Momen ketika Giggs gagal mencetak gol ke gawang kosong saat melawan Arsenal. (Foto: whoateallthepies.com)

Beberapa waktu lalu, Athletic Bilbao memberikan sebuah penghargaan kepada legenda Manchester United, Ryan Giggs. Penggawa asal Wales tersebut mendapat penghargaan “One Club Man” atas kesetiaan dan komitmennya selama membela Setan Merah. Dia dianggap memenuhi lima komponen yang menjadi penilaian yaitu kesetiaan, komitmen, tanggung jawab, sportif, dan rasa hormat.

“Ryan Giggs adalah pemain yang luar biasa. Beberapa legenda sepakbola menunjukkan rasa hormat terhadap nilai-nilai sepakkbola, salah satunya bermain bersama satu klub yaitu Manchester United,” begitu isi pernyataan Athletic Bilbao dalam situs resmi mereka.

Penghargaan seperti ini pertama kali diberikan oleh Bilbao pada tahun 2015. Ketika itu, Matt Le Tissier menjadi pemenang. Matt dikenal karena kesetiannya membela Southampton selama 17 musim. Setelah itu, pemenang penghargaan ini diraih oleh Paolo Maldini (AC Milan), Sepp Maier (Bayern Munich), Carles Puyol (Barcelona), dan duet Malin Mostrom (Umea IK) dan Billy McNeill (Celtic).

Biasanya, pemain yang menjadi pemenang akan diundang ke San Mames dan akan menerima penghargaan tersebut pada jeda babak pertama. Ia nantinya akan ditemani oleh pemilik rekor penampilan terbanyak sepanjang masa, Jose Angel Iribar, dan pemain paling muda dari akademi Bilbao. Belum diketahui, apakah akan ada seremoni serupa untuk Giggs mengingat beberapa penerbangan ke luar negeri masih terganggu akibat pandemi virus Corona.

Cemooh dan Kritik Pada Musim 2002/2003

Tidak salah memang memilih Giggs untuk menjadi pemenang penghargaan tersebut. Kita semua sudah tahu kalau seluruh karier profesionalnya hanya dihabiskan bersama Manchester United. Bermain selama 24 musim, ia mengumpulkan 963 penampilan dan 168 gol. Kariernya juga semakin lengkap dengan gelar-gelar bergengsi baik itu bersama United maupun pencapaiannya sebagai individu.

13 gelar liga Inggris berhasil ia dapatkan. Gelar ini ditambah dengan keberhasilannya meraih dua gelar Liga Champions Eropa. Dari sektor individu, Giggs mendapat beberapa penghargaan seperti Pemain muda terbaik, enam kali masuk dalam skuat terbaik Premier League, hingga mendapat gelar sebagai Pemain Terbaik versi PFA.

Namun, yang paling fenomenal dari perjalanan karier seorang Giggs adalah kemampuan dirinya untuk bisa konsisten bermain di level tertinggi. Bahkan saat menjadi pemenang pemain terbaik PFA 2008/2009, usianya saat itu sudah memasuki 35 tahun.

Memiliki dedikasi dan loyalitas bersama Manchester United, nyatanya kisah Ryan Giggs di Manchester United juga kerap diwarnai rintangan. Salah satunya adalah mengatasi keinginan untuk pindah klub. Ada masa ketika Giggs merasa kalau dia sudah tidak layak lagi membela United sehingga pindah klub menjadi jalan keluar untuk menyelamatkan karier.

Musim 2002/2003 menjadi musim yang patut untuk dilupakan oleh pria yang sebelumnya memiliki nama Ryan Wilson tersebut. Kala itu, ia diterpa gosip kalau Sir Alex Ferguson akan menjualnya pada akhir musim. Hal ini tidak lepas dari performa buruk si pemain sepanjang musim.

