foto: Strettynews

Musim 2009/10 merupakan musim yang mengejutkan bagi Darren Fletcher. Tidak hanya mendapat banyak kesempatan di Premier League, namun pemain asal Skotlandia ini didapuk sebagai pemain tengah dalam PFA Team of the Season pada musim tersebut bersama Patrice Evra, Antonio Valencia, dan Wayne Rooney.

Itulah puncak dari penampilan seorang Darren Fletcher yang ketika itu baru berusia 26 tahun. Ia memang diproyeksikan untuk menggantikan Paul Scholes yang mulai menurun karena usia. Segalanya berjalan lancar sampai ketika ia divonis menderita radang usus yang menggerogoti penampilan dan bentuk fisiknya.

Dalam Utd Podcast, pemain yang kemudian hijrah ke West Bromwich Albion tersebut bercerita secara rinci tentang masalah yang ia derita saat itu. Banyak sekali hambatan yang harus diterima sampai ia akhirnya bisa kembali merumput dan tampil baik selama beberapa musim bersama WBA. Berikut adalah cerita dari Fletcher yang kami kutip dari situs resmi klub.

Saya Putus Asa

“Saya khawatir tentang segalanya, tetapi yang paling utama adalah karir sepakbola saya. Saya putus asa untuk bisa kembali dan saya melakukan semua yang bisa saya lakukan untuk kembali. Saya mungkin tidak menyadari betapa sakitnya saya saat itu. Saya hanya mengandalkan tekad yang keras kepala. Pada akhirnya, saya kalah dari penyakit itu. Saya mencoba obat-obatan alternatif dan mengubah pola makan saya.”

“Segalanya sudah saya coba sampai kemudian saya angkat tangan dan mengizinkan untuk dilakukan operasi. Mengerikan karena saya ingin cepat-cepat main lagi. Saya tidak ingin penyakit ini menghentikan saya, terutama pada titik karir saya yang saat itu sedang tinggi. Butuh beberapa saat untuk kembali. Saya diberitahu untuk tidak pernah berharap bermain banyak pertandingan oleh semua orang, tetapi saya tidak mau mendengarnya.”

Mental Saya Hancur

“Tidak sulit untuk melihat rekan setim saya bertanding, tapi secara mental saya kesulitan. Saya sadar bahwa saya tidak bisa membiarkan ini semua. Namun secara mental saya tidak bisa merasakan adanya atmosfer pertandingan meski fisik saya ada di sana. Saya tahu jika saya tetap pergi maka mental saya tidak akan pulih. Jadi yang saya lakukan adalah bangun dan cari jalan lain untuk melewati hari itu.”

“Aneh memang karena biasanya Anda memiliki periode untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan sebagai pemain sepakbola. Lalu tiba-tiba Anda dihadapkan dengan penyakit yang saat itu membuat depresi. Tapi saya berusaha agar hal itu tidak terjadi. Saya beruntung mendapat banyak dukungan dari istri, anak, ibu, ayah, dan Sir Alex Ferguson.”

Penyakit Yang Saya Derita Sangat Mengerikan

“Penyakit itu mengancam saya. Beberapa kali saya masuk rumah sakit dan ada tiga sampai empat hari di Edinburgh yang bahkan sama sekali saya tidak ingat. Ada konseuensi dari operasi yang saya lakukan. Penyakit yang saya derita saat itu sangat mengerikan, karena melemahkan ribuan orang di negara ini serta penyakit yang memalukan untuk Anda derita. Saya beberapa kali harus ke toilet dan kehilangan darah. Secara mental itu sangat mengerikan.”

“Tetapi saya mencoba untuk melawan dengan semua yang saya miliki meski akhirnya saya menyerah dan membutuhkan operasi. Tingkat keberhasilan operasinya sangat rendah, terutama untuk kualitas hidup. Apalagi untuk kembali bermain sepakbola. Saya berada pada titik terendah dari yang terendah. Saya tidak punya pilihan lain, tidak punya alternatif lain, dan beruntungnya operasi membantu saya untuk menghadapi tantangan.”

Saya Berusaha Menutupi Penyakit Saya Tapi Tidak Bisa

“Ada periode ketika dalam tiga sampai empat bulan saya hanya melawannya dengan minum obat dan tetap diam dan berusaha kalau segalanya baik-baik saja. Masalahnya adalah obat saja tidak berhasil dan saya mencari cara lain. Namun lama kelamaan orang mulai bertanya. Lalu saya memberi tahu kalau saya sudah berbohong kepada semua orang. Saya menerima konseuensinya. Setelah jujur, segalanya menjadi lebih mudah.”

Saya Dilindungi Dengan Baik Oleh Klub

“Ruang ganti kami beruntung punya sosok seperti Mick (Phelan). Dia tidak pernah membahas tentang penyakit saya dan itu luar biasa. Saya tidak menganggap diri saya serius dan saya paham bagaimana isi ruang ganti, jadi saya tidak keberatan jika ada orang yang datang membuat lelucon untuk memecah kebekuan. Tetapi tidak ada satu orang yang mau melakuannya.

Jika para pemain muda saat itu diminta kembali pada masa itu, maka Anda bisa melihat betapa fisik saya menderita, berat badan saya naik turun sebagai konsekuensi dari pengobatan. Para pemain muda jelas tahu kalau ada yang tidak beres kepada saya dan mereka semua melindungi saya. Ruang ganti yang sangat bagus dengan banyak pemain muda. Mereka semua adalah orang-orang yang saya cintai dan hormati. Mereka semua adalah rekan setim terbaik.