Laga FK Partizan melawan Manchester United menjadi momen spesial bagi Zoran Tosic. Ia akan kembali bertemu dengan mantan kesebelasan yang pernah ia perkuat hampir sedekade lalu. Tempat yang membuatnya sulit untuk berkembang menjadi pesepakbola hebat.

***

Inside United Edisi 201 (April 2009) membahas tentang dua pemain anyar Serbia ke Manchester United yaitu Zoran Tosic dan Adem Ljajic yang sudah tiba sejak Januari. Majalah resmi United saat itu mendeskripsikan dua penggawa Serbia ini sebagai bencana ganda untuk tim lawan. Mereka menuliskan 10 alasan mengapa lawan harus takut kepada dua pemain tersebut.

Kenyataannya, tidak ada satu pun dari 10 alasan tersebut yang benar-benar bisa terpenuhi dari kedatangan dua pemain ini. Baik Tosic dan Ljajic sama-sama gagal di United. Ljajic sudah gagal lebih dulu ketika izin kerjanya tidak bisa dia dapat. Nasib baik menaungi Tosic ketika izin kerja sudah di dapat. Namun seiring berjalannya waktu, dia tetap tidak bisa membuktikan kelayakannya sebagai calon pemain masa depan klub.

Sama seperti bocah-bocah pada umumnya, Tosic menyukai Manchester United. Di dinding kamar tidur rumahnya di Zrenjanin, bendera dan syal Manchester United terpasang di sana. Hal itu yang membulatkan tekadnya untuk bisa bermain bagi Setan Merah suatu hari nanti.

“Saya sudah menyukai United sejak usia lima tahun. Di depan saya masih terkenang final Liga Champions 1999 ketika menang atas Bayern Munich. Momen itu yang membuat saya mantap mengatakan kalau saya ingin bermain untuk United. Hal itu menjadi kenyataan ketika pacar saya, Dijana, menyuruh saya menonton berita yang menyebut kalau saya dan Adem (Ljajic) akan ke sana,” tuturnya.

Sir Alex Ferguson tertarik untuk membawa Tosic setelah mendengar rekomendasi dari pemandu bakat mereka asal Serbia, Budimir Vujacic. Meski postur tubuhnya tergolong kecil, namun ia dibekali dengan kecepatan dan kekuatan kaki kiri yang mumpuni. Selain itu, ia juga dikenal sebagai pemain yang jago dalam urusan bola-bola mati.

“Ada kesamaan antara dirinya dengan David Beckham terutama dari caranya membawa bola dan umpan-umpannya. Tapi dia punya kaki kiri yang bagus meski di Serbia ia bermain di sisi sebelah kanan. Zoran itu pemain yang pintar. Alih-alih melihatnya sebagai jelmaan Cristiano Ronaldo, saya justru melihat kalau dirinya mirip seperti Nani,” tutur Sir Alex Ferguson.

Sir Alex sendiri sebenarnya tidak langsung tergiur untuk langsung memainkan Zoran secara reguler. Ia memberikan tenggat enam pekan untuk melihat perkembangannya. Jika perkembangan si pemain bagus, maka dia siap untuk memainkannya secara rutin di atas lapangan.

Namun jika melihat hasil akhir dari kariernya di United, maka Zoran gagal membuktikan dirinya layak bermain untuk United. Ia hanya bermain lima kali saja selama dua musim di Manchester. Dua diantaranya dibuat pada ajang Premier League. Zoran tidak benar-benar bisa menunjukkan kalau dia layak bermain untuk United.

Yang menarik, Zoran justru bersinar ketika menjalani pertandingan bersama tim cadangan. Ia adalah penggawa regular dari tim serep United yang mencapai peringkat dua kompetisi Premier Reserve League. Bahkan dia menjadi pahlawan dalam laga final Manchester Senior Cup 2009 berkat satu golnya ke gawang Bolton.

Ekspektasi yang tinggi bisa menjadi alasan mengapa Zoran tidak bisa berkembang bersama United. Hal itu ia akui ketika pertama kali datang, banyak beban yang diberikan kepadanya sehingga emosinya sempat terganggu. Bayangkan saja, ia disebut-sebut sebagai Ryan Giggs yang baru, Cristiano Ronaldo baru, hingga The next Sinisa Mihajlovic.

Dalam wawancaranya bersama Andy Mitten untuk The Athletic, Zoran menyebut kalau level tinggi Manchester United menjadi hambatan baginya untuk bisa menjadi pemain sepakbola. Ia kesulitan mengimbangi intensitas latihan para pemain top yang berada di sana. Pada saat itu, ia langsung menyerah dan menganggap kalau dirinya memang tidak layak bermain untuk United.

“Saya langsung berada di tim utama dengan level yang sangat tinggi sehingga saya merasa seperti tidak sedang berada di klub sepakbola. Minggu-minggu pertama saya latihan bola bergerak sangat cepat dan hampir semua orang tidak ada yang kehilangan bola paling banyak selain saya. Saya sudah mencoba memperbaikinya tapi itu tidak cukup Saya benar-benar terintimidasi.”

“Saya pikir saya bisa bermain untuk United tetapi ada alasan kenapa saya tidak akan bisa berada di level seperti mereka. Para pemain ini sejak lama sudah berada di puncak. Giggs berusia 36, Scholes 34, tapi latihan mereka bisa mencapai 200 persen. Bahkan sebelum latihan dan ketika menuju ke gym, dua pemain ini selalu menggunakan sepeda,” tuturnya.

Persaingan di posisi Zoran saat itu memang tergolong sulit. Selain menghadapi Giggs, ia juga harus bertemu dengan Cristiano Ronaldo, Gabriel Obertan, Nani, dan Antonio Valencia. Baik di kiri maupun di kanan ia akan selalu menemui pesaing. Ferguson akhirnya meminjamkan Zoran ke klub Jerman, Koln, dan pada akhirnya dijual secara permanen ke CSKA Moscow. Bersama kesebelasan ibu kota Serbia tersebut, namanya membaik dan menjadi penggawa inti di sana.

Tosic sendiri menyesal karena ia begitu terburu-buru dalam menentukan masa depannya dan memilih tidak mau berusaha keras meningkatkan kemampuannya agar bisa dipercaya menjadi pemain utama di United.

“Mungkin saya harus bertahan di sana dan bertarung memperebutkan satu tempat di tim utama. Saya harusnya sadar kalau klub yang saya datangi itu adalah Manchester United. Saya tidak boleh terintimidasi dan harusnya saya sadar untuk berjuang lebih keras lagi,” ujarnya.

Nasi sudah menjadi bubur. Zoran sudah memilih untuk meninggalkan MU. Gemblengan latihan di United membuatnya memilih untuk meninggalkan klub alih-alih meningkatkan penampilannya di sana sampai titik maksimal. Pada akhirnya, Zoran akan selalu dikenang oleh pendukung United sebagai salah satu rekrutan gagal yang pernah dilakukan Manchester United dan Sir Alex Ferguson