Foto: TalkSPORT

Bagian pertama bisa dibaca pada tautan berikut

Manchester United benar-benar beruntung memiliki Sir Alex Ferguson di tengah-tengah kebencian penggemarnya terhadap keluarga Glazer. Meski suara-suara sumbang kepada sang pemilik terdengar cukup keras, namun banyak dari mereka yang memilih untuk fokus kepada pergerakan tim bersama manajer dan David Gill selaku tangan kanannya.

Kesan irit Man United dan ketidak mampuan mereka di lantai bursa sudah terlihat sejak musim panas 2005, saat Glazer menjalani transfer pertamanya bersama United. Fergie hanya sanggup membeli Park Ji Sung dengan empat juta pounds. Rekrutan termahal klub pada musim tersebut. Bursa transfer selanjutnya (musim dingin 2006) rekrutan besar klub hanya Nemanja Vidic dengan nilai tujuh juta pounds. Musim panas 2006, David Gill berjanji akan mendatangkan dua pemain kelas dunia. Namun, yang datang hanya Michael Carrick dan Tomasz Kuszczak.

Dari cerita di atas saja, sudah tercermin kalau ada rasa tidak puas dari pemain-pemain yang didatangkan pada saat itu. Namun yang menarik, dengan pemain-pemain murah itulah United memutus puasa gelar tiga musim. Pergerakan tim berlanjut dengan mendatangkan Owen Hargreaves, Nani, Carlos Tevez, dan Anderson. Yang kemudian disusul Dimitar Berbatov musim panas 2008. Rekrutan 30 juta pounds terakhir United sebelum dipecahkan oleh Juan Mata.

Ferguson benar-benar pintar. Hanya dengan sumber daya seperti ini saja mereka bisa mengangkat tiga trofi Premier League, satu Liga Champions, dan satu gelar Piala Dunia Antarklub. Kejeniusan yang kemudian menjadi sebuah pola pikir kalau untuk sukses tidak perlu membeli pemain mahal. Pola pikir yang cenderung salah, karena itu juga tergantung siapa yang meracik pemain-pemain tersebut. Dan United beruntung punya Fergie.

“Fergie punya tiga gelar Premier League, satu Piala Champions, dan dua Piala Liga dalam empat musim pertama kepemimpinan Glazer. Ia memenangkan hati mayoritas pendukung. Bahkan pada Agustus 2008, seorang pendukung United berbicara secara langsung melalui sambungan telepon di MUTV untuk meminta suporter mencintai klub dan tidak membenci Glazer,” kata Luckhurst.

Pada musim 2009/2010, penggemar United merasa kalau skuat ini sudah harus diperkuat. Rio Ferdinand, Paul Scholes, Ryan Giggs, dan Gary Neville, sudah berusia 30 tahun atau lebih. Owen Hargreaves habis setelah satu musim. CR7 dan Tevez pergi, Nemanja Vidic sudah didekati Real Madrid. Sayangnya, investasi hanya hadir dalam wujud Valencia, Obertan, Owen, dan Mame Diouf.

“Tiba-tiba kampanye hijau-kuning emas dimulai sejak itu (kalah dari Burnley pada 2009). Sulit bagi siapa saja untuk mengomentari keluarga Glazer. Saya tumbuh sebagai penggemar United dan hal terakhir yang saya lakukan sebagai penggemar adalah melihat siapa yang ada di jajaran direktur,” kata Gary Neville dalam bukunya, Red.

Sebenarnya, perjalanan klub pada musim 2009/2010 jauh lebih baik ketimbang sekarang. Meski United kehilangan poin secara ajaib seperti ketika melawan Burnley, Aston Villa, dan Fulham, namun mereka masih kejar-kejaran dengan Chelsea. Namun tetap saja, penggemar merasa tim harus diperbaiki dengan Zoran Tosic dan Adem Ljajic direncanakan akan masuk ke dalam tim utama. Sayangnya, Ljajic lepas karena masalah izin kerja meski menurut Luckhurst, ada sumber dalam klub yang menyebut kalau United hanya menerima pemain muda lewat jalur akademinya saja.

Pada Natal 2009, pendukung United merasa kalau Glazer ingin mengambil utang baru dengan tujuan melunasi utangnya yang lama. Kemarahan semakin membesar ketika beberapa hari berikutnya, anak-anak Glazer meminjam uang 10 juta pounds dari klub.

“Kami punya lebih banyak uang daripada kalian,” kata penggemar Burnley yang menyindir masalah utang United. Nyanyian yang dijawab oleh Stretford End dengan “Love United, Hate Glazer”. Sepekan setelahnya, mulai banyak pendukung yang memakai syal hijau-kuning emas dalam laga melawan Hull.

Beberapa pendukung United memilih berdiri di luar tribun timur dengan membawa spanduk bertuliskan ‘Glazer – Selamanya bersama utang Anda yang membuat perhatian lebih banyak terpusat ke sana dan syal hijau-kuning emas alih-alih ke pertandingan. Empat hari kemudian, syal hijau-kuning masih tetap hadir ketika United menang melawan Manchester City pada leg kedua semifinal Piala Liga. Bahkan syal tersebut diputar-putar saat mereka merayakan kemenangan.

Jika musim ini, Ole Gunnar Solskjaer yang dicap pengkhianat karena ucapannya yang terus membela keluarga Glazer, maka saat itu yang menjadi sasaran adalah David Gill. Ini adalah bukti kalau Gill juga pernah membuat penggemar klub kecewa terlepas dari kehebatannya bekerja sama dengan Sir Alex Ferguson.

“Saya akan meminta para penggemar untuk bersikap masuk akal dan mendukung tim. Kami adalah klub yang sudah dikelola dengan baik dan mengingat apa yang terjadi pada klub lain, suporter seharusnya bangga dengan apa yang terjadi di Manchester United. Protes tidak ada gunanya dan tidak akan mengubah apa pun,” kata David.

Ucapan yang terasa sangat pedas. Sama seperti dengan apa yang diucapkan Ole beberapa waktu lalu. Intinya hanya satu, dukung United saja dan tidak usah melihat-lihat manajemen atau mengkritik manajemen dengan aksi-aksi yang bisa mengganggu performa tim.

Gill menjilat ludahnya sendiri. Pada Agustus 2004, ia pernah menyebut kalau utang adalah jalan menuju kehancuran dan berpihak kepada suporter. Enam tahun setelahnya, ia berlindung di balik ketiak Glazer. Pada laga melawan Aston Villa, 10 Februari 2010, suporter membawa spanduk yang bertuliskan ucapan Gill tentang utang. Ia dicap sebagai sosok yang munafik.

“Dua hari setelahnya, Gill berhadapan dengan dua pendukung United saat sesi tanya jawab di Universitas Birmingham yang mempertnyakan tentang Glazer dan komentarnya beberapa tahun lalu. Gill hanya menjawab: “komentar itu keluar pada musim gugur, dan segalanya bisa berubah karena modelnya juga berubah. Itu juga jika Anda membaca seluruh pernyataan saya,” kata Luckhurst.

Bersambung

Tulisan ini merupakan tulisan saduran dari tulisan Samuel Luckhurst di Manchester Evening News dengan tambahan seperlunya.