikalahkan.

Conte Fokus Sepenuhnya Untuk Meraih Kemenangan

Perbedaan yang cukup mencolok terjadi kala keduanya akan bertemu di Liga Primer pada akhir Oktober lalu. Mourinho sempat mengomentari gaya bermain Chelsea yang menurutnya cenderung menguatkan pertahanan. Pada kesempatan lain, media bertanya kepada Conte terkait hal itu. Tapi ia tidak terlalu menggubrisnya. “Perang urat syaraf tidak akan membuat Anda memenangkan pertandingan,” ujar eks pelatih Siena itu.

Conte adalah sosok pelatih yang benar-benar fokus pada pertandingan. Ia hanya ingin menang, tidak lain. Sehingga ia tidak perlu melakukan perang urat syaraf seperti apa yang kerap dilakukan Mourinho. Conte cenderung mengalokasikan fokusnya pada hal-hal yang akan membawa timnya menuju kemenangan dari segi apapun itu. Baik dari segi taktik, moral pemain, asupan gizi pemain, dan lainnya.

“Anda tidak bisa hanya bagus di taktik, sama seperti Anda tidak bisa hanya bagus dalam memotivasi, atau hanya bagus dari sudut pandang psikologi, atau hanya bagus ketika mengurusi klub dan media. Anda harus bagus dalam segala hal. Anda harus mencoba berbagai hal untuk unggul di segala hal. Untuk mendapatkannya, Anda harus belajar,” ujar Conte.

Fokus dan intensitas itu tentu akan menjadi modal berharga bagi seorang pelatih, jauh lebih berharga dari sekedar filosofi permainan. Mari lihat bagaimana Guardiola kesulitan mengembangkan filosofinya bersama The Citizens. Filosofi permainan yang ia terapkan di Barcelona dan Bayern Munich itu tidak berjalan dengan baik di Inggris. Ini semua karena sepakbola adalah olahraga yang dinamis. Tidak ada tim yang tidak bisa dikalahkan dan tidak ada taktik yang tidak bisa ditaklukan.

Karena itulah, fokus dan intensitas yang dimiliki Conte memang belum tentu menghasilkan filosofi yang hebat seperti Guardiola. Namun fokus dan intensitas itu dapat memenangkan pertandingan dan kompetisi. Dan dalam sepakbola, itulah yang terpenting.