Foto: Mirror

Sempat gagal mempertahankan gelar semusim berikutnya, pada 1994 United kembali melaju ke final dan bersiap membuat rekor. Jika sanggup mengalahkan Aston Villa saat itu, maka United akan memborong semua trofi domestik. Akan tetapi, United datang dengan kondisi tidak percaya diri karena hanya menang satu laga dari lima pertandingan sebelumnya. Di final, United bermain buruk dan takluk 3-1 dengan Andrei Kanchelskis diusir wasit karena menahan bola yang sedang melaju ke gawangnya. Apes bagi United karena mereka kembali dikalahkan oleh Ron Atkinson.

Kegagalan di final tersebut membuat Ferguson berpikir ulang untuk tetap menurunkan skuat terbaiknya. Padatnya jadwal kompetisi membuat ia mulai melakukan eksperimen dengan mencoba beberapa pemain muda seperti David Beckham, Nicky Butt, dan Paul Scholes, pada babak keempat musim 1994/1995.

Keputusannya saat itu sempat membuat Port Vale terhina karena merasa diremehkan. Football League bahkan bersiap memberi hukuman kepada Fergie. Akan tetapi, ia bergeming dengan keputusannya.

“Kami tidak mau berkonfrontasi dengan otoritas penyelenggara. Tetapi kami tidak bisa berbuat banyak. Kami harus membuat beberapa perbedaan dari susunan pemain yang kami turunkan pada Sabtu,” tuturnya seperti dikutip Inside United.

Kejutan besar didapat United ketika mereka dikalahkan York City di Old Trafford dengan skor 0-3 semusim berikutnya. Kemenangan 3-1 di kandang mereka pada leg kedua tidak membantu banyak dan United tersingkir pada babak kedua untuk pertama kalinya sejak 1981. Kekalahan ini menjadi berita besar karena status York City yang hanya tim Divisi Dua pada saat itu.

Dari 1992 hingga 2002, United sebenarnya meraih tujuh gelar liga dan tiga Piala FA. Dua musim di antaranya bahkan United akhiri dengan raihan gelar ganda. Akan tetapi, Ferguson tetap tidak menganggap ajang ini sebagai trofi yang patut diincar. Juara Alhamdulillah, tidak juara pun tidak masalah, mungkin itu yang berada dalam benak Fergie. Tidak jarang United tersingkir oleh tim-tim seperti Leicester, Ipswich, Sunderland, dan beberapa tim lain yang serius di ajang tersebut.

Masalah ini sempat membuat otoritas penyelenggara kesal. United terkesan seperti meremehkan turnamen ini. Namun pada akhirnya, pihak liga menyerah dan tidak bisa lagi melawan tim-tim yang memilih untuk menurunkan para pemain mudanya.

“Kami menghargai para klub yang mengembangkan sistem pembagian skuad dan dengan memegang prinsip itu, kami sanggup menerapkan fleksibilitas dan kebebasan dalam menerima susunan pemain yang mereka gunakan,” kata juru bicara Football League, Chris Hull.

Akan tetapi, Ferguson sebenarnya tidak secara penuh mengabaikan kompetisi ini. Apabila United sudah melangkah hingga fase semifinal, maka skuad utama bisa kembali diturunkan. Hal ini yang ia lakukan ketika berhasil membawa United ke partai puncak pada musim 2002/2003. Namun gelar pertama setelah 20 tahun itu belum juga hadir karena mereka kalah 2-0 dari The Reds pada partai puncak.

Fase transisi yang dialami Ferguson dalam rentang 2003 hingga 2005 membuat United mencoba untuk mengincar gelar ini sebagai hiburan atas kegagalan di ajang liga. Pada 2006, barulah trofi kedua hadir berkat kegemilangan Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney saat mengalahkan Wigan. Trofi ini kemudian menjadi pembuka dari era baru United di tangan Fergie dan juga sebagai persembahan untuk Alan Smith yang saat itu sedang cedera parah.

Namun United kembali mengulang kebiasaanya dengan kalah dari tim gurem. Southend dan Coventry City menyingkirkan mereka dalam dua musim berikutnya. Beberapa bulan sebelum memenangi Liga Inggris ke-18, aksi Ben Foster di bawah mistar membawa United merengkuh gelar ketiganya.

Gelar ini kemudian berhasil dipertahankan semusim kemudian dengan mengalahkan Aston Villa. Namun yang paling diingat dari gelar keempat saat itu adalah perjalanan mereka yang dramatis dengan gol telat Rooney dalam derby Manchester pada babak semifinal. Pada momen ini, Ferguson mulai tidak malu lagi untuk mengincar titel Piala Liga. Jika sudah sampai ke final, maka trofi ini harus diraih.

“Tidak ada keraguan bahwa Ketika Anda pergi ke Wembley dan Anda melihat penggemar menyemangati Anda, maka itu tanda betapa pentingnya trofi itu. Saya ingat sudah kalah tiga kali di laga final Piala Liga. Saya ingat kekalahan pertama saya karena saya salah pilih pemain,” ujarnya.

Sayangnya dalam enam musim berikutnya, United justru tampil sangat buruk di turnamen ini. Dikalahkan 4-0 oleh West Ham (2010/2011), kalah di kandang dari Crystal Palace (2011/2012), kalah dari Chelsea setelah sempat unggul 3-2 (2012/2013), adu penalti yang menyakitkan melawan Sunderland (2013/2014) dan Middlesbrough (2015/2016), serta yang paling membuat malu adalah kekalahan 4-0 dari MK Dons (2014/2015).

Titel kelima akhirnya diraih pada musim pertama kepelatihan Jose Mourinho berkat bantuan Zlatan Ibrahimovic. Namun gelar ini kembali gagal dipertahankan karena takluk dari Bristol City (2017/2018) jelang akhir laga. Adu penalti kembali mengagalkan ambisi United pada 2018 ketika mereka kalah dari Derby County.

Harapan untuk meraih gelar ini sebenarnya terlihat Ketika Ole Gunnar Solskjaer menangani tim ini. Sayangnya, Manchester City menjadi batu sandungan. Meski menang 0-1 pada leg kedua di Etihad Stadium, namun kekalahan 3-1 di Old Trafford membuat United harus menahan ambisi ini setidaknya pada saat ini.

Saat ini gengsi Piala Liga pelan-pelan mulai meningkat. Tak lepas dari keberanian para manajer yang tetap menurunkan para pemain utamanya demi bisa mengangkat trofi. Meski masih dipandang sebagai kompetisi level ketiga, namun tidak sedikit yang menganggap trofi ini penting sebagai penyelamat karier para pelatih yang gagal memberikan prestasi di Premier League maupun Champions League.

Bagi United trofi ini mungkin tidak menjadi prioritas, namun Ferguson pernah mengatakan, “kalau ada kesempatan untuk meraihnya, kenapa tidak dicoba?” Bisa jadi trofi keenam akan dating pada musim ini. Semoga!