Jika kesebelasan lain bermain sepakbola dengan tujuan untuk meraih kemenangan, maka hal itu seperti tidak berlaku bagi Manchester United. Dalam beberapa laga terakhir, Setan Merah sepertinya bermain bukan untuk mencari tiga poin melainkan untuk menguji kesabaran para pendukungnya.

Seperti yang sudah saya katakan setelah laga melawan Brighton, Manchester United sedang membuka kuburannya sendiri setelah kekalahan dramatis tersebut. Mereka kini sedang dalam status mempersulit diri untuk menjaga asa mempertahankan posisi empat dengan segala keunggulan yang mereka miliki sebelumnya.

Tidak perlu waktu lama, United sepertinya masih betah dengan keterpurukan. Semalam, mereka kembali kalah. Kali ini melawan West Ham United dengan skor 1-0. David Moyes pada akhirnya sukses mengatasi kutukan tidak bisa mengalahkan Setan Merah setelah terakhir kali melakukannya pada 2012 bersama Everton.

Tidak ada yang berubah dari permainan United. Masih sama seperti sebelumnya. Mereka hanya berbahaya di awal-awal babak pertama dan akhir-akhir babak kedua. Sayangnya, fase berbahaya mereka tidak diikuti dengan efektivitas. United masih gemar-gemar membuang peluang ketika memiliki kesempatan.

Akurasi finishing mereka benar-benar mengkhawatirkan. Menjadi bukti kalau mereka memang layak untuk menjadi tim dengan jumlah gol tersedikit dibanding tim-tim penghuni zona tujuh besar lainnya. Bahkan Leicester City saja yang menghuni peringkat ke-16 punya jumlah gol yang tidak jauh beda dari United yaitu 46 gol.

Jadilah Erik ten Hag hanya bisa mengulang-ulang pernyataan template tiap kali timnya gagal. Semalam, ia kembali mengangkat soal penyelesaian akhir. Kata dia, jika peluang-peluang tersebut bisa menjadi gol maka kesalahan yang dilakukan De Gea mungkin tidak akan menjadi perdebatan. Itu benar, De Gea mungkin melakukan kesalahan, tapi bagaimana dengan kualitas penyelesaian akhir pemain depan?

Semalam, West Ham memang layak untuk menang. Mereka konsisten mengontrol laga. Cara bertahan mereka juga baik. Serangan mereka juga punya alur yang jelas. Yang aneh justru United. Punya segudang pemain yang nama besarnya melebihi pemain West Ham, tapi mereka seperti tidak tahu harus main bola seperti apa.

Bergaya ingin melakukan build up dari belakang tapi pemain United seperti panik jika melihat ada pemain depan lawan yang mendekatinya. Bola kemudian dioper De Gea yang hanya punya dua pilihan: menendang lambung dengan probabilitas kehilangan possesion 50:50 atau kembali melakukan umpan pendek yang akurasinya benar-benar bikin kita mengucapkan istighfar.

Jadilah musuh-musuh United seperti nyaman ketika melawan mereka. Serang saja mental pemainnya maka otomatis United pun akan mati kutu layaknya korban kejahatan hipnotis. Ini sudah terlihat dari sejak melawan Sevilla yang kemudian terus diulangi ketika melawan Spurs, Brighton, dan West Ham.

Babak pertama menjanjikan, babak kedua hilang konsentrasi. Ditambah ketika di sepertiga akhir pemain United seperti orang bingung dan berpikir harus diapakan bola ini. Jadilah bola hanya diputar saja kiri ke kanan dan sebaliknya. Ditambah bumbu-bumbu skill individu yang juga tidak efektif.

Erik ten Hag pun berada dalam kondisi serba salah. Sebelas pemain utamanya bapuk, tapi di bangku cadangan kualitasnya justru jauh lebih bapuk dibanding yang menjadi starter. Mau itu Sancho, Fred, Weghorst, dan lain-lain semuanya tidak ada yang bisa membantu sama sekali.

Kuburan kini makin terbuka. Selisih dengan Liverpool kini sudah satu angka. Keunggulan sisa satu laga yang mereka punya tampak seperti tidak menguntungkan akibat performa yang terus-terusan menurun.

Mereka memang masih bermain tiga kali di home, namun melihat tren performa mereka yang terus merosot sejak laga melawan Sevilla, bukan tidak mungkin posisi mereka akan diserobot oleh Liverpool, tim yang sebelumnya dianggap mengalami penurunan performa yang jauh lebih buruk ketimbang Setan Merah.