Foto: The Times

4 April 2018 menjadi hari yang paling menyedihkan bagi keluarga besar Manchester United. Ketika itu, mereka kehilangan sosok Ray Wilkins, salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki United dan juga tim nasional Inggris. Ia meninggal pada usia 61 tahun dikarenakan terkena serangan jantung.

Kabar meninggalnya Wilkins saat itu memang sangat mengejutkan. Satu hari sebelum meninggal, ia masih menjalani pekerjaannya sebagai narasumber di TalkSPORT. Ketika kembali dari tugasnya tersebut, Wilkins mendadak merasakan sakit di dadanya dan terjatuh sebelum dibawa ke rumah sakit St George dan meninggal dunia keesokan harinya.

Sepanjang berkarier di United, Wilkins bermain sebanyak 194 pertandingan dan membuat 10 gol. Satu gol diantaranya ia buat ke gawang Brighton pada final Piala FA 1983 yang berakhir dengan skor 2-2. United kemudian menang 4-0 pada laga replay beberapa hari kemudian. Trofi ini menjadi pencapaian tertingginya selama di United.

“Saya sedih dengan meninggalnya Ray. Dia mencetak gol ke gawang Brighton pada final Piala FA 1983. Dia akan diingat oleh pendukung United sebagai pemain luar biasa dan juga pria yang menyenangkan. Semangatnya untuk sepakbola tidak akan pernah berkurang,” kata Sir Alex Ferguson.

Meski ia akan dikenang berkat golnya pada final Piala FA, namun Wilkins pernah bercerita kalau pertandingan terbaiknya adalah bukan ketika United melawan Brighton. Baginya, pertandingan terbaik yang pernah ia mainkan adalah leg kedua babak ketiga Piala Winners 1983/1984. Ketika itu, ia bahu membahu bersama Bryan Robson untuk membawa United comeback dari ketertinggalan dua gol melawan Barcelona.

“Saya beruntung memiliki karier yang panjang di sepakbola dan bermain pada beberapa laga besar. Akan tetapi, saya tidak pernah merasakan malam seperti saat kami mengalahkan Barcelona 3-0 di Old Trafford,” kata Wilkins pada 2011 lalu.

“Kami kalah di Camp Nou tempat Barca mengalahkan kami, tapi kami menantikan kembali mereka dengan harapan bisa membalikkan keadaan. Namun, ada beberapa keraguan karena saat itu mereka punya Maradona dan Bernd Schuster,” lanjutnya.

Jika beberapa tahun terakhir, laga terbaik United adalah ketika comeback melawan PSG, maka pertandingan terbaik mereka pada era 80-an adalah ketika United berhasil mengalahkan Barcelona. Saat itu, dua gol Bryan Robson dan satu dari Frank Stapleton membawa mereka ke semifinal Piala Winners. Sebuah pencapaian terbaik mereka sejak menjadi juara Piala Champions Eropa 16 tahun sebelumnya.

“Malam-malam di Eropa di bawah lampu sorot melawan tim asing akan selalu istimewa, tetapi pertandingan ini begitu menonjol karena lawan yang berat. Beruntung, dengan bantuan dari 60 rib orang, suasananya menyengat kami. Kami berhasil mencakar mereka setelah malam yang penuh ketegangan.”

Wilkins menceritakan bagaimana manajer Ron Atkinson memotivasi mereka untuk tidak gentar mengatasi perlawanan Barcelona yang secara kualitas jauh lebih unggul karena keberadaan Maradona. Membalikkan keadaan setelah tertinggal dua gol juga bukan pekerjaan mudah karena United juga harus memastikan gawangnya untuk tidak kebobolan.

United unggul 1-0 melalui sundulan Bryan Robson yang meneruskan bola dari Norman Whiteside. Whiteside sendiri sebelumnya mendapat bola tersebut dari sepak pojok yang dilepaskan oleh Wilkins. Ia kembali menjadi penyebab hadirnya gol kedua yang kembali diciptakan oleh Robson. Saat itu, sepakannya bisa diblok oleh Javier Urruticoechea sebelum diteruskan oleh Robson. Dua menit kemudian, United berbalik unggul secara agregat setelah Frank Stapleton meneruskan sundulan dari Whiteside.

“Ketika Frank Stapleton mencetak gol yang ketiga, gemuruh Old Trafford begitu luar biasa. Saya tidak akan pernah lupa bahwa momen itu benar-benar terjadi. Maradona sempat mengambil tendangan bebas yang gagal jadi gol. Kami bertahan dengan baik dan membuat pertandingan ini menjadi pertandingan terbaik klub,” lanjutnya.

Gemuruh di Old Trafford saat itu memang sangat gila. Penonton turun ke lapangan setelah laga dan mencari Robson yang menjadi pahlawan. Gemuruh gila itu juga membuat Ray Wilkins lupa kalau ia akan absen pada semifinal setelah mendapatkan kartu kuning karena melanggar Schuster. Sebuah kekecewaan yang ia rasakan meski timnya menang.

“Saya harus menjaga Schuster karena dia pria kuat dan salah satu gelandang terbaik dunia saat itu. Begitu juga dengan Maradona karena dia jenius. Jika Anda menempatkannya dalam tim yang bagus, maka mereka akan jadi tim hebat. Namun, ketika Anda melihat kualitas lawan yang kami hadapi malam itu, kemenangan jauh lebih memuaskan.”

Setan Merah bertemu Juventus pada semifinal. Dalam laga leg pertama, United ditahan imbang 1-1 di Old Trafford. Ketika bertandang ke Turin, United kalah 2-1. Satu-satunya gol United saat itu dicetak oleh Norman Whiteside.

Musim itu menjadi musim terakhir Wilkins bersama United. Ia kemudian pindah ke AC Milan dan bertahan tiga musim sebelum kemudian bermain untuk Paris Saint-Germain.

“United telah mempersiapkan Gordon Strachan untuk menggantikan saya. Karena itu saya kemudian tidak ragu untuk pindah ke Milan. Saya berusia 27 tahun dan telah bermain 50 kali bersama tim nasiona Inggris sehingga saya tidak akan bertemu banyak hal baru,” kata Wilkins.