Foto: Premier League

“Your job now is to stand by your new manager.” Begitu kata Sir Alex Ferguson setelah menjalankan pertandingan terakhirnya di Old Trafford. Pidato yang disambut gemuruh semangat oleh para suporter United. Gemuruh yang menandakan kalau kita semua sebagai pendukung siap berada di belakang manajer United pada situasi apa pun.

Namun, sembilan tahun berlalu ucapan tersebut tampak hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Kita hanya bisa manggut-manggut ketika mendengar kutipan tersebut tapi jari kita tetap terus mengetik #Out tanpa sadar.

Musim 2022/23 menjadi kali kelima kita diminta untuk stand by kepada manajer yang baru. Apakah kali ini suporter dan manajemen bisa melakukannya? Jawabannya ada pada hasil akhir yang akan dijalani oleh Erik ten Hag. Ia harus bisa membawa United tampil bagus karena ia dikejar oleh waktu.

Hanya dengan kemenangan dan gelar juara saja ia bisa membawa suporter United dan manajemen berada dalam satu suara yang sama. Jika tidak, maka akan ada segelintir orang yang akan membencinya dan mulai menyerangnya seperti yang menimpa empat manajer permanen sebelumnya.

Jonathan Northcroft dari The Times berkisah mengenai apa saja gejolak yang dihadapi manajer United sejak Fergie pensiun. Kali ini, ia berkisah soal Ole Gunnar Solskjaer. Sosok yang sukses menjadi pahlawan ketika sebagai pemain, namun gagal mendapat peran serupa ketika menjadi seorang manajer.

Ole Gunnar Solskjaer

Ole Gunnar Solskjaer sedang bersama putra bungsunya, Elijah, ketika menyaksikan United dikalahkan 3-1 oleh Liverpool pada 2018 melalui layar televisi. Tiga hari kemudian, Ole kembali ke Carrington, dengan senyuman, pelukan, serta cokelat Norwegia favoritnya yang akan diberikan kepada resepsionis legendaris, Kath. Ole saat itu resmi menjadi manajer sementara United.

Fokus Ole saat itu sebenarnya sederhana. Menyelesaikan perannya hingga akhir musim lalu kembali lagi ke Molde.

“Saya tidak pernah berpikir kalau itu akan terjadi (menjadi manajer permanen United). Saya hanya akan menikmati lima bulan ini dan melakukan yang terbaik sebisa saya. Tujuan bukan hanya meningkatkan hasil tapi juga membuat pemain bisa mengekspresikan diri. Sukses meningkatkan permainan tim, pemain, dan membuat penggemar tersenyum,” katanya.

Lalu dia mengalahkan Cardiff dan Huddersfield dalam dua laga pertama dengan Pogba bersinar di bawahnya. Setelah kemenangan melawan Huddersfield, Woodward langsung ke kantor Ole dan bertanya tentang kabarnya. Ole menjawabnya ‘baik’ lalu diberi tahu Woodward kalau itu adalah penampilan terbaik United dalam tiga tahun.

Ole langsung ngobrol dengan Woodward dan membuka flip chart dimana ada lima sampai enam pemain yang menjadi porosnya dan tiga pemain muda yang diharap bisa direkrut klub. Salah satunya adalah Hannibal Mejbri. Dalam pembicaraan tersebut, Woodward terpesona.

Euforia langsung terasa ketika United meraih 14 kemenangan dari 17 pertandingan pertama Ole. Gary Neville langsung berkata kalau United harus membuatkan Ole patung setelah menang dramatis di Paris (meski hanya bercanda). Puja dan puji untuk Ole seketika membuat niat Woodward merekrut Pochettino menjadi manajer utama United musim depan berubah dan menggantinya dengan mengikat Ole sebagai manajer permanen selama tiga tahun.

Apa yang terjadi setelahnya menjadi pertanda kalau hasilnya sama saja. Ole hanya menang dua kali dari 12 laga tersisa. Manajemen kemudian membalas apa yang sudah ia lakukan dalam setengah musim dengan mendatangkan Maguire, dan Wan-Bissaka. Ketika tepat satu tahun Ole ada di klub, United ada di posisi delapan. Tapi dia dan Woodward yakin kalau proses sedang berjalan.

Segalanya membaik ketika memasuki 2020. United merekrut Bruno Fernandes yang mengubah nasib United pada paruh kedua musim. Kinerja kuat setelah Covid-19 membawa Setan Merah finis pada urutan tiga liga, dan masuk semifinal Piala FA dan Liga Europa. Meski sempat dibantai 1-6 di kandang oleh Spurs musim berikutnya, tapi Ole membawa tim ini ada di puncak pada Januari 2021.

Segalanya berjalan bagus sampai kemudian Leicester menyingkirkan United di Piala FA, dan kesulitan melawan City di Premier League. Tapi ada satu harapan yaitu juara Liga Europa.

Sayangnya, semua berakhir mengecewakan. United bermain lesu dan Solskjaer kalah taktik dari Emery. Dia baru melakukan pergantian pemain pada menit ke-100. Penderitaan dilengkapi dengan kekalahan dari babak adu penalti.

Saat itu, Woodward sadar kalau Ole kekurangan kapasitas untuk menangani tim menghadapi laga-laga pada level tertinggi seperti semifinal dan final. Tapi Woodward masih mencoba loyal dengan memberinya tambahan kontrak tiga tahun lagi.

Masih ada beberapa orang yang percaya kepada Ole. Khususnya mereka yang menjadi pundit dengan latar belakang sebagai mantan pemain. Ditambah dengan kedatangan Sancho, Varane, dan Ronaldo yang membuat United dijagokan untuk bersaing lagi dalam memperebutkan titel seperti musim sebelumnya.

Tapi, ambisi itu menguap hanya dalam 12 pertandingan. Setelah kalah 4-1 dari Watford, Woodward dan Richard Arnold mulai membicarakan tentang pengganti Solskjaer.