Tragedi Munich yang terjadi pada 6 Februari 1958 tidak hanya meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi mereka-mereka yang ditinggalkan oleh para korban meninggal akibat kejadian tersebut. Bagi mereka yang selamat, tragedi ini memberikan rasa tidak aman dan terus mengganggu mereka baik secara fisik maupun emosional.

Harry Gregg adalah salah satunya. Ia beberapa kali mengungkapkan kalau tragedi tersebut masih terngiang di dalam otaknya setiap kali ia menutup mata. Meski ia disebut sebagai pahlawan dalam kejadian tersebut, tapi ia tetap dihantui oleh rasa bersalah yang amat dalam.

“Saya tidak bisa bertemu dengan Joy Byrne, janda Roger, istri Geoff Bent, Marion, keluarga David Pegg, dan lain-lain. Aku tidak bisa menatap mata-mata orang itu yang tahu kalau saya masih hidup sementara orang yang mereka cintai meninggal dunia,” kata Gregg.

Begitu juga dengan Bobby Charlton yang masih ingat bagaimana keheningan seluruh rekannya saat pesawat menderu di landasan bersalju untuk ketiga kalinya. Masih terbayang pula saat ia ternyata masih berada di kursi pesawat dan terlontar ke bagian bawah pesawat. Rekannya yang lain, Kenny Morgans, juga teringat saat ia terhempas ke dalam ruang bagasi pesawat. Sedangkan Albert Scanlon tiba-tiba sudah berada di rumah sakit setelah kejadian tersebut.

Mereka adalah beberapa korban yang selamat dari tragedi mengerikan tersebut. Tercatat, ada sembilan penggawa United yang selamat dari 17 pemain yang dibawa Sir Matt Busby pada saat itu. Beruntung bagi Gregg, Charlton, Morgans, dan Scanlon, mereka semua masih bisa bermain sepakbola sampai kariernya benar-benar berakhir. Hal ini berbanding terbalik dengan nasib Johnny Berry dan Jackie Blanchflower yang terpaksa harus pensiun akibat kejadian tersebut.

Setelah pada bagian pertama kita membahas tentang Jackie Blanchflower, maka pada bagian terakhir ini kita akan menceritakan kisah dari Johnny Berry.

***

Johnny Berry adalah satu-satunya pemain berusia 30+ yang dibawa oleh Matt Busby ketika United melakoni leg kedua perempat final Liga Champions melawan Red Star Belgrade. Lahir di Hampshire, Johnny pertama kali bermain sepakbola untuk sekolah St Joseph di Aldershot dan Aldershot YMCA. Setelah lulus, ia sempat mendaftar untuk menjadi penggawa Aldershot sebelum ditolak karena terlalu pendek. Pada usia 18 tahun, ia direkrut oleh Birmingham City.

Bersama rival Aston Villa tersebut, Johnny bermain sangat baik. Meski tubuhnya hanya memiliki tinggi 166 cm, namun ia mengimbanginya dengan kecepatan yang mumpuni di sisi kanan. Karena hal inilah Matt Busby rela membayar 25 ribu Pounds untuk membawanya ke Manchester United. Pertandingan demi pertandingan ia jalani sampai akhirnya ia mengumpulkan 277 penampilan dan mencetak 44 gol. Ia memenangkan tiga gelar liga dan selama enam musim selalu menjadi pilihan utama Matt Busby di sisi kanan. Hanya di tim nasional ia bernasib kurang beruntung karena mengumpulkan empat penampilan saja karena kalah bersaing dengan Stanley Matthews dan Tom Finney yang saat itu memang sedang hebat-hebatnya menjadi seorang pemain sepakbola.

