Kekalahan Manchester United atas Brighton tidak hanya menghentikan catatan bagus Setan Merah dalam lima pertandingan terakhir mereka di Premier League, namun juga membuat kelayakan mereka untuk berada pada zona empat besar mulai kembali dipertanyakan.

Luke Shaw sadar kalau dirinya membuat kesalahan yang sangat fatal pada pertandingan semalam. Seandainya ia tidak mengangkat tangan dalam duel udara pada sepak pojok terakhir Brighton dini hari tadi, timnya mungkin bisa membawa pulang satu angka. Apes, tangannya justru menjadi awal petaka United yang kembali menderita kekalahan di kandang tim-tim top sembilan.

“Saya tidak bisa menutupinya, saya mengakui kesalahan itu. Saya mengambil tanggung jawab tersebut. Itu adalah kesalahan. Sangat menyakitkan. Saya tidak bisa menjelaskan kenapa tangan saya bisa ada di atas sana,” kata Shaw.

Meski demikian, Shaw masih pede kalau timnya bisa menyelesaikan kompetisi pada zona empat besar. Ia menambahkan kalau United masih memegang pole position untuk bisa kembali ke Liga Champions musim depan.

Akan tetapi, sulit untuk menyandingkan optimisme Shaw tersebut dengan realita yang ada di lapangan. Nyatanya United masih suka goyah dan gampang kehilangan fokus. Setidaknya ini sudah terlihat dalam laga melawan Brighton dan juga Spurs beberapa hari sebelumnya.

Inilah yang membuat kelayakan mereka untuk bisa finis di empat besar kembali dipertanyakan. Apalagi tim ini tampak mulai seperti kehabisan bensin. Mereka memang masih unggul empat angka dan satu laga dari Liverpool. Namun melihat bagaimana Si Merah belum pernah kalah sejak terakhir terjadi saat melawan Manchester City, maka pantas rasanya United ketar-ketir.

Ditambah Liverpool kerap meraih kemenangan dengan skor atau jumlah gol yang relatif besar seperti ketika melawan Spurs, Forest, dan Leeds United. Persebaran gol yang terbilang merata juga menunjukkan bahwa mereka tidak ketergantungan terhadap satu pemain saja.

Hal ini berbeda dibandingkan dengan United. Tanpa Rashford, United seperti tidak punya mesin gol lain. Anthony Martial dan Wout Weghorst tampak seperti kartu mati. Jadon Sancho dan Antony juga masih inkonsisten. Yang lebih menyedihkan, penggemar tandang United bernyanyi “Jika Weghorst mencetak gol, kami berada di lapangan,” begitu menurut penuturan Manchester Evening News.

Semalam, lagi-lagi Ten Hag mempertanyakan kualitas penyelesaian akhir para pemainnya. Entah ini sudah yang keberapa kali dia berbicara soal itu. United era Ten Hag bukannya tidak bisa membuat peluang, tapi mereka tidak bisa mengonversi peluang itu menjadi gol. Luke Shaw pun sampai bilang kalau saja penyelesaian akhir teman-temannya bisa lebih bagus sedikit, timnya sudah unggul 3-0 pada babak pertama.

Untuk ukuran tim yang punya target empat besar, produktivitas United memang masih jauh dari kata elite. Hanya punya 49 gol, lebih rendah dari tim penghuni tujuh besar. Bahkan semua tim lain di zona tujuh besar sudah bisa membuat minimal 60 gol.

United memang hanya butuh sembilan angka lagi untuk bisa memastikan diri lolos ke Liga Champions, dengan asumsi Liverpool memenangkan semua empat laga sisa mereka. Jika melihat dari sisa lawan yang dihadapi, United hanya akan melawan tim-tim papan bawah seperti West Ham, Bournemouth, Wolves, dan Chelsea. Hanya Fulham yang mungkin bisa jadi sandungan.

Selain itu, tiga laga diantaranya dimainkan di kandang. Sekilas memang menguntungkan, namun jika United masih mengulangi permainan seperti melawan Brighton dimana tidak ada ketenangan di lini tengah, kerap terburu-buru dan miskin ide di sepertiga akhir, dan masih menyia-nyiakan peluang, maka jangan heran kalau musim depan kita akan kembali mendengar anthem Europa League lagi alih-alih Champions League.