Ada sejumlah tipikal yang membedakan setiap gelandang, mulai dari penghancur serangan lawan, pendistribusi bola, penjelajah lapangan, pengkreasi serangan, sampai pengontrol ritme pertandingan.

Dari berbagai tipe yang ada, salah satu yang jarang mendapatkan sorotan adalah gelandang pemberi umpan. Ia biasanya hanya berdiri di areanya sendiri lalu mendistribusikan bola ke segala arah.

Peran seperti ini kelihatannya sepele. Semua orang, apalagi pesepakbola, tentu bisa kalau sekadar mengumpan bola. Apalagi, pemain seperti ini jarang terlibat dalam momen-momen krusial di depan gawang. Ia pun jarang melakukan sprint dengan gocekan yang menawan.

Michael Carrick

Michael Carrick saat mash berbaju Spurs. foto: squarespace.com
Michael Carrick saat mash berbaju Spurs. foto: squarespace.com

Carrick bukanlah produk akademi United. Ia merupakan alumnus salah satu akademi terbaik di Inggris: West Ham United. Ia lalu promosi ke tim utama dan mulai bermain secara reguler sejak musim 2001/2002.

Saat West Ham terdegradasi, Carrick hanya bertahan selama semusim di Divisi Championship. Ia kemudian menerima pinangan kesebelasan London lainnya, Tottenham Hotspur.

Di White Hart Lane, kemampuan Carrick meningkat pesat. Pada musim 2005/2006 ia mencatatkan jumlah umpan serta umpan silang terbanyak di antara rekan-rekannya di Spurs. Ia pun mencatatkan diri sebagai pemberi asis terbanyak.

Di saat yang sama, ketertarikan hadir dari Sir Alex Ferguson menyusul pensiunnya sang jenderal lini tengah, Roy Keane. Namun, penawaran United cepat-cepat ditolak oleh Spurs.

“Manchester United sudah menawar dan kami menolaknya,” kata manajer Spurs waktu itu, Martin Jol. “Michael tahu aku memberinya kesempatan ketimbang Pedro Mendes, pemain bagus lainnya, jadi dia berutang pada klub ini.”

Nyatanya, Spurs tak sanggup menahan tawaran 14 juta paun yang disodorkan MU untuk Carrick. Malah, menurut CEO United kala itu, David Gill, nilai transfer Carrick bisa naik hingga 18,6 juta paun.

Pada 4 Agustus 2006, secara resmi Carrick memulai debutnya untuk Manchester United.

Gaya Main

grafis permainan Carrick kala United mengalahkan Swansea 3-1. Foto: statszone
grafis permainan Carrick kala United mengalahkan Swansea 3-1. Foto: statszone

Gaya bermain Carrick terbilang unik. Ketimbang sepenuhnya mengandalkan otot, ia justru lebih memaksimalkan otaknya.

Carrick tidak bertumpu pada kemampuan fisik. Ia tak mengandalkan kecepatan, kemampuan fisikal, apalagi tekel-tekel kasar. Carrick diandalkan karena ia mampu membaca pertandingan; menghalau segala ancaman yang dibuat lawan.

Tugas utama Carrick adalah menjaga ruang; satu hal yang sulit dilakukan oleh seorang gelandang penjelajah lapangan atau penghancur serangan lawan. Tugasnya sederhana. Ia tak perlu merebut bola langsung dari kaki lawan. Ia hanya perlu agar bola dari kaki lawan tak tepat mengenai sasaran.

Saat membantu tim melakukan serangan, Carrick berperan penting sebagai distributor bola. Selain mesti menyingkronkan mata dan otak, Carrick juga diberkahi “Indera keenam” untuk mengetahui arah lari para pemain depan United, sehingga tanpa melihat sekalipun, umpan Carrick bisa begitu akurat.

Sejalan dengan Usia

foto: fourfourtwo.com
foto: fourfourtwo.com

Kolumnis The Guardian, Blair Newman, pernah membuat artikel tentang hubungan antara usia seorang pesepakbola dengan posisinya di atas lapangan. Dalam tulisan tersebut kurang lebih dijelaskan bahwa semakin matang usia seorang pesepakbola, semakin ia mulai bermain dengan sederhana dan tak lagi mengandalkan fisik.