Ketika memasuki umur 30 tahun, barulah Johnny kehilangan tempat. Serangkaian cedera membuat posisinya perlahan digeser oleh pemain muda, Kenny Morgans. Meski begitu, hal itu tetap tidak membuat Busby menyingkirkannya. Senioritas dan jiwa kepemimpinannya bersama Roger Byrne, kapten utama, jelas dibutuhkan untuk bisa mengawasi rekan-rekan setimnya yang jauh lebih muda. Untuk itulah namanya tetap dibawa dalam 17 pemain yang terbang ke Belgrade meski pada akhirnya ia bernasib sama dengan Jackie Blanchflower yaitu tidak bermain sama sekali.

Johnny sendiri sebenarnya bisa terhindar dari kecelakaan tersebut. Layaknya sebuah firasat, satu jam sebelum mereka bertolak dari Belgrade, paspor Johnny mendadak hilang. Hal itu sempat membuatnya tidak diperbolehkan terbang oleh otoritas keamanan bandara di Yugoslavia dan baru akan memberikan izin kalau paspornya sudah ditemukan.

Entah sudah ketemu atau mendapat kompensasi, namun yang pasti Johnny tetap ikut terbang bersama rombongan. Namun, seperti yang sudah kita ketahui semua, pesawat yang dikendarai oleh pilot James Thain tersebut gagal lepas landas sebanyak dua kali karena masalah cuaca. Ketika James memaksakan diri untuk terbang pada percobaan ketiga, kecelakaan terjadi.

Sama seperti Jackie, nasib Johnny masih jauh lebih baik dibanding delapan rekan setimnya yang harus merenggut nyawa. Dia selamat dari kejadian tersebut. Akan tetapi, luka yang diderita membuatnya menderita amnesia ringan. Sebulan setelah dia siuman, barulah ia mengetahui tentang kecelakaan yang ia alami karena membaca koran.

Meski selamat, namun Johnny juga tidak bisa meneruskan kariernya sebagai pesepakbola. Cederanya sudah terlalu parah. Ia butuh istirahat dua bulan setelah mengalami retak tulang tengkorak, beberapa rahang patang, patah siku, patah tulang panggul, dan patah kaki. Tidak hanya itu, akibat kerusakan yang parah dalam rahangnya membuat semua giginya harus dicabut.

Ada cerita sedih dibalik cedera yang dialami Johnny. Selama dua bulan menjalani pemulihan, ia terus mengeluh karena temannya, Tommy Taylor, tidak menjenguknya di rumah sakit. Ia bahkan menyebut kalau Tommy adalah teman yang buruk. Ia tidak menyadari kalau Tommy sebenarnya sudah tewas saat Johnny dirawat. Dokter yang merawatnya tidak tega untuk memberi tahu kabar kalau teman-temannya banyak yang tewas karena takut mengganggu kesehatan Johnny.

Dua tahun setelah kejadian, Johnny menerima sebuah surat yang berisi pemberitahuan kalau statusnya sebagai pemain United resmi berakhir. Hal ini kemudian membuatnya harus meninggalkan rumah yang difasilitasi oleh United. Sangat menyakitkan memang mengingat saat itu ia baru memiliki anak yang masih berusia delapan bulan. Rumah tersebut kemudian diisi Maurice Setters yang merupakan pemain baru United dan Johnny beserta keluarganya kembali ke Aldershot.

Selepas pensiun, Johnny bekerja untuk sebuah perusahaan traktor Massey Ferguson di Trafford Park. Setelah dia kembali ke Aldershot, dia menjalani bisnis olahraga dengan adiknya, Peter di Cove, sebuah desa di Aldershot, hingga 1980-an. Setelah itu, Johnny menghabiskan sisa hidupnya dengan menjadi pegawai di sebuah gudang televisi lokal.

Pada 16 September 1994, Johnny meninggal dunia karena kanker di rumah sakit di wilayah Farnham. Ia meninggal dunia pada usia 68 tahun dan dimakamkan di pemakaman Katolik Aldershot. Johnny menjadi korban selamat tragedi Munich pertama yang meninggal dunia. Pada 2007, Neil Berry, anak Johnny merilis buku yang berjudul The Forgotten Babe yang menceritakan masa-masa ayahnya bermain untuk Setan Merah.