Foto: The18

Ashley Young bersiap untuk mengambil tendangan sudut dari sisi kiri pertahanan Crystal Palace. Bola ia kirimkan kepada kepala Chris Smalling yang diteruskan kepada Victor Lindelof. Sundulan pemain Swedia tersebut terlalu lemah, namun kaki besar Romelu Lukaku berhasil lebih dulu menyambar bola dan menjadikannya gol kedua United sekaligus membuat para pendukung United yang hadir di Selhurst Park bersorak.

Pada pertandingan itulah Manchester United terakhir kali mencetak gol melalui set-piece. Hingga tulisan ini ditulis, sudah 231 hari bola-bola mati yang dilepaskan United menjadi tidak berarti. Hal ini sangat disayangkan mengingat situasi ini kerap menjadi andalan Setan Merah dalam urusan membobol gawang lawannya pada masa lampau.

Produktivitas mereka musim ini terbilang sangat buruk. Setelah menang 4-0 melawan Chelsea pada pertandingan pertama, United hanya membuat lima gol saja dalam tujuh pertandingan berikutnya. Sembilan gol yang sudah dibuat dibuat masih kalah dari perolehan Aston Villa (peringkat 15) bahkan Norwich City (peringkat 19) yang jumlah golnya sebiji lebih banyak dibanding United.

Padahal mereka dibekali dengan pemain-pemain depan yang kemampuan mencetak golnya cukup mumpuni. Sebut saja Marcus Rashford, Anthony Martial, Daniel James, hingga penyerang belia Mason Greenwood. Namun keempat nama ini belum bisa membuat lini depan United begitu tajam. Bahkan Rashford mencetak dua dari tiga golnya musim ini melalui titik penalti. Begitu pula dengan Jesse Lingard yang sudah hampir setahun tidak bisa membuat gol meski pergerakannya lebih dekat dengan sepertiga akhir pertahanan lawan.

“Jika Rashford gagal mencetak gol, maka Anda tidak bisa menggantungkan diri kepada Daniel James sebagai solusi masalah lini depan Manchester United. Saya kira, Anda harus melihat ke bangku cadangan Manchester United dan melihat kalau bangku cadangan mereka cukup lemah. Tidak ada pemain yang bisa menjadi ancaman nyata untuk mengubah pertandingan,” tutur Danny Mills beberapa waktu lalu.

Jangankan untuk mencetak gol, mengkreasikan peluang saja mereka nampak kesulitan. Dalam laga melawan Newcastle misalnya, tidak ada umpan-umpan vertikal ke depan yang bisa memecahkan situasi deadlock. Yang lebih parah bahkan terjadi ketika mereka ditahan imbang AZ Alkmaar tanpa gol. Saat itu, tidak ada shoot on target yang berhasil mereka lakukan.

Solskjaer memiliki masalah yang masih sulit dipecahkan untuk posisi lini depan. Selain mengatur proses gol dari situasi open play, United juga tidak piawai dalam memanfaatkan bola-bola mati mereka musim ini. Padahal, musim ini kesempatan mereka untuk mencetak gol dari situasi tersebut cukup banyak.

Musim ini, United memiliki rata-rata 5,1 sepak pojok per pertandingan, namun tidak ada satu pun yang bisa membuahkan gol. Bahkan menurut data dari Manchester Evening News, United berada dalam ranking paling bawah soal urusan mencetak gol dari sepak pojok sepanjang empat musim terakhir.

Pada musim 2018/2019, Setan Merah mendapat total pelanggaran 100 kali di sepertiga akhir lapangan. Pada musim yang sama, ada 200 sepak pojok yang mereka raih. Musim ini, 28 pelanggaran diterima United di sepertiga akhir dan menjadikan mereka sebagai kesebelasan terbanyak yang dilanggar di wilayah tersebut.

Sebenarnya, Manchester United tidak kekurangan pemain-pemain yang jago dalam duel udara. Mereka punya Harry Maguire. Pemain termahal United musim ini tersebut sudah 35 kali memenangi duel udara dari 48 percobaan. Victor Lindelof berada di bawahnya dengan 22 kali sukses memenangi duel udara. Kapasitas mereka dalam berduel sebenarnya bisa berguna dalam situasi-situasi set piece seperti ini, namun kebanyakan dari peluang mereka di depan gawang justru tidak menemui sasaran.

United sebenarnya punya peluang untuk mengakhiri paceklik ini. Pada laga melawan Arsenal, Scott McTominay terbebas dari kawalan dan tinggal menceploskan bola seandainya dia lebih tenang. Sayang, bola justru terbang ke langit Old Trafford. Begitu juga ketika Harry Maguire yang sundulannya meleset tipis dalam laga melawan Newcastle United.

Permasalahan terbesar United soal bola-bola mati ini sebenarnya berada dari para sang eksekutor. United tidak punya pemain yang benar-benar handal dalam mengeksekusi set-piece. Eksekutor mereka, untuk sepak pojok khususnya, kerap berganti-ganti. Dari Ashley Young, Andreas Pereira, Marcus Rashford, Jesse Lingard, Juan Mata, dan Paul Pogba, semuanya pernah menjadi penendang bola-bola mati United. Sayangnya, mereka semua tidak dibekali konsistensi dalam hal akurasi yang membuat peluang ini menjadi terbuang sia-sia.

Selain itu, mereka juga kekurangan variasi. Dengan keberadaan Harry Maguire, bola-bola mati United kerap diarahkan kepadanya. Biasanya, Ashley Young yang akan menjadi penendang karena dia bisa melepaskan bola lambung melayang untuk kemudian disambut oleh Maguire. Hal ini seperti yang pernah mereka lakukan ketika Inggris melawan Swedia pada Piala Dunia 2018 lalu saat Maguire sukses menyarangkan satu gol dari situasi tersebut.

Sangat jarang United melakukan variasi sepak pojok seperti menempatkan ke tiang dekat, ke tengah kotak penalti, atau bahkan ke tiang jauh. Variasi-variasi seperti ini yang perlu dilakukan agar skema bola mati United tidak terkesan monoton.

***

Akhir pekan nanti, United akan bertemu dengan Liverpool, kesebelasan yang cukup sering mencetak gol dari situasi set piece. Si Merah dikenal sebagai tim yang memiliki variasi bola-bola mati yang kreatif. Maklum saja karena mereka menekankan latihan khusus soal situasi ini. Tugas yang cukup berat bagi lini belakang Setan Merah.