“Pada musim 2002/2003, saya tidak memulai kompetisi dengan baik. Musim itu menjadi momen ketika David Beckham pergi. Pada saat yang sama, saya berpikir mungkin saya juga akan ditendang keluar oleh pelatih,” kata Giggs dalam situs resmi United.

Sebenarnya, penampilan Giggs tidak buruk-buruk amat sepanjang musim tersebut. Ia mencetak 14 gol dan menjadi pencetak gol terbanyak keempat setelah Van Nistelrooy, Scholes, dan Ole Gunnar Solskjaer. Ia menambahnya dengan membuat 12 asis. Namun, penampilan Giggs di atas lapangan terus mengundang kritik dan dianggap sudah habis.

Ia pernah dicemooh saat ditarik keluar lapangan pada leg pertama semifinal Piala Liga melawan Blackburn Rovers pada 2003 silam. Keadaan semakin sulit saat Giggs membuang peluang emas ketika United kalah dari Arsenal pada Piala FA. Ketika itu, Giggs tidak bisa mencetak gol meski gawang The Gunners sudah kosong tanpa penjagan.

Beberapa minggu setelah kekalahan dari Arsenal, isu penjualan Giggs semakin mencuat. Bahkan Sunday Mirror saat itu melansir kalau hengkangnya Giggs disebabkan karena adanya keretakan di dalam ruang ganti United. Giggs juga lebih sering memulai laga dari bangku cadangan.

17 tahun sejak kejadian tersebut, Giggs berbicara kalau perpindahan posisi menjadi penyebab permainannya tidak begitu konsisten. Ketika itu, Ferguson beberapa kali sering memainkan Giggs sebagai gelandang tengah. Proses transisi ini kemudian berdampak pada permainannya di atas lapangan.

Inter Milan ketika itu menjadi kesebelasan yang paling berminat untuk mendatangkan Giggs. Spekulasi media menyebut kalau dia akan ditukar dengan pemain Inter yang memiliki shoot power 99 di Winning Eleven, Adriano.

“Saat itu, saya berusaha menemukan bagaimana cara agar saya bisa menjadi pemain yang paling efektif. Sejujurnya saya tidak merasa bermain baik karena sedang berada dalam fase transisi” tuturnya.

Titik balik Giggs datang ketika United mengalahkan Juventus dengan skor 3-0. Pada pertandingan tersebut, ia mencetak dua gol yang salah satunya dibuat melalui solo run dari tengah lapangan. Giggs merayakan gol tersebut dengan menunjuk namanya di bagian belakang jersey-nya sebagai sinyal kalau dia belum habis dan akan bertahan lama bersama United.

“Ketika Anda tidak bermain dengan sangat baik, maka hal-hal seperti ini (rumor pindah klub) bisa terjadi dan Anda akan terhubung dengan klub lain. Jika saya mulai membicarakannya, maka hanya akan membuat rumor tersebut menjadi semakin panas. Tetapi yang saya tekankan di sini adalah saya ingin bertahan di United,” kata Giggs.

“Sepuluh pertandingan terakhir, saya merasa baik-baik saja. Namun, sebelumnya memang tidak berjalan dengan baik. Saya menetapkan standar yang tinggi untuk diri sendiri dan ketika saya mengalami penurunan, maka saya akan mendapat kritikan. Saya tahu beberapa penggemar tidak bahagia dan tidak masalah karena mereka membayar untuk menonton saya dan saya tidak bermain baik. Tapi sekarang, saya sudah bekerja keras dan mudah-mudahan segalanya berubah sejak saat ini,” ujar Giggs menambahkan.

Beruntung, pelan-pelan rumor tersebut mulai menghilang seiring berjalannya waktu. Sejak saat itu, Giggs bertahan bersama United. Ia mulai nyaman dengan perannya bermain pada dua posisi yaitu sebagai pemain sayap dan pemain tengah, mempersembahkan 13 gelar Premier League, menjadi penentu gelar liga United pada musim 2007/2008, serta memainkan peran kunci dalam kemenangan United pada Liga Champions di tahun yang sama.