Edwin Van der Sar, berjaya bersama United pada usia tua. Foto: Shoot

Niat membeli Van der Sar hanya sebagai pembimbing penjaga gawang yang lebih muda, namun kenyataannya dia justru menjadi jawaban dari segala permasalahan United.

Pada 5 Juni 2005, United resmi mendatangkan Edwin van der Sar, seorang penjaga gawang kelas dunia yang sempat nyasar bersama klub papan tengah asal London. Hanya dengan dana sebesar 2 juta paun, Setan Merah berhasil menjadikan Van der Sar sebagai rekrutan pertama di era kepemimpinan keluarga Glazer.

Penjaga gawang Belanda ini langsung masuk ke dalam skuad utama untuk menggantikan posisi Roy Carroll yang dilepas ke West Ham United. Akan tetapi, Van der Sar sebenarnya hanya dibeli sebagai mentor Tim Howard dan kiper muda lainnya. Usianya yang sudah 35 tahun membuat Ferguson merasa kalau Van der Sar tidak akan bertahan lama karena prioritas utamanya adalah menjadikan Howard sebagai kiper masa depan klub.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Van der Sar bertahan hingga enam tahun bersama United. Durasi yang cukup panjang untuk seorang pemain veteran di sebuah klub besar. Selama pengabdiannya di Old Trafford, ia mendapat banyak gelar bergengsi sekaligus membuat seorang Tim Howard harus bergeser menuju Merseyside.

Berbicara soal Van der Sar maka kita tidak bisa meninggalkan kisah perjalanan kariernya yang begitu unik. Pada awal kariernya, Van der Sar adalah salah satu generasi emas dari skuad Ajax Amsterdam asuhan Louis van Gaal. Di sana, ia mendapat banyak sekali gelar untuk klub maupun individu. Ia bahkan meraih tiga gelar di level benua dan satu kali menjadi juara Piala Interkontinental.

Akan tetapi, kariernya berantakan ketika mencicipi persaingan kompetisi Serie A bersama Juventus. Sempat menjadi andalan selama dua musim, posisinya tergusur ketika mereka membeli Gianluigi Buffon. Apes bagi dirinya karena saat itu ia kesulitan mendapat klub yang benar-benar serius untuk merekrut dirinya.

“Saat itu, ada cukup banyak perpindahan antara penjaga gawang di Italia. Buffon ke Juventus, Toldo ke Inter, dan Frey ke Parma. Semacam sebuah pertikaian antara kiper-kiper top, lalu saya ditinggalkan. Saya kemudian bicara dengan Ajax, Dortmund, dan Liverpool, namun dua klub terakhir memilih menunggu sampai akhir jendela transfer,” ujarnya kepada Four Four Two.

Sungguh ironis memang mengingat Van der Sar saat itu tengah berada dalam puncaknya sebagai pemain sepakbola. Pada 1995, ia membawa Ajax juara Eropa. Tiga tahun kemudian, ia membawa Belanda ke semifinal Piala Dunia. Usianya baru 30 tahun dan masih layak membela klub besar.

Liverpool sempat ingin merekrutnya pada 1999. Ia bahkan sempat bertemu dengan pemilik Si Merah dan telah keliling Anfield. Akan tetapi, Van der Sar memilih Italia karena dianggap sebagai pilihan yang tepat untuk berkarier. Ketika harapannya gagal, Liverpool justru menunggu hingga bursa transfer mendekati kata akhir yang kemudian lebih memilih merekrut Jerzy Dudek.

Pada saat Liverpool ingin membelinya pada 1999, United juga ikut serta dalam perburuan. Namun saat itu, United sudah membuat kesepakatan dengan Mark Bosnich yang membuat mereka tidak jadi mendekati Van der Sar. Saat sang penjaga gawang kesulitan mencari peminat, United sudah punya Barthez.

Van der Sar jelas tidak puas hanya menjadi nomor dua. Sayangnya, ia tidak mendapat klub yang bisa benar-benar meyakinkannya untuk pindah. Hingga pada akhirnya, Fulham datang membawanya keluar dari masa sulit. Tidak sedikit yang heran ketika dia memilih Fulham mengingat tim ini hanya tim promosi. Namun, keinginan Van der Sar saat itu hanya sederhana yaitu bisa terus main sebagai nomor satu. Atas alasan ini mengapa tawaran 7 juta paun The Cottagers diterima oleh Juve.

