Foto: Sportskeeda.com

Awal Desember lalu, BT Sports merilis sebuah film dokumenter berjudul Too Good To Go Down. Film ini menceritakan tentang Manchester United yang terdegradasi pada 1973/1974. Film ini juga menceritakan bagaimana usaha Setan Merah untuk bangkit dengan puncaknya adalah kesuksesan mereka meraih Piala FA pada 1977.

***

Terdegradasinya Manchester United pada 1974 terbilang mengejutkan. Hal ini dikarenakan status mereka yang sebelumnya adalah juara Eropa. Hanya butuh enam tahun United berubah dari kesebelasan papan atas menjadi pecundang yang sering berkutat di papan tengah hingga puncaknya harus terdegradasi setelah 38 tahun.

“Siapa yang patut disalahkan? Saya berpikir kalau itu semua karena kami sebelumnya berada di atas sangat lama, dan ketika berubah maka akan timbul ketakutan kalau kami akan gagal dan saya takut itu yang terjadi dengan United,” tutur Bobby Charlton pada 1974.

“Segalanya menjadi antiklimaks karena terjadi setelah kami memenangi Piala Champions 1968, tetapi setelah itu Matt Busby mengundurkan diri, dan itu mengubah tim ini secara drastis. Selama tiga sampai empat tahun saya merasa kalau tim ini sudah tertinggal dari tim lain. Sungguh menyedihkan melihat klub ini harus terdegradasi, dan saya harap mereka bisa bangkit kembali.”

Awal mula kejatuhan United terjadi pada 1968/1969 atau semusim setelah mereka memenangi Liga Champions. Hal itu ditandai dengan pengumuman kalau musim tersebut akan menjadi kali terakhir Matt Busby menangani tim. Pada akhir musim, mereka finis pada urutan ke-11 atau turun sembilang peringkat dari posisi mereka musim sebelumnya.

Dipilihnya Wilf McGuiness sebagai pengganti Busby tergolong mengejutkan. Pihak klub saat itu diberitakan mengincar salah satu diantara Don Revie dan Jock Stein. Akan tetapi, mereka memilih Wilf yang sebelumnya adalah pelatih tim cadangan United.

Baca juga: Kala Alex Ferguson Menangani Tim Nasional

Prestasi Wilf sebenarnya tergolong lumayan untuk pelatih yang hanya 18 bulan menangani tim. Ia membawa United finis di urutan kedelapan, dan tiga kali membawa klub ini ke semifinal Piala Liga (dua kali) dan Piala FA. Akan tetapi, ia kehilangan respek dari para pemainnya. Wilf kesulitan mengatur pemain bintang yang punya ego besar seperti George Best, Denis Law, dan Bobby Charlton.

Wilf lebih sering terlibat konflik diantaranya dengan Bobby. Ia juga pernah adu mulut dengan Jimmy Murphy. Bahkan ia pernah melemparkan kartu ke wajah Willie Morgan. Hal ini membuatnya kehilangan wibawa di antara pemain United lainnya. Pada Desember 1970, ia dipecat sehingga membuat Matt Busby kembali menangani tim.

Performa United di lapangan pun juga berantakan pada era kepemimpinan Wilf. Mereka kalah dua kali dari tiga pertandingan awal. Sejak pertengahan September, United hanya meraih dua kemenangan dan terjebak di zona merah. Masuknya Busby mengangkat posisi klub yang mengakhiri musim pada urutan kedelapan setelah memenangi 11 dari 18 pertandingan sisa. Inilah kali terakhir Busby menangani tim.

“Saya menyesal apa yang menimpa Wilf, tetapi kehadiran Matt Busby di kamar ganti membuat kami semua semangat untuk menyelamatkan klub ini,” kata Denis Law.

Posisi pelatih kemudian berpindah tangan ke sosok Frank O’Farrel yang pada 1968 membawa Leicester City ke final Piala FA. Bersama Frank, United sebenarnya tampil cukup baik. Hingga akhir tahun 1971, United sempat memimpin klasemen dan hanya menelan dua kekalahan. Akan tetapi, United goyah ketika memasuki pergantian tahun. United kalah pada tujuh pertandingan beruntun. Mereka hanya memenangi lima pertandingan saja dan kembali finis di urutan kedelapan.

Tidak stabilnya United saat itu juga dipengaruhi dengan konflik antara George Best dan Frank. Best tiba-tiba menghilang pada Januari untuk menghabiskan waktu bersama pemenang Miss England saat itu, Carolyne Moore. Sempat kembali dan mencetak gol, Best kemudian berulah kembali dengan melarikan diri ke Marbella sembari mengumumkan kalau dirinya pensiun dari sepakbola.

