Proses gol kedua Southampton yang menggagalkan kemenangan United. Foto: Southampton

Jangan ragukan Manchester United untuk mengecewakan pendukungnya. Kalimat ini ramai keluar dari para pendukung Setan Merah jelang laga melawan Southampton. Dari pendukung United yang awam sampai mereka yang namanya sudah terkenal pun merasa kalau kalimat ini perlu menjadi pengingat ketika mereka menonton timnya bertanding.

Alasannya sederhana, mereka berkaca dari seringnya United membuang-buang kesempatan untuk naik klasemen. Sudah berapa kali United musim ini gagal memanfaatkan kesempatan jika pesaingnya kehilangan poin. Itulah yang kembali terjadi pada pekan ini saat melawan Southampton. Ketika kesempatan mereka untuk berada pada peringkat tiga hilang hanya dalam waktu 15 detik.

Kekalahan Chelsea dari Sheffield, serta Leicester melawan Bournemouth, nyatanya tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh mereka. United justru bermain imbang 2-2 melawan The Saints. Mereka yang sebelumnya optimis kalau United bisa menang dengan mudah, apalagi dengan fakta kalau Soton pernah kalah 9-0 dari Leicester, justru kecewa melihat penampilan timnya yang kesulitan untuk menguasai bola.

Sedari awal, saya mengatakan kalau United harus mewaspadai pressing yang menjadi senjata Ralph Hasenhuttl untuk merepotkan lawannya. Ole sendiri juga mewaspadai gaya main tersebut dengan meminta anak asuhnya untuk terus melakukan sprint. Akan tetapi, hal itu tidak selalu terlihat sepanjang laga kemarin.

Sedari awal United sudah kesulitan untuk keluar dari pressing Soton. Bahkan dari lini pertama yaitu lini belakang, tim tamu sudah berusaha untuk merusak proses build up United. Lima pemain Soton bahkan berada di lini belakang United ketika bola masih dikuasai De Gea. Mereka berusaha untuk menutup jalur umpan kepada Matic atau Pogba yang menjadi jembatan untuk menuju lini depan. Hal itu berhasil mereka lakukan dalam proses gol pertama ketika Pogba yang mencoba keluar dari pressing Danny Ings terlambat dan bola bisa direbut untuk proses gol pertama.

United kemudian balik unggul beberapa menit kemudian. Mereka yang kesulitan menyerang melalui tengah, memilih untuk menyerang sisi sayap Soton berkat kemampuan tiga pemain depan yang punya kemampuan sprint dan dribel mumpuni. Tiga pemain depan nantinya tinggal menyelesaikan hasil build up entah dengan bermain kombinasi atau menyelesaikannya sendiri. Itulah yang terlihat dari proses dua gol United.

Ketika United unggul 2-1, seharusnya hal ini bisa menjadi momentum bagi United untuk bisa mengambil alih permainan dan mencari satu hingga dua gol lagi untuk kill the game. Namun kenyataannya United tetap tidak bisa melakukan itu. Mereka masih saja tidak bisa keluar dari permainan menekan tim tamu.

“Mereka menekan seperti orang gila, mereka juga melompat seperti orang gila dan kami tidak bisa mengatasinya dengan baik dan memberikan mereka gol,” kata Harry Maguire setelah pertandingan.

United mendominasi namun dominasi United tidak menghasilkan peluang yang benar-benar bisa dikatakan berbahaya. Bahkan penguasaan bola mereka terus merosot yang membuat Soton bisa nyaman menguasai bola. Ketika Pogba masih di lapangan, United punya penguasaan bola 55%. Ketika Pogba keluar, penguasaan bola United tinggal 36,8%. Ketika Bruno keluar, United hanya punya 16,2% penguasaan bola.

Perlu analisis lebih lanjut untuk melihat masalah tersebut, namun United terlihat tidak punya kontrol ketika dua pengatur serangannya keluar. Dengan adanya mereka berdua saja United masih kesulitan, lalu apa yang terjadi jika keduanya ditarik keluar. Penggantinya pun tidak memberikan dampak yang baik untuk bisa mengganti peran keduanya. Lapanglah jalan Soton yang akhirnya dapat gol kedua melalui tendangan sudut.