“Fulham punya ambisi besar karena mereka baru masuk Premier League dan mendatangkan banyak pemain baru. Saya hanya ingin main sepakbola. Saya bicara dengan Louis van Gaal dan dia menyambut positif kepindahan saya,” ujarnya.

Fulham berhasil memenuhi harapan Van der Sar. Tempat di tim utama sudah pasti menjadi milik dia. Begitu juga dengan statusnya sebagai penjaga gawang timnas Belanda yang belum bisa digeser oleh kiper mana pun. Permainannya justru semakin konsisten meski usianya sudah tua. Catatan 154 penampilan dan 49 kali nirbobol adalah pencapaian yang cukup bagus untuk tim sekelas Fulham.

Ia juga merasa dihargai. Jauh berbeda jika dibandingkan saat ia menjadi pemain Juventus. Akan tetapi, Van der Sar sebenarnya masih menyimpan hasrat besar untuk bisa bermain di klub besar. Ia masih rindu untuk bisa angkat piala prestisius lagi. Dua trofi terakhir yang bisa diraih hanya Piala Intertoto.

“Saya melihat kepindahan ke Fulham sebagai satu langkah ke belakang untuk mencoba membuat banyak langkah maju ke depan,” katanya menambahkan. “Jika saya tetap di Fulham, saya mungkin sudah pensiun. Setelah tahun ketiga dan keempat, saya merasa kalau harapan bermain di klub besar sudah hilang.”

“Saya ke Fulham karena proyek mereka yang bagus meski tidak terlalu berhasil. Saya mungkin masih bisa bermain di level tertinggi dan tim nasional, tetapi saya mulai melewatkan malam bermain di Eropa dan menantang gelar. Saya ingin tahu, berapa lama sampai seseorang menjemput saya,” ujarnya pada 2009.

Pada akhirnya, keputusan memilih Fulham kemudian menjadi pilihan tepat bagi Van der Sar. Pada 2005 Ferguson datang menjemputnya untuk memberikan karier yang jauh lebih baik. Tidak ada drama-drama lagi seperti klub yang sudah membeli Mark Bosnich. Meski sudah punya Howard dan dipersiapkan menjadi kiper jangka panjang, namun kenyatannya justru Van der Sar yang bergelimang kesuksesan.

“United tertarik merekrut saya lagi dan itu menjadi momen yang spesial. Momen ini kemudian membuat saya berpikir kalau saya membuat langkah yang tepat ketika memilih Fulham. Untuk membuat langkah yang lebih bagus lagi,” ujarnya.

Hingga menutup karier pada 2011, Van der Sar memberikan empat gelar Premier League, satu Liga Champions, satu Piala Dunia Antarklub, satu Piala Liga, dan tiga Community Shield. Ia juga tiga kali masuk PFA Team of the Season, satu kali mendapat gelar Golden Glove dan menjadi penjaga gawang terbaik UEFA 2009. Ia juga mencatatkan rekor sebagai penjaga gawang dengan rekor tidak kebobolan terpanjang di Premier League.

Namun puncak dari karier seorang Van der Sar adalah ketika dia menjadi jawaban dari masalah United yang kesulitan mencari penjaga gawang sejak hengkangnya Peter Schmeichel. Butuh enam tahun bagi mereka untuk bisa bertemu kembali dan menggapai banyak kesuksesan. Itu semua tidak akan terjadi apabila United memutuskan untuk tidak mencari kiper dan Van der Sar memilih untuk pensiun.

“Saya tahu kalau Ferguson menginginkan saya lebih cepat. Namun mereka sudah mendatangkan Mark Bosnich. Ide menjadikan saya pengganti Peter Schmeichel selalu berada dalam pikiran saya. Namun butuh enam tahun yang panjang dan mereka sempat mencoba penjaga gawang lain dalam periode tersebut,” ujarnya menambahkan.

Kolaborasi keduanya bisa terjalin berkat konsistensi, kepercayaan, kerja keras, dan yang paling penting adalah kesabaran dari kedua belah pihak. United sabar menanti, dan Van der Sar sabar untuk menunggu.