Kebanyakan gaya, pesepakbola Youtuber, hingga si minim kontribusi. Setidaknya itulah kritik yang dikeluarkan beberapa pandit kepada Antony. Komentar ini muncul setelah si pemain mengeluarkan trik double spin andalannya saat menghadapi Sheriff pada Liga Europa Oktober 2022 lalu.

Trik itu sebenarnya tidak terlalu berpengaruh kepada hasil akhir pertandingan. United tetap menang 3-0. Bola pun juga tidak bisa direbut lawan dan tidak membahayakan lini belakang United itu sendiri. Sayangnya, sorotan untuk laga tersebut justru hanya terpusat kepada aksi Antony itu.

Namun, Antony tidak mau ambil pusing dengan hujatan itu. Dia sadar betul kalau trik adalah bagian dari permainannya. Asal tidak terlalu sering dikeluarkan, semuanya akan terasa wajar-wajar saja. Segala hujatan yang muncul di media pun dianggap angin lalu semata.

Buktinya aksi-aksi seperti itu kadang berguna untuk mengecoh lawan. Beberapa kali lawan terganggu dengan aksi individu Antony sehingga bek kanan bisa dengan mudah melakukan overlap. Musim ini dia bermain secara reguler sebagai winger kanan dan sudah membuat lima gol.

“Saya tidak akan pernah mengubah cara saya bermain, karena itu semata-mata bukan gaya melainkan diri saya. Itu bagian dari saya. Bagian dari kisah kami sebagai orang Brasil. Anda tidak akan paham jika hanya menganggap saya sebagai badut,” kata Antony kepada The Players Tribune.

Ya, Antony tidak peduli kalau ia dihujat karena dianggap kebanyakan gaya ketika mendrible bola. “Apa yang saya lakukan bukan lelucon. Semua punya tujuan. Maju dengan berani dan membuat takut lawan. Lalu menciptakan ruang dan membuat perbedaan bagi tim saya,” tambahnya demikian.

Segala hujatan yang didapat nyatanya tidak memengaruhi posisinya. Buktinya ia masih mendapat kepercayaan penuh dari Erik Ten Hag untuk mengisi posisi winger kanan. Lima gol dan satu assist bisa dibilang lumayan untuk pemain yang baru memasuki musim pertamanya.

Lagipula, bukankah pemain Brasil memang mayoritas menyunjung tinggi paham Jogo Bonito. Permainan indah yang tidak hanya menekankan aksi-aksi secara taktikal tapi juga kreativitas dan keterampilan individu. Nama-nama seperti Kaka, Neymar, Ronaldinho, dan mendiang Pele juga terkenal karena aksi individunya yang membuat kita betah menonton mereka.

Antony adalah gambaran dari orang Brasil pada umumnya. Dia sosok yang tahan banting. Kehidupannya sudah keras bahkan sejak dirinya masih kecil. Itulah kenapa ia kebal ketika mendapat kritik karena dulu sudah merasakan banyak hal yang jauh lebih mengerikan.

“15 langkah dari rumah saya akan selalu ada pengedar narkoba yang menjalankan bisnisnya. Menyerahkan abrang mereka dari tangan ke tangan. Bau itu (narkoba) selalu tercium di luar jendela. Kami juga sudah terbiasa melihat senjata sehingga menjadi tidak menakutkan lagi karena sudah jadi bagian kehidupan kami sehari-hari,” kata Antony.

Jika bukan karena sepakbola, bukan tidak mungkin Antony akan terjebak dalam lingkungan yang mengerikan di Inferninho. Beruntung pada akhirnya ia bertemu dengan orang yang ia anggap sebagai malaikat yaitu direktur dari tim futsal Gremio Barueri.

Itulah jalan awal Antony menuju kehidupan sepakbola yang profesional. Sampai kemudian ia mendapat tawaran dari Sao Paulo pada usia 14 tahun. Sebuah tawaran yang tentu saja ia terima dengan senang hati.

