Foto: Thesefootballtimes.co

Minggu lalu, David De Gea menjadi pusat pemberitaan. Hal ini tidak lain karena 11 penyelamatan yang ia lakukan untuk membendung serangan para pemain Tottenham Hotspur. Pujian demi pujian diberikan kepada sosok yang musim lalu didaulat sebagai penjaga gawang terbaik Premier League, tanpa terkecuali dari mulut Ole Gunnar Solskjaer.

“Sepanjang sejarahnya, kami punya kiper-kiper terbaik dan saya pikir dia bersaing dengan nama-nama hebat klub ini seperti Edwin Van Der Sar dan Peter Schmeichel untuk menjadi yang terhebat sepanjang sejarah,” kata Solskjaer.

Menarik memang mendengar kutipan dari Solskjaer. Lantas, apakah David De Gea pantas disebut sebagai yang terbaik bersama kedua penjaga gawang hebat sepanjang sejarah klub tersebut? Baru-baru ini, Daily Mail membuat sebuah tulisan yang menarik. Ia membandingkan ketiga penjaga gawang tersebut dari beberapa aspek yang berbeda.

Clean Sheet

Jika memperhatikan total Clean Sheet (Nirbobol) yang dibuat tiga penjaga gawang ini di Premier League, maka Peter Schmeichel akan menjadi yang terbaik karena mencatat 112 kali nirbobol. Akan tetapi, jika menghitung rata-rata, maka Van Der Sar jauh lebih hebat dibanding keduanya. 90 clean sheet yang dibuat Van Der Sar dibuat hanya dalam 186 pertandingan saja (48,4 %). Atau dengan kata lain, setengah laga Van Der Sar selalu diakhiri dengan tidak kebobolan.

Pada musim 2008/2009, Van Der Sar tidak kebobolan selama 1.311 menit dan menjadi rekor Premier League. Hal ini tidak lain karena keberadaan Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic yang juga membantu kinerja Van Der Sar menjadi lebih mudah. Sementara David De Gea mencatat 97 nirbobol dari 259 pertandingan. Angka ini cukup bagus untuk seorang penjaga gawang dalam sebuah tim yang memiliki masalah pelik di lini pertahanan.

Gaya dan Cara Mendistribusikan Bola

Jika melihat dari gaya saat menghentikan bola, ketiga pemain ini sebenarnya memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Peter Schmeichel biasanya menerjang lawan atau mempersempit ruang tembak dengan menggunakan besarnya badan Schmeichel. Van Der Sar dikenal sebagai kiper yang elastis. Panjangnya jangkauan tangan Van Der Sar membuat dia terlihat seperti karet yang direnggangkan. Sementara De Gea lebih dikenal karena kakinya yang cekatan.

Jika membahas masalah distribusi bola, hal ini memiliki keterkaitan dengan perkembangan permainan ini. Entah itu dari segi taktik atau peraturan. Schmeichel misalnya, ia datang saat back pass sudah dilarang di seluruh Eropa. Meski pandai menggunakan bola di kaki, namun atribut terbesar seorang Schmeichel adalah lemparan bolanya yang kencang seperti rudal. Beberapa kali, proses serangan balik United yang berujung dengan gol diawali dari lemparan jauh Schmeichel.

Van Der Sar tidak punya jangkauan lemparan seperti Schmeichel. Tapi ia adalah distributor bola yang baik menggunakan kakinya. Proses gol Wayne Rooney saat melawan Aston Villa pada 2011 berasal dari sepakan jarak jauh Van Der Sar. Sama seperti Van Der Sar, De Gea juga pandai menggunakan kakinya. Akan tetapi, akurasinya pada musim ini masih kalah jika dibandingkan dengan Ederson Moraes.

Trofi

Sejauh ini, Peter Schmeichel dan David De Gea adalah penjaga gawang terlama yang membela United (delapan musim) dibandingkan Van Der Sar (enam musim). De Gea bahkan bisa melebihi kedua pemain tersebut apabila musim depan ia masih berada di Teater Impian. Meski De Gea berpeluang unggul dalam hal masa bakti, namun untuk urusan trofi, ia masih kalah dari seniornya.

Peter Schmeichel menjadi yang terbanyak dengan lima gelar Premier League, tiga Piala FA, satu Piala Liga, satu Liga Champions, dan satu Piala Super Eropa dalam kurun delapan musim. United yang sebelumnya 26 tahun tidak bisa menjadi juara Inggris, dan 31 tahun menjuarai Liga Champions, berhasil mengubah peruntungan mereka berkat sosok Schmeichel di bawah mistar.

Kedatangan Van Der Sar pada 2005 tidak hanya memupus masalah penjaga gawang setelah era Schmeichel, namun juga soal raihan gelar. Bersama Edwin, United mematahkan dominasi Chelsea dan kembali memenangi Liga Champions. Ia bahkan melengkapinya dengan titel Piala Dunia antar Klub. Hanya Piala FA, trofi mayor yang luput dari jangkauan Edwin.

Sementara itu, De Gea datang dengan kondisi yang cukup sulit. Sir Alex pensiun, dan struktur kepelatihan yang berubah-ubah mempengaruhi penampilan timnya. Akan tetapi, De Gea menunjukkan kalau dia adalah pemain yang paling konsisten di klub dengan empat kali raihan pemain terbaik klub.

***

Memilih satu dari ketiga nama tersebut untuk menyandang status terbaik terasa sangat sulit. Akan ada perdebatan dikarenakan mereka memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pilihan memang boleh berbeda, tapi tidak bisa dibantah kalau mereka semua layak berada dalam buku sejarah Manchester United.