Dalam beberapa pertandingan terakhir, Jose Mourinho seperti menyiratkan kalau dirinya merasa tak senang dengan skuat yang ia miliki. Bukan karena mereka tidak hebat, tapi secara mental memang tidak kuat. Padahal, pelatih seperti Mourinho bisa berjaya andai semua yang ia perintahkan bisa diejawantahkan di atas lapangan.

Pada akhir musim lalu, Mourinho menjabarkan kondisi skuatnya yang mampu memberinya trofi Piala Liga dan Europa League. “Aku menyukai mereka. Kami bukanlah skuat terbaik di dunia dan tak punya para pemain terbaik di dunia. Atau, kalaupun kami punya, kami tak punya delapan, atau sembilan, atau sepuluh, seperti klub besar lain,” kata Mourinho dikutip dari Manchester Evening News.

Hampir setahun berselang, Mou kembali menyoroti anak asuhnya utamanya soal konsistensi mereka. “Terkadang ketika aku melihat sejumlah anak–buatku mereka masih anak-anak–mereka masih naik turun. Terkadang setelah momen bagus, momen buruk akan tiba sebagai konsekuensi atas tidak tepatnya reaksi terhadap momen besar. Aku merasa cukup frustrasi. Aku masih belum lupa poin yang hilang saat melawan Newcastle, Huddersfield, Stoke City, West Bromwich,” tutur Mou.

Sejatinya, Mourinho mungkin tak peduli dengan kualitas teknis para pemainnya. Ia masih bisa menjuarai Liga Champions bersama FC Porto. Bersama Inter, ia bahkan meraih treble. Namun, ada satu hal yang tak boleh dilepaskan dari gaya melatihnya: kepatuhan.

Mkhitaryan, Pemain Idaman yang Dibuang

Awal musim 2016/2017, Henrikh Mkhitaryan memang sempat dikandangkan. Ia baru ditampilkan secara reguler pada paruh kedua di musim tersebut. Penampilannya mengundang decak kagum. Ia diprediksi akan menjadi pemain kunci di musim selanjutnya.

Namun, musim lalu, Micky justru makin lekat dengan bangku cadangan. Banyak yang mengkritik Mourinho mengapa raja asis Bundesliga ini justru tak dimainkan. Apalagi, Paul Pogba di pertengahan musim lalu pun tampil angin-anginan. Chemistry-nya bersama Romelu Lukaku masih belum terjalin dengan nyaman.

Puncaknya adalah saat Micky dibarter dengan Alexis Sanchez. Buat Mourinho, juga buat klub, jelas ini adalah durian runtuh. Mereka tak perlu mengeluarkan biaya transfer, sementara manfaat yang didapat bisa jadi lebih besar.

Sebulan setelah bermarkas di Emirates Stadium, Micky pun buka-bukaan. Dilansir dari Metro, Micky mengaku senang dengan kepindahannya ke London. Dari pernyataannya, kita tahu kalau Micky sebenarnya sedang mengkritik gaya bermain Mourinho.

“Semua orang tahu Arsenal memainkan sepakbola menyerang dan aku senang bermain sepakbola menyerang. Di Manchester United, kami juga main menyerang tapi tak di semua pertandingan, jadi di situlah perbedaannya,” kata Micky.

Micky menyertakan preferensi pribadi saat bermain sepakbola dan penulis pikir di situlah letak kesalahannya. Saat Anda bermain membawa nama klub bersama 10 orang lainnya, Anda mesti patuh pada perintah pelatih. Saat diminta untuk bertahan habis-habisan, Anda harus melakukannya. Saat diminta untuk naik membantu serangan, Anda juga harus melakukannya.

Tugas pelatih adalah merancang permainan yang tujuannya untuk kemenangan. Pemain hanyalah pion yang punya tugas dan fungsi yang berbeda. Pelatihlah yang pada akhirnya menentukan apakah pion ini akan menjadi pahlawan, atau justru dikorbankan. Contohnya seperti Ander Herrera pada akhir musim 2016/2017 yang tak dibiarkan bermain bola karena harus menahan pergerakan Eden Hazard.

Manchester United Siap Cuci Gudang

Seperti diberitakan The Sun awal Maret lalu, Manchester United siap menjual para pemainnya apabila mereka tak mengikuti gaya main Mourinho. Berdasarkan The Independent, Ed Woodward pun mendukung penuh pendekatan Mourinho dalam memperlakukan pemain maupun dalam bursa transfer.

Mou diberi kontrak hingga 2020. Dengan diberikannya dukungan penuh, membuat ia kemungkinan besar akan mendatangkan pemain yang benar-benar dibutuhkannya. Bursa transfer musim panas ini diyakini Mourinho akan mendatangkan sejumlah pemain penting, untuk menambal area yang dirasa krusial, utamanya di lini depan.

Sebelumnya, Mourinho juga mengatakan kalau MU kalah jauh dari Manchester City karena mereka didukung oleh kekuatan finansial yang luar biasa. Hal ini menyebabkan Pep Guardiola di City bisa mengolah para pemain terbaik di setiap lininya. Capaian tersebut terlihat musim ini, di mana City berhasil meraih 100 poin di liga dan berjarak 19 poin dari The Red Devils.

Mou mungkin akan memprioritaskan para pemain yang sudah jadi agar trofi bisa diraih secara instan. Para pemain yang memerlukan jam terbang, bukan tak mungkin dilego atau dipinjamkan. Apalagi kalau pemain tersebut memang tak sesuai dengan gaya main Mourinho.

Bursa transfer musim panas 2018/2019 sudah dibuka. Dengan tidak ada lagi kompetisi yang diikuti, Mou bisa memantau para pemain buruannya. Apalagi Piala Dunia 2018 pun bisa dijadikan ajang untuk melihat para pemain mana saja yang mau patuh atas filosofi permainan yang ia jalankan.