Namun, awal-awal kehidupan Antony di Sao Paulo tidak berjalan dengan mulus. Ia nyaris tidak pernah mendapatkan waktu bermain dan bahkan hampir dikeluarkan dari klub karena terlibat beberapa masalah. Beruntung beberapa staf meyakinkan manajer mereka untuk terus mempertahankan Antony.

“Saya memiliki beberapa masalah terkait emosi saya. Tiga kali saya hampir dipecat, tiga kali juga seseorang di klub membela saya. Mereka memohon untuk tetap mempertahankan saya,” jelas Antony.

Bersama Sao Paulo, Antony melakoni debut pada 15 November 2018 menghadapi Gremio. Masih belum bisa mendapatkan jatah sebagai pemain utama, dia pun diminta untuk bermain bersama tim U-20 dalam ajang Copa Sao Paulo de Futebol Junior.

Momen ini menjadi pijakan penting dalam karier Antony. Ia membawa mereka menjadi juara turnamen tersebut. Dengan empat gol dan enam assists ia terpilih sebagai pemain terbaik yang kemudian membawanya kembali ke tim utama.

Ia terus bermain sebagai pilihan utama pada musim 2019 meski Sao Paulo bergonta ganti pelatih. Dari Andre Jardine, lalu Vagner Mancini, Cuca, hingga Fernando Diniz, semuanya tidak ada yang sanggup menggeser Antony karena kelihaiannya di sisi sayap.

Tibalah kemudian Ajax Amsterdam datang merekrutnya pada Februari 2020. Sao Paulo sepakat melepasnya pada angka 13 juta pounds yang bisa meningkat menjadi 18 juta pounds. “Kami mendapatkan pemain kreatif yang bisa bermain di setiap posisi depan,” kata direktur sepakbola Ajax, Marc Overmars, terkait alasan merekrut Antony.

Meski direkrut pada awal tahun, namun Antony baru bermain untuk Ajax pada musim 2020-2021. Hal ini tak lepas dari kepindahan Hakim Ziyech ke Chelsea.

Baca juga: Tenang, Antony Bisa Jauh Lebih Bagus Lagi

Bersama Ajax membuat permainan Antony menjadi lebih matang ketimbang sebelumnya. Ia tidak hanya sekadar menjadi pengganti Ziyech namun juga menggusur David Neres yang keberadaannya jauh lebih lama dibanding Antony. Ditambah dengan kehadiran sosok Erik ten Hag yang terus memberi kepercayaan kepadanya.

“Setiap pemain yang berada di bawah bimbingannya akan menjadi pesepakbola yang lebih baik. Sejak saya datang, saya mendapat banyak kepercayaan dari dia sehingga saya menjadi percaya diri dan terus yakin pada apa yang bisa saya lakukan. Saya berterima kasih kepadanya,” kata Antony kepada De Telegraaf.

Dua musim berseragam Ajax, Antony menyumbangkan tiga gelar. Trofi tersebut antara lain dua gelar Liga Belanda musim 2020-2021 dan 2021-2022, serta gelar KNVB Cup pada musim 2020-2021. Torehan yang dia anggap cukup sebelum mengikuti jejak pelatihnya yaitu memperkuat Manchester United.

Memperkuat Manchester United tidak hanya peningkatan karier yang sangat pesat bagi pemain berkebangsaan Brasil ini. Namun juga menjadi sebuah keberhasilan dalam mengatasi kerasnya hidup. Kini, ia sudah benar-benar selamat dari neraka kecil bernama Inferninho dan menikmati kehidupan yang lebih baik sebagai pesepakbola tenar berkat keberaniannya.

“Hanya dalam tiga tahun saya pindah dari daerah kumuh ke Ajax dan Manchester United. Orang selalu bertanya apa kuncinya, tapi sejujurnya itu semua karena saya tidak merasakan takut. Di sepakbola tidak ada yang perlu ditakutkan. Saya sudah cukup menderita dalam hidup,” kenang mantan pemain Ajax Amsterdam ini.