Alan Pardew setelah kalah di final Piala FA 2016. (Foto: Shield Gazzette)

Final Piala FA 2015/2016 berlangsung alot. Manchester United dan Crystal Palace sama-sama kesulitan untuk memecahkan kebuntuan. Baru pada menit ke-75, Palace mengejutkan seisi Wembley dengan mencetak gol terlebih dahulu melalui sepakan Jason Puncheon yang lolos dari jebakan offside pemain belakang Setan Merah.

Gol ini punya makna penting bagi pendukung The Eagles. Selain karena mereka unggul dari United, gol ini juga membuka peluang mereka untuk mengangkat trofi Piala FA pertama mereka sepanjang sejarah. Piala mayor pertama mereka sejak berdiri pada 1905 sekaligus membayar kekalahan mereka dari lawan yang sama 26 tahun sebelumnya.

Perayaan emosional datang dari manajer mereka, Alan Pardew. Di tengah gemuruh pendukung Palace, ia memasang wajah tidak percaya. Ia merentangkan tangannya dengan posisi mengepal sebelum kemudian melakukan gerakan tarian yang sedikit kaku nan menjengkelkan pendukung United tersebut.

Perayaan tersebut benar-benar menyebalkan. Selain pendukung United menyaksikan kurang cakapnya tim kesayangan mereka untuk memecah lini belakang lawannya, mereka mendapat pemandangan berupa tarian bahagia Pardew karena timnya telah unggul. Dari tarian tersebut, Pardew seolah memberi tahu kalau timnya selangkah lagi akan menang sebelum takdir akhirnya berpihak kepada United.

Tiga menit setelah gol Puncheon, United langsung membalas melalui Juan Mata. Pada babak perpanjangan waktu, Jesse Lingard memastikan kemenangan Setan Merah dengan skor 2-1. United yang kemudian berhak mengangkat trofi Piala FA, sedangkan Palace harus merana karena dua kali kalah di final turnamen yang sama dari lawan yang sama.

Hidup penuh dengan hal-hal yang sifatnya tidak terduga. Kebahagiaan bisa merubah menjadi kesedihan dalam sekian detik. Anda yang sebelumnya begitu bahagia bisa berubah status menjadi pecundang dalam seketika. Inilah yang dirasakan Pardew pada saat itu.

Alih-alih sebagai luapan kegembiraan karena telah unggul, tarian Pardew tampak seperti orang yang lepas kontrol. Tariannya seperti mengolok United yang hingga sebelum gol Puncheon tersebut, tidak bisa berbuat banyak. Ada kesan meledek seperti ingin berkata, ‘Hey United, kami yang akan mengangkat piala!’

Namun, Pardew lupa kalau pertandingan masih berlangsung 12 menit. Selain itu, yang dihadapinya adalah United. Tim yang terbiasa untuk mengejutkan lawannya pada menit-menit akhir pertandingan. Karma pun datang bagi mantan manajer Newcastle United ini. Timnya kalah dan piala yang diimpikan tidak bisa diraih.

Pembalasan United tidak berhenti sampai di situ. Tariannya tersebut menjadi olok-olok di mata penggemar United. Bahkan mantan anak didiknya, Joey Barton, juga ikut mengeluarkan kata-kata pedas terkait aksinya tersebut.

“Sebenarnya, Palace bisa saja menang sampai pada akhirnya Pardew menari. Apa yang ia lakukan menunjukkan kesombongan. Ada aturannya dalam melakukan perayaan. Jika Anda menari dengan rasa sombong, maka Anda layak mendapat air mata kekalahan yang menyakitkan,” kata Barton dalam Twitternya.

Sulit rasanya untuk tidak membahas aksi Pardew yang jenaka sekaligus ikonik tersebut. Luka bahkan semakin perih ketika ia gagal menaklukkan United dua kali. Sekali sebagai pemain dan sekali sebagai pelatih.

Pardew hanya bisa menahan malu. Sensasinya sudah tersebar luas karena ia melakukannya dengan sadar dan di depan kamera televisi. Pardew dihantui kenangan yang sangat menyakitkan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain membuat klarifikasi dan permintaan maaf seperti yang kerap dilakukan selebgram atau Youtuber ketika membuat konten yang sensitif.

“Sulit untuk tidak menikmati momen gol seperti itu, terutama bagi manajer di sebuah pertandingan final. Saya berharap, Anda mau memaafkan saya atas tarian itu. Itu semua terjadi karena saya terlalu menikmati suasananya,” jelas Pardew.

Penderitaan Pardew tidak berhenti sampai di situ. Tujuh bulan setelah final tersebut, ia dipecat setelah terus mendapat hasil buruk. Palace hanya menang enam kali dari 36 laga sepanjang 2016, dan hanya menang satu kali dari 11 pertandingan sepanjang musim 2016/2017.

Kejadian di Wembley pada 21 Mei 2016 tersebut membuat nama Alan Pardew tidak hanya dikenang oleh para pendukung Palace melainkan juga pendukung United. Jika dimata pendukung Palace, Pardew dikenang sebagai salah satu pemain terbaik sekaligus manajer yang sempat membawa mereka selamat dari jurang degradasi, maka oleh pendukung United Pardew akan selalu dikenang karena tariannya yang menggelitik tersebut.