“Penyebab kami kalah bukan karena kelelahan. Saat Anda tidak memanfaatkan kesempatan Anda dengan baikdan lawan melakukannya, ini dapat terjadi. Gol-gol seperti itu memang kadang bisa terjadi. Kami bertahan dengan mengecewakan. Kami cuma bisa menyesali peluang-peluang yang gagal kami konversi, kata Ole Gunnar Solskjaer.

Ole pantas menyesal karena saat mereka tidak bisa mengendalikan penguasaan bola, peluang-peluang yang ada tidak dimaksimalkan dengan baik. Martial punya dua kali kesempatan mencetak gol dalam proses satu lawan satu, sedangkan Rashford bisa mencetak gol dari jarak dekat. Semuanya terbuang sia-sia. Ketika mereka gagal menang, maka penyesalan yang hanya bisa muncul.

Southampton sendiri pantas mendapat apresiasi dari pertandingannya semalam. Ralph beruntung bisa memiliki dua pemain seperti Oriol Romeu dan James ward-Prowse di lini tengah serta Nathan Redmond dan Stuart Armstrong di sayap. Menjaga salah satu dari keempatnya membuat Soton punya opsi lain untuk menekan. Mematikan Ward Prowse, maka mereka bisa melepas bola ke Redmond dan Armstrong. Menutup ruang gerak di sayap, maka Prowse bisa leluasa sendirian. Ole tidak punya formula untuk mengatasi kelebihan tim yang pernah dibantai hampir dengan sepuluh gol oleh Leicester City tersebut.

Dari semua kelemahan United pada laga kemarin, masalah sepak pojok menjadi masalah yang tampaknya belum bisa diatasi oleh Ole. Musim ini, mereka sudah beberapa kali kebobolan dari bola mati. Punya pemain seperti Harry Maguire tidak akan berguna jika cara mereka dalam bertahan menghadapi bola mati tidak diperbaiki.

Yang paling menyebalkan lagi adalah pemain pelapis. Kualitasnya bak bumi dan langit. McTominay dan Fred entah kenapa kembali medioker dalam beberapa laga terakhir setelah keduanya tampil bagus pada paruh pertama. Pelapis di lini depan? Selagi masih ada Lingard dan Andreas jangan harap United punya kualitas yang setara dengan Bruno Fernandes. Begitu juga Daniel James yang magisnya mulai luntur. Sudah buruk seperti ini, tapi terkesan tidak ada niat untuk memperbaiki penampilan.

Para pemain United hanya bisa menunduk lesu melihat kegagalan mereka. Tugas yang seharusnya bisa mereka selesaikan dengan baik justru gagal karena kesalahan sendiri. Ole menyebut kalau kegagalan ini menjadi peringatan timnya untuk bangkit. Sang manajer juga tidak mau kejadian musim lalu terulang saat United justru main buruk dalam tiga laga terakhir penutup kompetisi.

Pendukung United masih optimis tim kesayangannya bisa finis pada peringkat ketiga. Alasannya karena Chelsea dan Leicester masih akan bertemu tim kuat seperti Liverpool, Spurs, dan Leicester City, sedangkan United hanya berhadapan dengan tim bottom half yaitu Crystal Palace dan West Ham United.

Akan tetapi, tim-tim seperti Palace dan West Ham ini yang sulit ditebak penampilannya dan bisa tampil mengejutkan layaknya Southampton. Kalau Chelsea dan Leicester kehilangan poin, tapi United juga melakukan solidaritas yang tinggi seperti match kali ini maka jangan harap bisa mendapat tiket ke Liga Champions melalui jalur liga. Melalui jalur Europa League juga belum ada jaminan United bakal melenggang mulus menjadi juara.

Perlu diingat pula kalau dini hari nanti Chelsea sudah membuka pekan ke-36 melawan Norwich. Menang, maka mereka bisa melebarkan jarak menjadi tiga poin yang bisa mempersulit United kedepannya. Selain itu, United juga harus berhadapan dengan Chelsea pada semifinal Piala FA pada akhir pekan nanti. Pikiran Ole sudah pasti terpecah untuk membuat timnya bisa tampil baik demi bisa memenuhi ambisinya yaitu meraih gelar dan mendapatkan tiket UCL melalui jalur liga.