Foto: MUFC Latest

Usia manusia memang menjadi sebuah misteri. Bahkan, kematian bisa saja datang di saat yang paling tidak terduga.  Itu pula yang dialami oleh mendian Roger Byrne. 8 Februari 1958 seharusnya menjadi hari yang paling istimewa bagi dirinya. Sayang, dua hari sebelum tanggal tersebut ia harus dipanggil oleh yang maha kuasa.

Pekan-pekan awal 1958 akan diisi oleh beberapa momen penting bagi seorang Roger Byrne. Pada tanggal 5 Februari, ia akan menjalani leg kedua perempat final Liga Champions melawan Red Star Belgrade di Serbia. Laga ini sangat penting karena United hanya memegang keunggulan 2-1 pada pertemuan di Old Trafford.

Momen kedua adalah ulang tahun si pemain itu sendiri. Tiga hari setelah pertandingan, ia akan memasuki usia 29 tahun. Oleh karena itu, tiket kelolosan ke semifinal akan menjadi hadiah yang indah bagi Roger.

Tiket ke semifinal memang berhasil ia raih. Pada leg kedua, mereka bisa menahan tuan rumah dengan skor 3-3 sehingga Setan Merah memastikan diri lolos dengan agregat 5-4. Sayangnya, kebahagiaan Roger harus berhenti sampai di situ. Ketika ia dan rekan setimnya memutuskan pulang ke Manchester keesokan harinya, pesawat tersebut ternyata tidak sampai di lokasi tujuan. Pesawat yang ditumpangi harus jatuh di bandara Munich-Riem, Jerman Barat setelah gagal lepas landas pada percobaan ketiga setelah mengisi bahan bakar.

23 dari 38 penumpang dinyatakan meninggal dunia. Delapan diantaranya adalah para pemain Manchester United yang baru saja selesai bertanding. Roger turut menjadi korban tewas yang meninggal di tempat bersama David Pegg, Liam Whelan, Eddie Colman, Mark Jones, Geoff Bent, dan Tommy Taylor.

Bersama Johnny Berry, Roger adalah pemain senior yang dibawa Sir Matt Busby dalam perjalanan yang berakhir tragis tersebut. Yang membedakan adalah, Roger saat itu dimainkan penuh 90 menit sedangkan Johnny harus puas menjadi pemain cadangan. Hal ini bisa dibilang sangat wajar mengingat Roger adalah kapten United saat itu.

Talenta Semenjana, Kapten Istimewa

Bisa dibilang Roger terlambat mengenal sepakbola. Ia baru bergabung dengan tim muda Manchester United pada 1949 atau ketika usianya sudah memasuki 20 tahun. Hal ini disebabkan karena Roger pernah mencicipi petualangan sebagai pemain rugby sebelum akhirnya memilih sepakbola.

Bukan tanpa alasan rugby menjadi olahraga yang ia pilih. Pada saat menjadi anggota militer di Royal Air Force, Roger mendaftar untuk menjadi penggawa sepakbola di tim tersebut, akan tetapi ia ditolak karena dianggap tidak cukup berbakat untuk menjadi pemain sepakbola. Ia akhirnya memilih rugby sebelum akhirnya bisa bermain sepakbola bersaam Ryder Brow.

Saat di Ryder Brow, penampilan Roger menarik perhatian Joe Armstrong, pemandu bakat United saat itu. Ia kemudian ditawari menjadi pemain amatir di United sebelum kemudian merambah ke dunia profesional. Tawaran itu diterima dan akhirnya Roger resmi menjadi pemain Setan Merah.

Debut Byrne terjadi pada 1951 ketika United melawan Liverpool. Sejak saat itu, ia langsung menjadi pilihan utama Matt Busby dan membantu United meraih gelar liga musim 1951/1952 sekaligus memutus puasa gelar liga United yang saat itu sudah memasuki empat dekade lebih satu tahun.

Meski sukses pada musim pertamanya, namun Roger sendiri sempat menyatakan ingin hijrah dari United. Persoalannya disebabkan posisi yang ia mainkan bukan posisi yang ia sukai. Dalam formasi 2-3-5 atau 3-3-4 yang dimainkan Busby, Roger kerap mengisi posisi di belakang penyerang yaitu half-back. Padahal, Roger lebih senang bermain sebagai bek sayap kiri. Busby akhirnya mengalah dan Byrne dipersilahkan untuk lebih banyak bermain di posisi favoritnya.

Lantas, apa sebenarnya kelebihan seorang Roger? Jika melihat dari referensi yang beredar, banyak yang menyebut kalau Roger sebenarnya tidak punya kemampuan sepakbola yang bagus-bagus amat. Ia tidak memiliki kemampuan duel udara yang baik. Bahkan tekelnya juga tidak terlalu bagus untuk seorang pemain bertahan.

Akan tetapi, yang dicari oleh Busby dari sosok Roger bukan kemampuannya mengolah bola. Skill-nya boleh pas-pasan, tetapi etos kerjanya begitu disukai oleh Busby. Kecerdasan otaknya dalam mengatur strategi dan membaca pertandingan di atas lapangan juga menjadi nilai lebih. Belum lagi bicara soal kengototannya di atas lapangan.  Inilah yang membuat pemain-pemain tenar saat itu macam Stanley Matthews dan Tom Finney tidak bisa melewati penjagaannya. Ia juga mempunyai karisma yang membuatnya dihormati oleh pemain lain yang lebih muda. Aspek inilah yang membuat Roger dipercaya menjadi kapten oleh Busby.

Jika melihat atribut yang dimiliki Roger, maka ia merupakan cikal bakal dari sosok Roy Keane. Sama seperti Byrne, Keane juga tidak dibekali kemampuan olah bola yang baik. Namun, ia punya etos kerja, sikap ngotot, kepandaian membaca pertandingan, dan karisma yang bisa menjadi inspirasi pemain lain sehingga membuatnya menjadi kapten United. Tak ayal, kedua nama ini selalu bersinggungan dan kerap berada dalam jajaran kapten terbaik Setan Merah sepanjang sejarah.

Bersama United, Byrne mempersembahkan tiga gelar liga Inggris pada 1952, 1956, dan 1957. Selain itu, ia juga menjadi pemain reguler timnas Inggris dengan 33 penampilan yang semuanya dimainkan secara beruntun sejak April 1954 hingga November 1957. Nama Roger juga menjadi calon kuat pengganti kapten utama Inggris Billy Wright jika Billy memutuskan pensiun kelak.

Sayangnya, kariernya harus terhenti karena tragedi Munich. Roger yang seharusnya hanya dikenang sebagai kapten terbaik Manchester United, kini harus dikenang sebagai kapten terbaik yang tewas akibat tragedi Munich. Berapa piala yang bisa dia angkat jika ia selamat dan memimpin skuat muda Manchester United yang ikonik tersebut.

Ironisnya, pada hari ketika ia meninggal dunia, istri tercintanya yang bernama Joy baru dinyatakan mengandung anak pertama hasil pernikahan mereka. Delapan bulan setelahnya, anak yang dikandung oleh Joy lahir dan diberi nama Roger Junior. Pada masa remajanya, Roger Junior kerap mengisi waktu dengan menjadi ball boy di Old Trafford.