Foto: Daily Record

Manusia hanya bisa berencana, tapi Tuhan menentukan semuanya. Ketika sudah tiba waktunya menghadap sang pencipta, maka manusia hanya bisa ikhlas meski dalam hati kecilnya mungkin ada harapan untuk bisa hidup sedikit lebih lama dari apa yang sudah digariskan oleh Tuhan.

Setelah berjuang melawan kanker esofagus yang ia derita sejak April lalu, Andy Goram mencapai garis akhirnya sebagai manusia di dunia. Pada 2 Juli kemarin, ia meninggal dunia. Kabar ini tentu menjadi kabar duka yang cukup menyedihkan bagi dunia sepakbola, khususnya di Skotlandia yang merupakan asal dari Goram.

Yang membuat akhir hidup Goram menjadi menyedihkan adalah ketika pada bulan Mei lalu, dokter memberikan vonis kalau hidup Goram hanya tinggal enam bulan saja. Mengetahui hal tersebut, Goram belum mau menyerah dan bertekad untuk terus melawan penyakitnya tersebut. Sayang, Tuhan berkehendak lain. Ia hanya kuat bertahan selama kurang dari dua bulang sejak vonis tersebut.

“Benar-benar tragis. Sangat tragis. Saya ada di sana (Rumah Sakit) pada Sabtu pagi bersama John Brown, rekan Andy, dan dia meninggal ditemani putranya yaitu Danny, serta mantan istrinya, Miriam,” kata Ally McCoist, rekan setim Goram di Skotlandia.

“Dari kisah Goram ini, kita semua melihat adanya keberanian besar. Ia sangat berani dan itu adalah sesuatu yang luar biasa,” tuturnya menambahkan.

Ally sangat kagum atas perjuangan Goram yang masih mau melawan penyakitnya meski sudah divonis hidupnya tidak akan lama lagi. Kepada FourFourTwo ia bercerita kalau dalam hari-hari terakhirnya, McCoist dan Goram saling mengenang masa-masa indahnya terutama saat bersama membela Rangers. Meski McCoist sangat sedih, ia mencoba untuk menutupnya dengan tawa.

“Kami duduk bersama. Bercerita tentang masa-masa indah termasuk saat lima kali juara Liga Skotlandia bersama Rangers. Setiap cerita selalu berakhir dengan air mata. Air mata yang turun karena kami menertawakan beberapa cerita. Kami duduk dalam situasi yang paling menyedihkan, tapi kami kemudian saling berpegangan tangan dan tertawa,” kata McCoist.

“Sekarang Andy sudah terbebas dari rasa sakit dan ia kini berada di tempat yang jauh lebih baik.”

Meski lahir di Bury, Goram memilih Skotlandia sebagai tim nasional yang ia perkuat. Tidak hanya itu, kariernya juga lebih banyak dihabiskan di negara yang beribukota di Glasgow tersebut. Ia pernah bermain di Hibernian, Rangers, Motherwell, Hamilton Academical dan Queen of the South.

Akan tetapi, ia juga sempat singgah di beberapa klub Inggris termasuk Manchester United. Goram yang dipinjam dari Motherwell pada musim kompetisi 2000/2001 bermain dalam dua laga United meski penampilannya juga tidak terlalu bagus pada saat itu.

Kisah paling menarik dari karier singkatnya di Manchester adalah ketika ia berseteru dengan kapten United saat itu, Roy Keane. Mereka tidak pernah bertegur sapa. Hal ini karena latar belakang tim favorit masing-masing. Keane adalah penggemar Celtic, sedangkan Goram Rangers.

Goram menyebut Keane seperti orang mati dan merasa tidak ada gunanya untuk berbicara dengannya. Ia bahkan menyebut kalau pemain rekrutan Nottingham Forest tersebut tidak layak untuk dihormati.

“Saya bingung kenapa banyak pemain United menghormati dia karena ucapan Keane tidak beraturan. Dia orang yang tidak pantas untuk ditakuti,” kata Goram.

Rest in Peace, Andy!