Untuk mencapai puncak penampilannya, seorang David De Gea harus melewati banyak rintangan. Terutama musim pertamanya yang kacau bersama Manchester United.

***

Sejak belia, David De Gea sudah digadang-gadang akan menjadi salah satu penjaga gawang terbaik di dunia. Seiring berjalannya waktu, penjaga gawang asal Spanyol ini kemudian sukses membuktikan ekspektasi tersebut. Kini, ia menjadi salah satu juru selamat bagi lini belakang Manchester United. Ia kerap dianalogikan sebagai sosok Neo dalam film The Matrix yang menghentikan ratusan peluru yang diarahkan kepadanya.

Potensi dan bakat De Gea ini yang kemudian membuat Sir Alex Ferguson dengan mantap memilihnya sebagai pengganti Edwin Van der Sar yang pensiun. Kekasih Edurne Garcia ini mengalahkan Marteen Stekelenburg, Manuel Neuer, Rui Patricio, dan beberapa nama lain yang saat itu diisukan akan menjadi penjaga gawang anyar Setan Merah.

Sembilan tahun berselang, De Gea masih bertahan di Manchester United. Bersama Ashley Young dan Phil Jones, dua pemain yang didatangkan bersamaan dengannya. Dari tiga pemain tersebut, hanya De Gea yang penampilannya konsisten di level tertinggi. Namun, butuh perjuangan yang ekstra baginya untuk bisa mendapat predikat sebagai yang terbaik di dunia. Tak ayal, jalan terjal pun kudu dilalui. Terutama ketika ia harus menjalani musim pertamanya yang berantakan di kota Manchester.

Musim 2011/2012 menjadi musim yang mengerikan bagi De Gea. Tidak hanya karena melihat timnya gagal juara pada detik-detik terakhir kompetisi, namun penampilannya juga tidak terlalu baik meski Setan Merah menjadikannya sebagai penjaga gawang termahal di Inggris pada saat itu.

Pada Community Shield ia ceroboh dalam membaca arah bola yang kemudian diteruskan oleh Julian Lescott. Ia pun tidak kuasa menahan sepakan Edin Dzeko. Padahal, laga tersebut bisa menjadi perkenalan yang baik bagi dirinya. Konsistensi De Gea dalam hal blunder kembali berlanjut pada laga melawan WBA, ia beberapa kali kesulitan untuk mengambil bola dari sepak pojok, kelemahannya pada saat itu. Sepakan pelan Shane Long bahkan luput dari tangkapannya dan menjadi gol penyeimbang.

“Lawan beberapa kali memukulnya dan wasit seharusnya lebih sering melindungi dia. Tapi apapun itu, saya hanya bisa mengucapkan selamat datang di sepakbola Inggris,” kata Sir Alex Ferguson.

Sang manajer pun sempat beberapa kali mencadangkan De Gea dengan maksud memberinya jeda agar si pemain bisa memulihkan kembali kepercayaan dirinya. Namun ketika kembali dimainkan, ia lagi-lagi membuat kesalahan. Tidak jarang, kesalahan yang ia lakukan memberikan pengaruh besar dalam perjalanan United.

Salah satu yang vital adalah ketika United ditahan imbang 2-2 oleh Benfica. Saat itu, gol penyeimbang yang dibuat Pablo Aimar berasal dari kesalahan De Gea yang memberikan passing panjang tidak akurat. Kesalahan itu kemudian diiringi dengan koordinasi lini belakang yang amburadul. Sudah beknya tampil buruk, eh kipernya blunder pula. Hasil itu yang berperan penting dari gagal lolosnya United dari penyisihan grup Liga Champions.

Bahkan hari ulang tahun Sir Alex Ferguson pun dirusak oleh dirinya. Setelah dicadangkan dalam dua laga melawan Fulham dan Wigan Athletic, Fergie memainkan De Gea ketika melawan Blackburn. Namun satu antisipasi bola sepak pojok yang salah membuat Grant Hanley dengan mudah mencetak gol dan membuat United kalah dari tim yang saat itu berada di posisi paling akhir.

“Ini bencana. Bagaimana bisa kami kemasukan dua gol seperti itu (satu gol lain dari penalti) dan Anda tidak bisa berbuat apa-apa,” tutur Sir Alex Ferguson setelah laga tersebut.

Hingga akhir Desember 2011, tercatat ada lima kesalahan De Gea yang berakibat fatal bagi tim. Meski beberapa kali juga membuat banyak penyelamatan, salah satunya menahan penalti Robin van Persie, namun tetap saja ia mendapat banyak cibiran dan kritikan dari segala penjuru.

Akibat kejadian itu, Ferguson tidak memainkan De Gea selama empat pertandingan beruntun. Tiga kali hanya menjadi cadangan dan satu kali namanya tidak dibawa sama sekali. Manajer mulai memberikan kesempatan kepada Anders Lindegaard yang meski namanya tidak setenar rivalnya tersebut, namun ia punya soliditas, handal, dan memiliki kepercayaan diri yang jauh lebih baik. Beruntung, Lindegaard mengalami cedera dalam perjalanan musim tersebut sehingga Fergie mau tidak mau harus memainkan De Gea.

Pelbagai alasan kemudian muncul. Satu yang dikeluhkan De Gea adalah kondisi fisiknya yang kurang mumpuni saat itu. Matanya yang mengalami rabun dekat mempengaruhi reaksinya untuk menghalau ancaman dari lawan sehingga beberapa kali De Gea harus memakai lensa kontak. Blunder yang dia lakukan disebabkan karena lensa kontaknya sering bergeser.

Posturnya juga demikian. Ketika tiba di Manchester United, berat De Gea hanya 71 kg. Padahal, ia mempunyai tinggi mencapai 193 cm. Ferguson sampai memberikan instruksi khusus kepadanya untuk menambah berat badan. Hal ini semata-mata agar De Gea tidak kepayahan mengikuti ritme Premier League.

Pada 2014, De Gea pernah berbicara kalau dia sebenarnya ingin pergi setelah musim pertamanya. Namun keyakinannya kalau dia mampu mengatasi rintangan tersebut yang membuatnya memutuskan untuk bertahan meski harus menanggung banyak kritikan.

“Kadang-kadang saya berpikir untuk pergi. Sulit ketika Anda terus mendapat banyak kritik seperti saya. Tapi saya tetap kuat dan saya berusahan untuk selalu positif. Masa-masa awal di United adalah masa sulit bagi saya dan keluarga. Tetapi saya sadar kalau kritik adalah hal normal bagi Manchester United dan normal bagi Anda ketika bermain tidak begitu baik,” kata De Gea.

Kritikan itu yang membuat De Gea berubah. Fisiknya tidak kurus lagi seperti dulu. Penglihatannya kini semakin tajam. Sesekali kesalahan memang sering dibuat, namun itu tertutup dengan penampilannya yang konsisten di setiap pertandingan hingga membuatnya menjadi salah satu kiper terbaik di dunia saat ini.

“Apa yang terjadi pada awal karier saya, membantu saya menjadi pemain seperti sekarang,” tuturnya.

Tulisan ini dibuat untuk David De Gea yang merayakan hari ulang tahunnya ke-29 pada 7 November lalu.