Akan tetapi, Best kembali ke Old Trafford dan meralat keputusannya 12 hari setelah pengumumannya tersebut. Sadar kalau dirinya dipermainkan pemainnya sendiri, Frank memberi skorsing dua minggu untuk Best tidak boleh berlatih bersama tim.

Konflik Best dengan Frank menjadi awal dari suramnya perjalanan United sepanjang musim 1972/1973. United hanya memenangi satu dari 10 pertandingan pertama mereka. Hingga bulan Desember, United sudah menderita sembilan kekalahan. Masalah Best dengan Frank mencapai puncaknya ketika pemain Irlandia Utara tersebut dimasukkan ke daftar transfer sebelum Best kembali mengumumkan pensiun untuk kedua kalinya.

Selain konflik dengan Best, Frank juga sering mendapat intervensi dari Sir Matt Busby. Busby kerap mengkritik keputusannya apabila ia mencadangkan atau tidak memainkan salah satu diantara Charlton, Law, maupun Best.

Karier Frank kemudian berakhir setelah United dikalahkan Crystal Palace 0-5. Pertandingan yang menurut Guardian sebagai laga yang paling menyedihkan sepanjang Manchester United. Beberapa hari setelah kekalahan tersebut, Matt Busby kemudian membawa Tommy Docherty untuk dipekerjakan sebagai pelatih baru United menggantikan Frank.

Docherty sendiri sebenarnya mendapat tim yang sudah usang. Charlton dan Law sudah termakan usia, Best yang masih berusia 26 tahun lebih sibuk dengan kasus indisiplinernya. Beruntung The Doc, julukan Docherty, masih bisa membawa United finis di urutan ke-18 pada akhir musim.

Musim tersebut juga menjadi kali terakhir trinitas United bermain bersama. Bobby pensiun pada 1973, sementara Denis Law dilepas ke Manchester City karena penampilannya semakin menurun karena cedera.

Posisi ke-18 yang diterima United seolah menjadi sinyal kalau tim ini akan jatuh. Benar saja, hingga pertengahan musim 1973/74, United hanya menang lima kali saja. Disisi lain, Best yang katanya sudah pensiun, kembali lagi ke United. Akan tetapi, masuknya Best tidak membawa pengaruh apapun. Ia sudah berbeda dari Best yang bersinar di tangan Busby.

Sebaliknya, Best kembali berulah. Ia mangkir dari latihan selama tiga hari dan terjebak kasus karena dituduh mencuri mantel bulu, paspor, dan beberapa cek dari Marjorie Wallace. Pertandingan United melawan QPR pada tahun baru 1974 menjadi pertandingan terakhirnya bersama United.

Performa United semakin memburuk memasuki paruh kedua musim. Mereka bahkan berada pada posisi paling belakang pada Maret. Sempat meraih hasil positif dalam enam laga beruntun, United gagal menang ketika melawan Southampton dan Everton. Penentuan selamat atau tidaknya United dari jurang degradasi ditentukan pada pertandingan ke-41 melawan tetangga sekota mereka.

  Klasemen Main Poin Selisih Gol
19 Birmingham City 41 35 -13
20 Southampton 41 34 -24
21 Manchester United 40 32 -8
22 Norwich C 40 29 -21

 

Setan Merah yang dulunya juara Eropa tersebut harus menerima vonis terdegradasi dari divisi satu. City mengalahkan mereka di Old Trafford lewat satu gol yang dibuat Denis Law, mantan pemainnya sendiri. Gol itu menyesakkan bagi pendukung United. Law sendiri sampai tidak bisa berkata-kata. Di tempat lain, Birmingham mengalahkan Norwich yang memastikan mereka aman.

Baca juga: Denis Law, Gol yang Membuat Manchester United Terdegradasi

“Apa yang bisa saya lakukan? Saya tidak tahu harus berbuat apa.. Maksud saya, ketika ada bola di depan gawang maka saya harus mencetak gol. Jadi saya tidak melakukan perayaan apapun,” tutur Law kepada BT Sports.

“Law berbicara kepada saya kalau dia takut pulang ke rumah karena banyak pendukung United yang menghampiri rumahnya,” tutur Paddy Crerand.

Law sendiri tidak mau melihat mantan tim yang membesarkan namanya tersebut terdegradasi. Ia pun menolak dianggap menjadi biang keladi terdegradasinya United. “Bukan saya yang menyebabkan United degradasi. Mereka degradasi karena Birmingham mengalahkan Norwich.”

Ketika peluit wasit dibunyikan, para pendukung United ramai-ramai menginvasi lapangan. Auranya seperti mereka sedang merayakan kesuksesan memenangi sesuatu. Tetapi saat itu para pendukung United mencoba untuk tidak menangis setelah melihat kesebelasan favoritnya terjerembab ke divisi dua.