Seperti judul lagu yang dibuat band The Rain, “Terlatih Patah Hati” para penggemar Manchester United tampaknya sudah mulai mengakrabkan diri dengan hasil pertandingan yang mengecewakan. Tiga tahun selepas era penuh kejayaan bersama Sir Alex Ferguson membuat para penggemar United mulai membiasakan diri.

Asa sebenarnya sudah mulai hadir ketika Jose Mourinho ditunjuk sebagai nahkoda baru United. Di mata penggemar, Jose adalah pewaris sah dari takhta Sir Alex. Tetapi yang terjadi selanjutnya sungguh di luar perkiraan. United tetap terseok-seok di Liga Primer Inggris. Terakhir, United ditahan imbang Everton pada pekan ke-14 Premier League meski sebelumnya sudah unggul hingga menit ke-85.

Di antara semua aspek yang ada, penyerangan adalah sisi yang paling mengkhawatirkan. Selama tiga musim terakhir, United selalu kesulitan untuk menyarangkan gol ke gawang lawan. Hingga pekan ke-14, United berada di peringkat ketiga dari bawah dalam urusan mengonversi peluang menjadi gol dibandingkan peserta Liga Primer Inggris yang lain.

Penyebab utamanya bisa bermacam-macam. Tetapi salah satu yang bisa saja menjadi kronis adalah tipe dari penyerang yang dimiliki oleh United saat ini. Baik Zlatan Ibrahimovic, Marcus Rashford, ataupun Anthony Martial, harus diakui sebagai penyerang yang hebat. Apalagi dua nama berikutnya merupakan penyerang muda yang dianggap memiliki potensi yang luar biasa.

Namun, sayangnya para pemain tersebut bukan mencetak gol sebagai aspek fungsional mereka untuk tim. Mereka adalah para seniman yang bisa melakukan hal-hal magis ketika bola berada di kaki mereka. Gol Zlatan ke gawang Everton adalah salah satu buktinya. Sebuah penyelesaian akhir kelas satu. Mereka mencetak gol untuk kesenangan. Karena itu mereka lebih senang menunggu di posisi yang menang enak untuk mengeksekusi peluang ketimbang memaksakan diri.

Soal mencetak gol, rasanya penyerang tipe poacher masih menjadi jaminan mutu untuk mencetak gol. Tipe seperti ini yang tidak ada dalam skuat United saat ini. Sebenarnya musim lalu, Rashford dan Martial sempat dicoba untuk memainkan peran ini. Namun Jose sebagai manajer baru tampaknya lebih senang memainkan mereka sebagai penyerang sayap.

Kondisi seperti demikian mengingatkan bahwa United belum lama ini memiliki poacher yang bermain dengan cukup baik. Ia adalah “si kacang polong kecil”, Javier ‘Chicharito’ Hernandez. Penyerang asal Meksiko yang sempat menjadi pujaan hingga akhirnya ia dilego ke Bayer Leverkusen yang bermain di Bundesliga.

Baca juga: Mengenang Javier Hernandez

Chicarito adalah sekian dari transfer yang pada awalnya membingungkan banyak pihak. Kedatanganya beberapa bulan sebulan Piala Dunia 2010 menimbulkan banyak tanda tanya. Bagaimana mungkin kesebelasan sekelas Manchester United mendatangkan penyerang muda yang berasal dari wilayah di mana sepakbola tidak terlalu populer yaitu Amerika Utara. Tetapi gol-gol yang dicetak Chicharito di turnamen internasional empat tahunan tersebut memupuskan keraguan. Apalagi ia juga langsung mencetak gol di pertandingan debutnya untuk United.

Membandingkan Zlatan yang merupakan penyerang utama United dengan Chicharito tentu bukan sesuatu yang sebanding. Usia mereka terpaut cukup jauh, terlebih Zlatan sudah melanglangbuana ke banyak kesebelasan-kesebelasan besar di Eropa. Chicarito baru memulai petualangannya di Eropa empat tahun lalu. Apalagi bicara soal gelar juara, jelas penyerang Meksiko ini ketinggalan jauh ketimbang legenda asal Swedia.

Chicharito mungkin bukan penyerang yang begitu disukai oleh banyak manajer di era sepakbola modern yang menuntut semua pemain bisa banyak terlibat di permainan. Ia agak kesulitan dalam menggiring bola, sementara operannya biasa saja. Yang menjadi kelebihan dari Chicharito adalah kecepatan dan penempatan posisinya yang baik. Beberapa pihak menyamakanya dengan penyerang legendaris Italia, Filippo Inzaghi, yang tidak terlalu banyak berperan dalam pertandingan tetapi tahu-tahu sudah melesat di depan gawang lawan.

Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana gol perdananya di tanah Inggris di mana ia menggunakan mukanya sendiri untuk menyarangkan bola ke gawang lawan di ajang Community Shield. Sundulan melalui belakang kepala ketika menjebol gawang Stoke City juga tidak kalah menarik. Gol-gol lain yang menyelematkan United dari kekalahan juga merupakan nilai lebih lain.

Chicharito kini sudah berada di rumah yang lain. Di sana ia tampak lebih dipuja dan juga mendapatkan seluruh perhatian yang tidak ia dapatkan di dua musim terakhirnya bersama United. Para penggemar United pun sepertinya masih mengamatinya dari jauh meskipun si kacang polong kecil itu tidak lagi berseragam Setan Merah.