Foto: MansfieldTown.net

Piala FA 1983 merupakan gelar pertama yang diberikan oleh Ron Atkinson sebagai manajer Manchester United setelah menggantikan Dave Sexton. Pada pertandingan yang berlangsung di Wembley Stadium, Setan Merah menang telak 4-0 atas Brighton and Hove Albion melalui gol dari Bryan Robson (dua gol), Norman Whiteside, dan Arnold Muhren.

Dari tiga pencetak gol tersebut, satu nama mencuat menjadi buah bibir di kalangan pendukung United saat itu. Dia adalah Norman Whiteside. Satu gol yang ia ciptakan saat itu mencatatakan namanya sebagai pencetak gol termuda pada final Piala FA. Usianya saat itu adalah 18 tahun 18 hari.

Golnya ke gawang The Seagulls saat itu adalah rekor terusan dari yang ia ciptakan nyaris dua bulan sebelumnya. Pada 26 Maret 1983, Norman mencetak satu gol ketika United kalah dari Liverpool pada final Piala Liga. Mengecoh Alan Hansen, sepakan mendatarnya tidak bisa ditahan penjaga gawang Bruce Grobbelaar saat itu. Sama seperti di Piala FA, golnya kala itu menjadikan Norman sebagai pencetak gol termuda pada final Piala Liga di usia 17 tahun 323 hari.

Sama seperti Marcus Rashford, Norman Whiteside saat itu langsung menjadi pusat perhatian publik Manchester pada era 80-an. Potensi terbaiknya langsung muncul ketika usianya masih sangat belia. Sejak usia belasan, Norman sudah punya potensi hebat untuk menjadi pemain besar. Beberapa klub besar Inggris saat itu seperti Liverpool dan Ipswich saat itu tertarik untuk memberikannya trial.

Betapa berbakatnya Norman bisa dilihat dari banyaknya anggapan orang saat itu yang menilainya memiliki kemiripan dengan George Best. Sejak usia 14 tahun, ia sudah dibandingkan dengan legenda besar dunia. Sama-sama punya kecepatan, sama-sama bermain di sayap. Entah kebetulan atau tidak, keduanya sama-sama dari Belfast, Irlandia Utara, dan ditemukan dengan orang yang sama yaitu Bob Bishop.

Panggilan di Gedung Putih

Jim Rodgers, pemandu bakat Ipswich, melaporkan kalau ada bocah yang berbakat dan bisa menjadi pemain bintang bagi mereka. Namun manajer mereka saat itu, Bryan Robson, menolak karena usia Norman saat itu baru 13 tahun. Penolakan ini kemudian dimanfaatkan oleh Bob dan ia menawarkan Norman untuk trial. Kebetulan, orang tua Norman juga pendukung fanatik United.

“Saya berusia 13 dan saya langsung pergi ke Old Trafford untuk menemui dua orang yaitu Sir Matt Busby dan Jimmy Murphy, keduanya berdiri bersama Kath, resepsionis klub. Sir Matt merangkul saya dan berkata ‘kami akan menjaga Anda, nikmati waktu di Manchester United,” katanya dalam United Podcast.

Hanya butuh waktu seminggu bagi Norman untuk bisa mengesankan pihak Manchester United. Tidak mau kehilangan kesempatan, United langsung mengirimkan pra-kontrak agar bisa ditandatangani langsung oleh Norman. Sayangnya, langkah United menemui hambatan. Ketika United mengirimkan kontrak untuknya, Norman tidak ada di rumah. Dia sedang study tour bersama sekolahnya ke Amerika Serikat.

“Setelah saya menjalani trial pada hari Jumat, sekolah kami langsung pergi ke Amerika Serikat. Pada hari Senin, saya berada di Old Trafford dan Senin berikutnya saya berada di White House bersama Presiden Amerika Serikat.”

“Pada tahun 1978, Jimmy Carter adalah Presidennya. Saya keluar dari ruang oval yang terkenal itu dan guru saya langsung menarik saya dan bilang kalau orang tua saya sedang menelepon. Mereka bilang kalau United mau mengontrak saya,” sambungnya.

Pihak United memberikan kontrak selama satu tahun sebagai pemain magang dan tiga tahun sebagai pemain profesional. Yang menarik, surat kontrak itu ternyata kosong dan hanya ada tanda tangan Norman di sana. Sebuah tanda tangan yang bernilai besar karena bermakna Norman sudah punya komitmen dengan United.

Langkah Norman menuju tim utama memang sangat cepat. Pada saat itu, United punya tiga lapis tim yaitu tim junior, tim cadangan, dan tim utama. Norman akan merasakan bermain sebagai tim junior, namun setelah itu ia tidak akan mencicipi bermain bersama tim cadangan. Ia langsung masuk tim utama pada usia 17 tahun.

