Sebuah kedai kopi di sudut kota Manchester bersiap untuk dibuka. Si pemilik sudah membersihkan meja yang tersusun rapi melingkar. Meja itu ternyata sudah dipesan oleh sekelompok veteran yang datang ke sana untuk melaksanakan reuni kecil-kecilan. Sambil menunggu si pemesan tempat tersebut datang, si pemilik mulai membersihkan beberapa piring dan gelas yang nantinya akan dipakai.

Tidak lama, orang pertama datang membuka pintu kedai tersebut. Ternyata yang datang adalah Sir Bobby Charlton. Dialah ternyata yang memesan tempat tersebut. Ia kemudian menunggu teman-temannya datang. Selang beberapa menit datang nama-nama semisal Denis Law, Pat Crerand, Alex Stepney, Toni Dunne, dan nama-nama lainnya. Mereka saling berpelukan dan melepas rindu. Ternyata saat itu mereka semua berkumpul untuk merayakan 50 tahun keberhasilan mereka menjuarai Piala Champions Eropa pertama untuk Manchester United.

Setiap 10 tahun sekali, mereka ternyata kerap mengadakan acara seperti ini. Akan tetapi, wajah Bobby saat itu kelihatan murung karena teringat rekan setimnya yang tidak bisa datang. Nobby Stiles absen karena sakit, sementara Frank Kopel, Bill Foulkes, dan David Herd, telah meninggal dunia. Ketiga nama tersebut menyusul tiga nama yang sebelumnya telah mangkat yaitu Shay Brennan, George Best, dan sang manajer, Matt Busby.

Meski begitu Bobby tidak mau terlalu lama larut dalam kesedihan. Dia ingin acara reuni ini berlangsung gembira. Beberapa rekannya sudah memesan makanan dan minuman. Mereka pun langsung bernostalgia kembali tentang perjalanan mereka yang bersejarah tersebut.

Mereka semua langsung teringat dengan lawan mereka yaitu wakil Skotlandia, Hibernian pada babak pertama. Di leg pertama saat itu di Old Traford, dua gol David Sadler dan Denis Law membawa kemenangan 4-0 United saat itu. Beberapa pemain saat itu menggoda Law yang dalam laga tersebut mencetak gol dari jarak 30 meter. Law hanya membalasnya dengan tertawanya yang khas.

Di leg kedua, Crerand mengingat kembali laga tersebut yang hanya bermain imbang tanpa gol. Hasil yang cukup bagus mengingat pada babak berikutnya mereka akan berhadapan dengan FK Sarajevo. Saat itu, FK Sarajevo adalah klub terkuat di Yugoslavia. Bobby Charlton mengingat leg pertama di Yugoslavia yang penuh dengan tekel keras dari pemain lawan. Best saat itu adalah pemain yang paling banyak mendapat tekel dan hampir mengalami cedera. Beruntung, United bisa membawa pulang skor 0-0 ke kota Manchester.

Baca juga: Paddy Crerand, Sang Generator di Lini Tengah Manchester United

Para pemain kemudian bersorak untuk John Aston Junior. Dialah pembuka keunggulan Setan Merah ketika keduanya bertemu pad leg kedua. Seandainya saja ada George Best maka dia juga akan mendapat tos dari rekannya yang lain karena anak Belfast tersebut adalah pencetak gol kedua. Akan tetapi, Stepney kemudian teringat kalau dirinya pernah memarahi para pemain belakang United yang abai terhadap gol Sarajevo yang membuat kedudukan 2-1. Beruntung mereka bisa lolos ke perempat final.

Dalam babak 8 besar, hanya Brian Kidd saja yang mencetak gol untuk United dalam dua leg tersebut. Red Devils menang 2-0 dengan satu gol lain dicetak oleh bunuh diri Josef Florenski. Akan tetapi, di leg kedua United hampir saja gagal lolos. Beruntung mereka hanya kalah 1-0 dari gol Lubanski. Sang penjaga gawang Stepney mengenang laga di Chorzow tersebut sebagai laga tersulit karena dimainkan dengan cuaca dingin.

