Foto: Utd Report

Februari 2013 menjadi hari yang istimewa bagi Alex Telles. Dia, yang masih berusia 20 tahun saat itu bersiap melakoni debutnya untuk Gremio. Sebuah langkah karier yang bagus mengingat sebelumnya ia hanya bermain untuk Juventude di Serie D atau divisi empat sepakbola Brasil.

Spesial bagi Telles karena ia berkesempatan melakoni debut menghadapi Internacional yang merupakan rival sekota Gremio. Tentu saja momen ini membuat Telles semakin bersemangat mengingat pertandingan keduanya kerap disebut sebagai salah satu derby terbaik yang pernah ada di dunia sepakbola.

Alih-alih mendapat pertandingan yang sangat bagus, Telles justru mendapat kejadian mengerikan yang tidak bisa ia lupakan seumur hidupnya. Telles terlibat benturan dengan Gabriel ketika sedang memperebutkan bola di udara. Kepalanya beradu hingga memaksanya untuk keluar lapangan.

“Itu adalah episode yang sangat mengerikan. Awalnya hanya terlihat seperti benturan kepala yang biasa saja, tapi setelah melakukan scan, kami melihat dampak dari cederanya tersebut,” kata Mario Pereira, pelatih kebugaran Gremio pada saat itu.

Cederanya lebih parah dari perkiraan. Hidung dan tulang pipinya patah. Begitu juga rongga matanya yang mengalami masalah. Untuk membenahi segala kerusakan di bagian kepalanya tersebut, sebuah pelat logam dan beberapa sekrup dimasukkan ke wajahnya.

Butuh tiga bulan bagi Telles untuk menjalani pemulihan atas cederanya tersebut. Akan tetapi, Telles kecewa. Tiga bulan ia rasa terlalu lama untuk tidak bermain. Ia ingin cepat-cepat kembali merumput. Meski begitu, klubnya tentu tidak ingin mengambil risiko dan Telles harus istirahat lama sebelum benar-benar pulih 100 persen.

“Dia adalah pemain yang memiliki kekuatan mental yang hebat dan dia mendapat dukungan besar dari keluarga dan klub. Itulah yang membuatnya menjadi lebih kuat,” kata Pereira.

Telles merasa kalau dia bisa menjadi sosok penting bagi Gremio. Itulah kenapa dia kesal ketika harus istirahat lama akibat cederanya itu. Setelah pulih, ia menunjukkan kalau dirinya adalah pemain yang bisa menjadi pembeda di atas lapangan. Telles sukses membawa Gremio menyelesaikan kompetisi Liga Brasil pada posisi kedua dan masuk dalam Team of the Season saat itu. Pintu Eropa langsung terbuka ketika Galatasaray meminangnya pada musim panas 2013.

Cedera tersebut meninggalkan bekas codet yang tampak jelas di kepala Telles. Bekas tersebut membentang dari atas kepala hingga ke sisi telinga Telles. Potongan rambut yang sekarang dipakai Telles membuat bekas luka itu tampak jelas.

Telles sebenarnya bisa saja melindungi bekas luka tersebut dengan menggunakan helm layaknya Petr Cech atau Christian Chivu. Akan tetapi, Telles memilih untuk tidak menutup lukanya seperti yang dilakukan Franck Ribery atau Carlos Tevez. Menurut dia, luka ini adalah bagian dari perjalanan kariernya.

“Guratan luka ini melambangkan kisah dan karier saya. Saya tidak akan pernah malu,” ujarnya.

Ujian bagi Telles sebenarnya tidak hanya soal luka itu. Sejak bocah, ia sudah mengalami banyak masalah terkait kondisi fisiknya. Kepala akademi Juventude ketika Telles masih menimba ilmu, Jonas da Rosa, menyebut kalau fisik Telles begitu ringkih saat kecil. Inilah yang ditakutkan bisa menghambat perkembangannya yang ingin menjadi seorang pemain sepakbola.

“Saat umurnya sembilan tahun, fisiknya seperti anak yang masih tujuh tahun. Karena perbedaan bentuk tubuhnya itu, dia sering tersingkir dari anak-anak lainnya,” katanya.

Meski begitu, Jonas mengungkapkan kalau Telles bukanlah anak yang akan menangis setelah dijatuhkan begitu saja. Dia berkata kalau saat itu Telles akan bangkit dan mencoba untuk mengatasi kekurangannya tersebut. Mentalitas tidak mau kalah inilah yang menjadi perbedaan besar dalam perkembangan karier Telles.