Foto: Team Talk

Pada bagian pertama, kami sudah merilis empat nama mantan pemain United yang layak masuk dalam Hall of Fame Premier League. Mereka adalah Ryan Giggs, Paul Scholes, Gary Neville, dan David Beckham. Dari empat nama pertama, besar kemungkinan Giggs, Scholes, dan Neville akan terpilih dan mendapat penghargaan khusus.

Pada bagian kedua ini, ada empat nama lagi yang menurut kami layak masuk dalam Hall of Fame Premier League. Sama dengan keempat nama pertama, mereka-mereka ini juga meraih banyak prestasi di kompetisi Premier League. Baik bersama United maupun dengan tim-tim liga Inggris lainnya.

Eric Cantona (156 penampilan, 70 gol, 4 trofi Premier League)

Jumlah gol Eric Cantona mungkin tidak seperti Ryan Giggs atau bahkan Wayne Rooney yang bisa membuat 100 gol. Namun untuk pemain yang hanya bermain 156 penampilan, Eric bisa dibilang salah satu penyerang yang tajam. Jika kariernya tidak berhenti di usia 31, maka bukan tidak mungkin caps dan golnya akan bertambah.

Karier Cantona dimulai ketika ia membawa Leeds United menjadi juara Divisi Utama Inggris sebelum kompetisi tersebut berubah wajah menjadi Premier League. Pada November 1992, ia kemudian hijrah ke Manchester United. Masuknya Cantona ke United langsung memberikan dampak yang signifikan. Perannya di atas lapangan membuat United mengakhiri puasa gelar 27 tahun dan memberikan tiga gelar liga tambahan sebelum pensiun secara mengejutkan pada 1997.

Peter Schmeichel (310 penampilan, 1 gol, 5 trofi Premier League)

Ada tiga kesebelasan Premier League yang pernah diperkuat oleh ayah dari Kasper ini, namun sinarnya jelas terpancar ketika bermain untuk United. Kariernya bisa dibilang sangat terlambat karena ia sebelumnya adalah atlet bola tangan. Siapa yang menyangka, kalau kemampuannya bermain bola dengan tangan membawanya menjadi salah satu penjaga gawang terbaik di Eropa.

Schmeichel begitu dikagumi karena kemampuannya menghentikan tembakan serta penempatan posisinya yang bagus di depan gawang. Tubuhnya yang besar juga membuat ngeri penyerang yang sedang berhadapan satu lawan satu dengannya. Otot tangannya yang kuat membuatnya bisa melempar bola hingga jarak yang jauh. Beberapa kali serangan balik United dimulai dari lemparannya.

Rio Ferdinand (504 penampilan, 11 gol, 6 trofi Premier League)

Nama Rio Ferdinand mencuat pertama kali ketika ia bermain untuk West Ham United pada Premier League 1996. Bahkan ketika usianya belum genap 20 tahun, ia sudah menjadi andalan di lini belakang The Hammers. Pada musim panas 2000, ia pindah ke Leeds United dengan memecahkan rekor transfer pemain belakang yaitu 18 juta Pounds.

Dua tahun kemudian, ia pindah ke United dengan nilai yang jauh lebih tinggi yaitu mendekati 30 juta Pounds. Kepindahannya saat itu sangat kontroversial mengingat Leeds dan United adalah rival. Semasa aktif bermain, Rio dikenal sebagai bek yang tangguh dan duetnya bersama Nemanja Vidic membuat lini belakang United sempat menjadi lini belakang yang solid pada musim 2008/2009. Total ia memiliki enam medali Premier League yang semuanya didapat bersama United dan menjadi pemain terakhir yang mencetak gol di laga kandang terakhir Sir Alex Ferguson.

Roy Keane (366 penampilan, 39 gol, 7 trofi Premier League)

“Saya pikir kalau saya akan dihabisi olehnya saat itu.” Itulah ungkapan dari Sir Alex Ferguson ketika berhadapan dengan Roy Keane. Manajer dengan watak sekeras Fergie saja ternyata masih ngeri ketika berhadapan dengan Keane. Itulah bukti betapa kerasnya karakter pria Irlandia tersebut.

Di atas lapangan, karakter keras Keane memang mudah dilihat. Ia tidak segan-segan akan melancarkan tekel, memprovokasi, atau melakukan aksi-aksi jahil yang bisa membuatnya diusir dari lapangan. Namun itu semua ia lakukan demi membela lambang United di dada.

Keane adalah seorang gelandang bertahan yang tidak hanya dibekali kemampuan sepakbola yang baik. Ia juga adalah pemain yang memiliki karakter, dan leadership yang membuatnya dihormati oleh sesama pemain lain. Inilah yang membuat ia didaulat menjadi kapten selepas pensiunnya Cantona. Sayangnya, kariernya dengan United berakhir pada 2005 setelah konflik dengan Sir Alex Ferguson.