Foto: Eurosport

Setelah meninggalkan Bayer Leverkusen pada 2017, Javier Hernandez sulit untuk kembali menemukan ketajamannya di depan gawang lawan. Barulah pada musim 2021 ia bisa kembali mencetak gol hingga dua digit. Penampilan terakhirnya di Eropa bersama Sevilla juga tidak bisa dibilang memuaskan.

***

Meski begitu, Javier Hernandez bukanlah pesebakbola yang buruk. Termin keduanya di Inggris dan Spanyol memang tidak memuaskan, namun setidaknya ia pernah menaklukkan kedua tempat itu dengan sangat baik. Ia juga punya profil yang bagus sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa untuk negaranya.

Lagipula, penampilannya menurun disebabkan rangkaian cedera yang mulai menyerang kaki-kakinya. Jika Hernandez berada dalam kondisi yang prima, dia bisa menjadi momok menakutkan bagi para pemain belakang lawan.

Semuanya bisa dilihat dari penampilan Chicharito, panggilannya, ketika bersama United. Tiga musim beruntun, ia selalu mencetak gol hingga dua digit. Empat musim bermain, ia sudah membuat 59 gol dari 152 penampilan. Statistik yang cukup oke untuk pemain yang sering disebut-sebut sebagai supersub berikutnya setelah Ole Gunnar Solskjaer.

Hernandez juga tampil luar biasa ketika bermain bersama Bayer Leverkusen, namun masa kejayaan dia sudah pasti ketika dia memperkuat Setan Merah. Dia tidak hanya sekadar menjadi pencetak gol, namun dari gol-golnya tersebut hadir dua titel Premier League yang bisa ia angkat. Gol ke gawang Chelsea dan pelanggaran yang ia terima ketika melawan Blackburn adalah kontribusi nyata yang ia berikan saat United meraih gelar liga yang ke-19.

Tidak sedikit yang mengkritik Hernandez. Ia dianggap sebagai pemain yang tidak punya skill. Gol-golnya hanya berbau keberuntungan. Dia hanya tiruan dari Filippo Inzaghi versi orang Meksiko yang hanya mencari ruang di wilayah kotak penalti lawan.

Namun, inilah nilai lebih dari seorang Hernandez. Kemampuannya di kotak penalti tersebut menandakan kalau dia memang terlatih sebagai poacher yang baik. 156 gol sepanjang karier jelas bukan torehan yang sedikit untuk pemain yang kerap dicap beruntung. Memangnya ada seorang striker yang bisa mencetak lebih dari 100 gol karena beruntung!

“Aku hanya melakukan yang terbaik untuk hal terbaik yang saya cintai yaitu bermain sepakbola,” kata Hernandez.

Selain mendapat trofi, Hernandez mendapat cinta. Tidak ada yang tidak suka dengannya. Ia tidak pernah protes meski terkadang ia menjadi pelengkap striker utama saat itu seperti Dimitar Berbatov, Wayne Rooney, hingga Robin van Persie. Komitmen dan dedikasi yang dibalas dengan chant ‘Obladi Oblada Chicharito’ yang dikutip dari lagu legendaris milik The Beatles.

Van Gaal Pembuka Pintu Keluar Hernandez

Namun, sepakbola bisa begitu kejam bagi para pelakunya. Mereka yang dicintai oleh suporter belum tentu akan disukai pula oleh pelatihnya. Ini yang membuat karier Hernandez kemudian berantakan.

Hernandez bersyukur karena mendapat pengalaman bekerja dengan Sir Alex Ferguson. Meski golnya tidak terlalu banyak, namun Hernandez juga tidak punya masalah pribadi dengan David Moyes. Ia bahkan menyalahkan manajemen klub yang berani menunjuk mantan manajer Everton tersebut. Dua hubungan baik ini tidak berlanjut ketika Louis van Gaal melatih United.

Ia mulai terpinggirkan. Tiga laga awal Van Gaal di Premier League, Hernandez hanya main 45 menit yaitu ketika mereka kalah melawan Swansea pada pertandingan pertama. Sisanya, ia hanya diam di bangku cadangan. Padahal, dalam dua laga setelah melawan Swansea, United juga tidak menang. Laga keduanya berjalan lebih buruk lagi. United kalah 4-0 dari MK Dons yang membuat pintu keluar untuk Hernandez terbuka lebar.

Hernandez mungkin sadar kalau dia hanya striker pelapis. Namun ketika dilatih oleh Fergie dan Moyes, ia tahu kalau dirinya akan mendapat kesempatan bermain meski tidak semuanya menjadi starter. Bersama Van Gaal, Hernandez benar-benar menjadi seorang pelengkap yang bisa tidak dimainkan atau bahkan tidak dibawa ke pertandingan sama sekali.

