Foto: United In Focus

Juan Mata adalah contoh pemain yang kepribadiannya diidam-idamkan oleh suporter Setan Merah. Tidak pernah neko-neko, tidak pernah marah, tidak banyak berkomentar, dan rendah hati. Inilah yang membuat kepergiannya meninggalkan kesedihan meski memang penampilannya sudah tidak lagi mumpuni untuk bersaing di Premier League.

Ada kekhawatiran dari keluarga Juan Mata saat Jose Mourinho pertama kali datang ke Manchester United. Mereka cemas kalau Mata kembali menjalani hubungan yang tidak harmonis dengan The Special One.

Mata hengkang dari Stamford Bridge ke Old Trafford pada 2014 dengan satu tujuan, bermain sepakbola sesering mungkin. Inilah yang tidak ia dapatkan di London pada musim terakhirnya. Dan orang yang menjualnya adalah Mourinho. Saat itu, Mourinho merasa Mata tidak akan bisa menjalankan skema 4-2-3-1 nya dengan baik. Sontak, ketika Mourinho tiba, spekulasi kembali berhembus kalau Mata akan kembali dijual Mourinho.

“Beberapa hari setelah rumor pemecatan Van Gaal menjadi nyata, Mourinho sekali lagi menjadi manajer saya. Terlepas kekhawatiran keluarga, teman, dan banyak orang, saya bertekad untuk tetap bersikap positif,” kata Mata.

Beda manajer sudah pasti beda pendekatan. Dan ketika manajer menginginkan timnya harus main dengan gaya main tertentu, maka akan ada satu atau dua hal yang harus dikorbankan. Dalam hal ini, Chelsea mengorbankan Mata, pemain yang dua musim sebelumnya adalah pemain terbaik klub. Namun, Mata mempertegas kalau kepindahannya saat itu murni persoalan taktik dan bukan karena sentimen pribadi.

“Saya memang tidak menikmati banyak menit main bersama Mourinho tapi saya tidak punya masalah pribadi dengannya,” tuturnya menambahkan.

Mata pun membuktikan kalau keduanya bisa bekerja sama dengan baik. Dua setengah musim Mata menjadi andalan. Bahkan Mourinho beberapa kali memberi pujian. Jika di Chelsea, Mata terpinggirkan, di United Mata adalah harapan dan Mourinho bahkan beberapa kali meminta klub untuk cepat memperpanjang kontraknya.

Juan Mata adalah sebuah perwujudan kata “jenius” baik di dalam maupun di luar lapangan. Kisah di atas mencerminkan betapa tenangnya seorang Juan Mata ketika ada potensi masalah yang siap datang kepadanya. Ia membalasnya dengan cara yang elegan. Tidak ada arogansi di sana. Sesuai dengan kepribadiannya yang begitu tenang dan santai.

Saat ia mengalami masalah serupa pada akhir kariernya di Manchester United, Mata juga memilih untuk diam. Tidak seperti Lingard yang keluarganya begitu cerewet dengan menyebut kalau pemainnya merasa tidak dihargai. Tidak ada komentar-komentar yang ia keluarkan karena takut memperkeruh suasana klub yang musim ini sudah berantakan. Saat memperpanjang kontraknya satu tahun lagi, ia hanya berkata bisa mengakhiri kariernya di United dengan stadion yang terisi penuh.

“Alasan saya melakukannya (memperpanjang kontrak) adalah karena saya cinta klub ini. Kedua karena saya berharap bisa memberi banyak hal di lapangan, ketiga karena musim lalu saya terpuruk akibat meninggalnya ibu saya. Bukan musim yang mudah karena pandemi, saya tidak ingin karier saya di United berakhir tanpa adanya penggemar di stadion, dengan apa yang sudah saya jalani selama beberapa bulan terakhir,” katanya menambahkan.

Juan Mata mungkin menjadi satu dari banyak pesepakbola yang punya sisi unik. Di tengah glamornya kehidupan pesepakbola Eropa yang menerima gaji miliaran rupiah per pekannya, Mata justru sadar kalau gaji yang ia terima terlalu berlebihan. Padahal, itu semua sepadan dengan apa yang ia lakukan di atas lapangan hijau. Ia bahkan rela memotong gajinya demi bisa membantu sesama.

“Pemain bola sekarang dibayar dengan sangat baik. Tapi bagi saya, gaji yang saya terima sekarang berlebihan dan sangat aneh karena kehidupan saya menjadi tidak normal,” kata mata pada 2016 lalu.

Kepribadiannya inilah yang membuatnya gampang dicintai. Tidak pernah neko-neko, tidak pernah marah, tidak banyak berkomentar, dan rendah hati. Inilah yang membuat kepergiannya dari United meninggalkan kesedihan. Hampir tidak ada emoji tawa pada setiap postingan yang membahas dirinya. Beda dengan Pogba dan Lingard misalnya.

Kolom komentar juga berisi ucapan terima kasih. Bahkan ada yang berharap Mata untuk tidak pergi dari United. Suporter masih berharap Mata mau tinggal untuk menjadi mentor pemain baru atau bahkan pemain akademi. Tidak sedikit yang memintanya untuk pensiun di United.

Sayangnya, Mata tidak bisa memenuhi permintaan itu. Ia masih ingin main bola secara reguler setidaknya satu hingga dua musim lagi sebelum dia pensiun.

Mata adalah pemain super kreatif dan salah satu playmaker terbaik yang pernah ada. Namun, sepakbola sekarang sudah menuntut lebih dari para individunya. Dengan formasi 4-2-3-1 yang dimainkan United, skema memaksa para gelandangnya juga cepat tanggap dalam bertahan. Inilah yang menjadi titik lemah Mata. Ditambah kondisi fisik yang tak lagi mumpuni, United dan Premier League tampak bukan tempat yang cocok lagi untuk Mata.

Muchas Gracias, Juan Mata!