Foto: Chinaples

Bagi para penggemar sepakbola, Diego Armando Maradona adalah seorang seniman di lapangan hijau. Segala keburukan yang ia lakukan di luar lapangan kerap tertutupi dengan kisah indah yang ia tunjukkan melalui kedua kakinya (juga tangannya).

Namun bagi orang Argentina, Maradona lebih dari sekadar pemain sepakbola biasa. Beberapa penggemarnya bahkan menyebutnya sebagai D10S (berasal dari kata dios yang artinya adalah Tuhan). Dedikasi yang terdengar gila, namun bagi mereka Maradona adalah sosok yang layak untuk diabadikan dalam sebuah agama dan juga gereja yang direalisasikan oleh Alejandro Veron dan Hernan Amez.

Dan ketika sosok yang diagungkan tersebut hilang dari dunia, maka hanya air mata yang bisa mengiringi kepergiannya. Kemarin malam, Maradona meninggal dunia akibat serangan jantung. Kabar yang cukup menyesakkan mengingat baru beberapa minggu sebelumnya Maradona dikabarkan pulih dari operasi otak. Sambutan dari pendukung Maradona kepada dokter yang mengurus idolanya tersebut kini berubah menjadi tangis penuh kesedihan.

Tidak hanya Argentina yang berduka, tapi seluruh dunia mengucapkan belasungkawa. Mereka yang tidak punya hubungan langsung dengannya juga ikut merasakan kehilangan. Bukti kalau Maradona merupakan sosok yang dihormati di dunia.

Ingin Jadi Pelatih Manchester United

Meski cemerlang sebagai pemain, namun Maradona tidak punya banyak prestasi sebagai pelatih. Ketika melatih timnas Argentina saja, ia nyaris gagal membawa mereka main di Piala Dunia 2010. Beberapa tim yang dilatihnya juga tidak memiliki nama besar seperti Textil Mandiyu, Al Wasl, Deportivo Riestra, Fujairah, dan Dorados de Sinaloa.

Sama seperti manusia lainnya, Maradona juga punya mimpi. Salah satunya adalah melatih klub besar di Eropa. Manchester United adalah salah satu klub yang ingin ia tuju. Setidaknya menurut jurnalis, Andrew Cawthorne. Saat menemani Maradona melakukan perawatan di Kuba tahun 2000 lalu, ia menargetkan United dan Real Madrid sebagai klub yang ingin ia latih suat hari nanti.

Dua dekade kemudian, mimpi itu tidak pernah berubah. Saat keraguan kepada sosok Ole Gunnar Solskjaer sedang tinggi-tingginya, Maradona datang dengan keyakinan kalau Setan Merah bisa meraih piala jika menunjuknya sebagaia manajer.

“Anda United membutuhkan pelatih, maka saya orangnya. Saya tahu kalau mereka menjual banyak kaos di seluruh dunia, tapi mereka juga butuh trofi dan saya bisa melakukan itu. United adalah tim Inggris favoritku karena ada banyak pemain hebat di sana. Tapi sekarang, aku memilih mendukung City karena Aguero,” kata Maradona.

Kunjungan ke Carrington

Maradona tidak pernah berkarier di Inggris. Hanya Argentina, Spanyol, dan Italia, tempatnya menghabiskan waktu sebagai pemain. Meski begitu, Maradona beberapa kali mengunjungi negara Ratu Elizabeth tersebut. Ia kerap menjadi tamu undangan dari tim-tim Inggris termasuk United.

Pada 7 November 2008, Maradona menjadi tamu istimewa di Carrington. Ketika itu, dia baru saja diangkat sebagai pelatih timnas Argentina. Rio Ferdinand mengaku kaget karena pada hari ulang tahunnya, ia bisa bertemu dengan salah satu idolanya. Tidak hanya itu, Maradona juga memberikannya kaus dengan tanda tangannya.

“Bisa berjabat tangan, berpelukan, dan berfoto bersama, membuat ulang tahun saya berjalan luar biasa,” kata mantan pemain Leeds United ini.

“Kami seperti bocah saat berada di sekelilingnya. Di mata saya, dia adalah yang terbaik di dunia. Dia adalah pahlawan saya dan menjadi alasan kenapa saya memilih untuk menjadi pemain sepakbola,” tuturnya menambahkan.

Menjadi Lawan United

Maradona tidak pernah menjadi pemain Manchester United. Akan tetapi, ia pernah bermain melawan Setan Merah. Kejadiannya terjadi pada babak ketiga Piala Winners 1984 dan menjadi salah satu pertandingan terbaik yang pernah dimainkan oleh Manchester United.

United menghadapi Barcelona dalam kondisi tertinggal 2-0 setelah kalah di Camp Nou pada pertemuan pertama. Sejak awal, Maradona sudah mencuri perhatian para penonton yang hadir saat itu.

“Maradona mengelilingi lapangan seperti dia yang punya Old Trafford. Ia bahkan mencetak gol saat latihan dan berlari mengelilingi lapangan seperti mengejek para penonton yang hadir,” kata Andy McMinn, salah satu pendukung United yang hadir pada saat itu.

Tidak hanya mencuri mata penonton, Maradona juga mencuri perhatian para pemain United. Mereka tahu kalau Maradona adalah kunci permainan Blaugrana. Oleh karena itu, mematikan pergerakannya adalah cara efektif untuk menghentikan permainannya.

Hal itu sukses dilakukan oleh anak asuh Ron Atkinson. Mereka menang telak 3-0 berkat dua gol dari Bryan Robson dan satu dari Frank Stapleton. Meski Robson saat itu menjadi pahlawan, namun tetap saja mereka tidak bisa melewatkan pesona seorang Maradona.

“Pemain yang luar biasa. Tidak bisa diragukan kalau dia sejajar dengan Pele. Apa yang sudah ia berikan kepada Argentina begitu luar biasa. Dia adalah orang yang baik, senang rasanya bisa bermain dengannya dan orang-orang terus membicarakannya hingga 36 tahun kemudian,” kata Robson.

“Ini hari paling menyedihkan bagi sepakbola, namun dia meninggalkan memori yang manis,” ujarnya menambahkan.