“Aku merasa penting bukan karena gol-golku, tapi karena aku yakin kalau aku akan mendapat kesempatan bermain di setiap pertandingan,” kata Hernandez.

Inilah yang membuatnya dipinjamkan ke Real Madrid waktu itu. Sang meneer sadar kalau dia akan dihujat jika tidak memainkan Hernandez. Jadi, meminjamkannya adalah langkah yang tepat sekaligus ajang pembuktian kalau dia memang layak bermain di bawah arahannya. Sayangnya, sembilan gol bersama Los Galacticos juga tidak membuat Van Gaal puas.

“Jika Anda bisa mencetak gol, apakah tiba-tiba Anda bisa langsung menjadi pemain pembeda? Saya rasa tidak. Kita melihat kualitas pemain tidak dalam satu sampai dua pekan, tapi semusim, bahkan lebih,” kata Van Gaal.

“Jika Anda menjadi pemain cadangan, maka artinya Anda tidak bermain bagus. Dan saya tidak akan mengubah fakta tersebut,” kata Van Gaal ketika dimintai tanggapan tentang Hernandez yang mencetak tiga gol dalam dua laga bersama Madrid pada bulan April 2015.

Ferguson menyebut Hernandez sebagai pemain yang memiliki atribut bermain yang mengagumkan. Hal senada juga diungkapkan Moyes yang menyebut kalau Hernandez adalah pemain yang sangat berguna bagi United. Sayangnya, ucapan serupa tidak keluar dari mulut Van Gaal.

Mantan pelatih AZ Alkmaar memang cukup anti dengan pemain seperti Hernandez. Ketika bersama Bayern Munich, ia juga melakukan hal yang sama kepada Luca Toni, pemain yang gaya bermainnya lebih banyak di kotak penalti lawan alias setipe dengan Hernandez.

Pemain Italia ini juga memiliki catatan gol yang baik di Jerman sebelum terlibat konflik dengannya. Toni menyebut kalau tidak ada pemain yang bisa berkomunikasi dengan baik ketika berhadapan melawan Van Gaal dan Hernandez tampak merasakan ucapan eks Palermo tersebut.

Sembilan gol Hernandez di Madrid mungkin kecil bagi Van Gaal, tapi dia tidak sadar kalau torehan strikernya saat itu juga tidak bagus-bagus amat. Rooney hanya membuat 14 gol, Robin van Persie 10, dan striker rekrutannya yaitu Radamel Falcao hanya punya empat gol. Sekilas, Hernandez menunjukkan kalau dia masih bisa bersaing dengan pemain lain. Sayangnya, Van Gaal tetap menutup mata.

Hernandez hanya bisa pasrah. Seandainya ia bermain bagus, ia juga tetap tidak akan dipilih oleh Van Gaal karena manajer yang punya kekuasaan untuk memilih siapa yang akan bermain. Buktinya, ia hanya bermain 23 menit dalam empat laga awal United pada Premier League 2015/2016.

Leg kedua play off Liga Champions melawan Club Brugge menjadi laga terakhir Hernandez bersama United. Insiden terpelesetnya dia setelah menendang penalti menjadi akhir kebersamaannya dengan publik Manchester yang diikuti dengan raut muka kesal Van Gaal kepada Ryan Giggs yang seolah ingin berkata kalau dia sudah tepat untuk menyingkirkan Hernandez. Sebuah insiden yang membuat peluang mainnya di United tinggal 1 persen.

Dari semua orang-orang yang pernah bekerja dengan Hernandez di Manchester United, mungkin hanya Van Gaal yang tidak menyukai dirinya. Meski begitu, Hernandez akan selalu mendapat cinta yang sama dari penggemar Manchester United meski ia sudah lima tahun tidak bermain lagi di Old Trafford.

“Aku merasa beruntung menjadi pemain Meksiko pertama yang bermain bersama klub terbaik dunia. Saya bahagia di sana. Saya memulai karier dengan baik, mendapat banyak kesempatan, walau kemudian kesempatan itu berkurang dan segalanya memburuk seiring berjalannya waktu,” ujarnya.

Hernandez pergi pada musim panas 2015 bersama dua striker yang sebelumnya dipercaya oleh Van Gaal yaitu Robin van Persie dan Radamel Falcao. Ia kepincut dengan salah satu remaja asal Prancis yang memperkuat AS Monaco bernama Anthony Martial.

Tulisan ini dipersembahkan untuk merayakan ulang tahun Hernandez ke-34 yang jatuh pada 1 Juni.