“Norman luar biasa. Jika dia memiliki kecepatan yang lebih baik lagi, dia mungkin menjadi pemain terbaik sepanjang masa. Semua orang menyebut Norman sangat kompetitif dan begitu agresif, tetapi saya katakan kepada Anda kalau dia memiliki otak sepakbola yang begitu fenomenal,” kata Ron Atkinson mengenang kembali momen dia melatih Norman.

Akan tetapi, tidak ada perjalanan yang mudah untuk menggapai sesuatu. Itu pula yang dialami oleh Norman. Ia memang akan mendapat kesempatan bermain bersama tim utama pada usia yang masih sangat muda. Namun, ia juga harus merasakan penderitaan bernama cedera pada usia yang juga sangat muda.

Bayangkan, pada usia 15 tahun ia mengalami cedera pangkal paha. Pijatan yang ia gunakan sebagai bagian dari penyembuhan justru membuat panggulnya bermasalah. Akibatnya, kecepatan Norman langsung berkurang dalam permainan. Pada Juli 1981, ia mengalami cedera lutut yang membuatnya harus menjalani operasi dan istirahat selama enam bulan. Beruntung, pelatih tim muda United, Eric Harrison berhasil membuat Norman kembali bugar seperti sedia kala dan bersiap untuk memasuki pintu tim utama.

Kesempatan bermain bersama tim utama akhirnya terbuka pada 24 April 1982 alias dua minggu sebelum Norman merayakan sweet seventeen-nya. Ia bermain selama 12 menit dalam pertandingan antara United melawan Brighton. Laga yang membuat dirinya menjadi pemain termuda yang melakukan debut setelah Duncan Edward pada 1953.

“Sebuah momen hebat bagi bocah berusia 16 tahun. Saya tahu kalau itu adalah pencapaian yang lumayan. Tidak banyak pemain berumur 16 tahun yang bisa bermain untuk United,” ungkapnya.

Pada hari ulang tahunnya, barulah dia menandatangani kontrak profesional sesuai kesepakatan beberapa tahun sebelumnya yaitu tiga tahun. Pada pekan terakhir Liga Inggris musim 1981/1982 atau delapan hari setelah ulang tahunnya yang ke-17, Norman menjalani debutnya sebagai starter melawan Stoke City. United menang 2-0 dengan satu gol dibuat oleh Norman. Catatan yang belum membuatnya puas mengingat dua penampilan tersebut adalah awal dari karier panjanganya bersama Setan Merah.

Pemain Muda Piala Dunia

Meski baru bermain dua pertandingan, dan hanya mengumpulkan menit main kurang dari 120 menit, namun Norman Whiteside langsung menjadi favorit penggemar Manchester United pada saat itu. Mereka sudah siap untuk melihat lahirnya bintang baru yang bisa membawa Setan Merah menggusur kehebatan Liverpool yang sulit dijatuhkan.

Sensasi Norman ternyata tidak berhenti di situ. Dua laga yang ia jalani ternyata cukup untuk membawanya masuk ke tim nasional Irlandia Utara. Pelatih Irlandia Utara, Billy Bingham, membuat keputusan mengejutkan dengan langsung membawa Norman dalam 22 nama yang akan bermain pada Piala Dunia 1982 di Spanyol.

Menurut These Football Times, Bingham hanya membawa Norman untuk ikut berlatih saja karena dia adalah salah satu bocah spesial. Sang pelatih bahkan tidak memberikan jaminan kepadanya. Namun lama kelamaan Bingham merasa kalau si pemain ini bisa membuatnya terkesan. Itulah yang kemudian terjadi sepanjang sesi latihan yang membuat ia yakin kalau Norman akan menjadi starter.

Dalam turnamen yang menghasilkan Italia sebagai juara tersebut, langkah Irlandia Utara terhenti pada fase grup kedua. Namun bagi Norman, ajang itu memberikan pengalaman luar biasa terhadap perkembangan permainannya. Sesuai dengan janji Bingham ia bermain sebagai starter di semua pertandingan yang dimainkan Irlandia Utara. Ia memang tidak mencetak gol, namun mentalitas dan determinasinya di atas lapangan saat itu membuat kagum Bingham. Ia tidak takut saat bermain dengan pemain-pemain bintang seperti Juanito atau Michel Platini.

Salah satu jurnalis dari situs resmi United, Adam Marshall, menceritakan betapa besarnya mental seorang Norman yang tidak gentar meski beberapa kali menerima perlakuan kasar dari pemain tuan rumah. Inilah yang membuat ia sudah seperti seorang pria meski umurnya masih belia. Norman sendiri kemudian kembali ke Manchester United dengan membawa rekor sebagai pemain termuda yang pernah bermain pada Piala Dunia yaitu 17 tahun 41 hari. Rekor yang masih bertahan hingga sekarang.