Blair mencontohkan bagaimana Andrea Pirlo yang menjadi seorang pengatur serangan dalam posisinya sebagai gelandang bertahan. Selain itu, ada perubahan gaya bermain Xabi Alonso dari yang asalnya merupakan gelandang petarung, menjadi gelandang penyalur bola.

Carrick bukan Ander Herrera atau Paul Pogba yang masih muda. Carrick saat ini telah berusia 35. Ia perlu memaksimalkan segala pengalamannya mengomandoi lini tengah dengan membaca permainan ketimbang menjegal satu persatu pemain lawan.

“Bakatnya kerap diabaikan, bahkan dijelek-jelekkan, tapi sekarang di usianya yang memasuki 30-an, satu-satunya regista di Inggris itu menerima pujian yang pantas,” tulis Blair.

Soal didatangkannya Carrick ke Manchester, banyak yang menganggap kalau dirinya akan menjadi pengganti identik Roy Keane. Apalagi, Carrick diwarisi nomor punggung 16 milik Carrick. Namun, Sir Alex justru mendatangkan Carrick bukan untuk mengganti Keane, melainkan mengubah bentuk lini tengah United.

United biasanya menggunakan 4-4-2 sebagai formasi dasar. Namun, hal tersebut berubah saat Carrick masuk menjadi 4-3-3 maupun 4-2-3-1 di mana peran Carrick begitu vital. Skema ini pula yang akhirnya membawa piala Liga Champions ke Manchester untuk ketiga kalinya.

“Carrick tak pernah mencapai level tertinggi bersama Pirlo dan Alonso, utamanya karena dia kurang dalam konsistensi dalam pengaturan permainan dan jarak umpan. Ketimbang mempertanyakan di mana Steven Gerrard atau Frank Lampard bermain dalam formasi 4-4-2, Inggris benar-benar kehilangan kesempatan menempatkan Carrick di belakang keduanya dalam 4-4-4 diamond,” tulis Blair.

Kehadiran seorang regista di lini tengah pada sepakbola masa kini menjadi penting. Pasalnya, sepakbola masa kini kian fokus pada pressing, counter-pressing, tempo yang cepat, dan transisi yang cepat pula.

“Sejumlah gelandang tua sulit untuk beradaptasi dengan ini dan mereka mesti bermain di area yang lebih dalam,” tulis Blair.

Sumber Keseimbangan

Apabila melihat komposisi skuat yang diturunkan Mourinho kala melawan Swansea City, kemewahan agaknya hanya ditemui di lini serang. Di lini pertahanan, United terbilang tidak meyakinkan: Matteo Darmian, Phil Jones, Marcos Rojo, dan Ashley Young.

Namun, kemewahan dalam bentuk lain tersaji di pos lini tengah. Sosok itu menjelma dalam seorang Michael Carrick.

Salah satu alasan mengapa Swansea menyerahkan banyak penguasaan bola kepada Manchester United adalah hadirnya Carrick di lini tengah. Malah, tiga gol United pun tak lepas dari sentuhan Carrick.

Berdasarkan Metro.co.uk, United selalu menang saat Carrick bermain. Sebanyak lima pertandingan Carrick bermain, lima pertandingan itu pula mereka menangkan dengan mencetak 15 gol. Bagaimana saat Carrick tak bermain? 12 pertandingan, empat kemenangan, 11 gol!

Namun, kehebatan Carrick justru tidak pernah diapresiasi. Ia menjadi pemain yang begitu disepelekan. Hal ini pun membuat gerah legenda Arsenal, Thierry Henry.

“Orang-orang tidak akan menyadari pekerjaan yang dilakukan Carrick sampai dia benar-benar pergi,” kata Henry dikutip dari Four Four Two.

Pujian senada pun diungkapkan rekan Carrick, Gary Neville, “Scholes dan Carrick bermain bersama, itu sangat menenangkan. Itu seperti Anda pergi ke bar dan mendengarkan lantunan piano.”

Di sisi lain, manajer Arsenal, Arsene Wenger, malah bilang begini, “Carrick harusnya main di Barcelona, dia punya visi yang bagus dan seorang pemain yang pintar.”

Kalau Carrick sudah mendapatkan pengakuan dari koleganya di sepakbola, lantas masih adakah dari kita yang menyepelekannya?