Babak semifinal menimbulkan kenangan tersendiri bagi para pemain belakang. Tiga pemain yaitu, David Sadler, Francis Burns, dan Tony Dunne mengenang ketika itu sulitnya mengawal para pemain hebat Los Blancos macam Amancio Amaro, dn Francisco Gento. Real Madrid saat itu sudah juara enam kali di kompetisi tersebut dengan gelar terakhir mereka diraih dua musim sebelumnya.

Benar saja, di leg pertama United hanya menang 1-0 lewat gol George Best. Ketika bermain di Santiago Bernabeu, United saat itu diambang tersingkir. Dalam 45 menit pertama, mereka tertinggal 3-1 di depan 125 ribu penonton. Beruntung di babak kedua, Sir Matt meminta anak asuhnya bermain lebih atraktif dan bisa menyamakan kedudukan 3-3 melalui David Sadler, dan Baill Foulkes.

Charlton teringat bagaimana amarah Busby saat itu ketika mereka tertinggal di babak pertama. Ia mengenang kembali saat Busby mengatakan, “Jika kalian masih mengenang tragedi Muenchen sebagai kesedihan, maka kalian sebaiknya pulang dan tidak usah bermain lagi,” ujar Busby dalam kenangan Charlton.

Di antara beberapa pemain United lainnya, hanya Law yang wajahnya seringkali murung ketika berbicara final Piala Champions 50 tahun lalu. Bagaimana tidak, dibandingkan Best dan Charlton Law, ia hanya turun tiga kali saja dari sembilan laga United di turnamen Eropa. Ia menderita cedera lutut parah yang membuat absen hingga babak final. Meski begitu, Law menyembunyikan rasa muramnya tersebut ketika bertatapan dengan teman-temannya.

Final yang dinanti pun tiba. Mereka mengingat kembali kalau lawan mereka adalah Benfica yang merupakan pemenang di kompetisi 1961 dan 1962. Wembley menjadi saksi 11 penggawa United yang ketika itu mengenakan baju berwarna biru. Bobby Charlton mencetak gol sebelum disamakan Jaime Gracia. Skor imbang membuat laga harus diperpanjang hingga menit 120.

Banyak sekali cerita indah yang muncul di laga tersebut. Kakek tua yang hadir kembali bertepuk tangan ketika Tony Dunne bercerita tentang Alex Stepney yang menahan sepakan Eusebio. Stepney hanya bisa tersenyum saat itu sambil meminum tehnya. Best dan Charlton kemudian mencetak gol untuk memperbesar kedudukan 3-1.

Malam di Wembley adalah malam yang spesial bagi seorang Brian Kidd. Dimainkan sebagai starter saat itu, Kidd menyempurnakan kemenangan timnya menjadi 4-1. Gol yang ia buat diciptakan tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-19. Charlton kemudian menunjukkan gambar ketika dia mengangkat piala Si Kuping Besar.

Para tamu yang hadir masih larut dalam suasana nostalgia. Mereka kemudian bercerita soal Manchester United yang masih kesulitan dengan konsistensi sepeninggal Sir Alex Ferguson. Meski begitu mereka mendoakan generasi United sekarang bisa kembali mengangkat Si Kuping Besar di masa yang akan datang.

Tidak terasa sudah jam 7 malam. Tamu yang hadir pun satu per satu meninggalkan kafe tersebut. Brian Kidd harus kembali mempersiapkan Manchester City bertanding melawan Swansea City, sementara Paddy Crerand masih ada jadwal shooting bersama ManUtd TV. Charlton sang kapten menjadi orang terakhir yang meninggalkan tempat tersebut. Sambil membayar tagihan ia berharap masih bisa diberikan kesehatan untuk bisa mengadakan reuni kembali ketika perayaan kejayaan 1968 menginjak tahun ke-60.