Masih ingat kejadian yang terjadi pada final Piala Liga 2019 ketika penjaga gawang Chelsea, Kepa Arrizabalaga, menolak untuk digantikan oleh Maurizio Sarri karena mengalami cedera. Ketika itu, ia bersikukuh untuk tidak mau keluar dan memlih tetap berada di lapangan sampai pertandingan berakhir. Momen yang kemudian membuat Kepa dicadangkan beberapa laga olehnya.

Kejadian ini sebenarnya sudah pernah terjadi nyaris tiga dekade lalu. Pada final Piala Liga 1991, Sealey menderita cedera lutut yang sangat parah saat United menghadapi Sheffield Wednesday. Ia ketika itu bertabrakan dengan Paul Williams yang membuat lututnya tertekuk. Namun ia memilih untuk tetap melanjutkan pertandingan.

“Saya melihat beberapa bagian lututnya yang dibuang sampai ke tulang, tapi dia tidak mau digantikan karena dia sangat ingin bermain di final Piala Winners beberapa minggu kemudian. Dia memiliki jiwa yang sangat besar,” tutur Clayton Blackmore.

Musim 1990/1991 berjalan baik bagi Les. Ia kini sudah menjadi kiper utama menggusur Jim yang hari-harinya mulai dipenuhi konflik dengan Sir Alex Ferguson. Sementara kiper muda bernama Gary Walsh dan Mark Bosnich menunggu sebagai kiper ketiga dan keempat. Sealey sendiri bermain dalam 51 dari 60 laga yang dimainkan United saat itu.

Pada final Piala Liga tersebut, Sealey sebenarnya sudah tergopoh-gopoh. Namun ia tetap ingin berada di bawah mistar. Ia merasa kalau jatah pergantian pemain lebih baik digunakan untuk 10 pemain lainnya ketimbang harus memakainya untuk mengganti penjaga gawang. Apalagi kondisi United saat itu sedang tertinggal.

Dengan kondisi yang sudah tertatih-tatih, dan memiliki beberapa luka parah di lututnya, dengan waktu yang masih tersisa banyak selama 12 menit, Sealey masih sanggup menggagalkan peluang dari Paul Williams dan beberapa kali Jim McGregor, fisioterapis United saat itu, memohon agar dirinya mau digantikan, Sealey akan tetap menolak. Sayangnya, United tetap kalah pada pertandingan tersebut. Meski begitu, cerita heroik Sealey menandakan betapa cintanya dia terhadap Manchester United. Sealey sendiri baru dijahit secara benar ketika pertandingan sudah berakhir.

Ketika United sedang menunggu penerbangan di bandara Heathrow, Sealey pingsan. Hal ini akibat dari lukanya yang mulai infeksi akibat cedera lututnya waktu itu. Ia langsung dibawa ke Rumah Sakit Middlesex untuk menjalankan operasi darurat. Ahli bedah yang mengurusnya saat itu menyebut kalau saja Sealey pingsan ketika mereka sedang terbang, maka dia bisa kehilangan kaki atau bahkan nyawanya.

Cedera semengerikan apapun tampaknya tidak akan menjatuhkan hasrat Sealey untuk terus bermain. Bagaimana tidak, untuk masalah lutut yang parah bahkan nyaris menghilangkan kaki dan nyawanya, Sealey hanya butuh waktu empat minggu untuk pulih. Keberanian dan tekadnya langsung membuatnya bisa bermain lagi pada final Piala Winners di Rotterdam.

“Ketika Anda bermain sepakbola, maka Anda secara tidak langsung sedang berperang. Dan saya tahu, saya harus bermain dengan antusiasme serta hasrat untuk membuat sejarah. Saya selalu bermain dengan penuh semangat di tiap pertandingan,” tuturnya pada 1994 lalu.

Pada final Piala Winners 1991, Sealey membantu United mengalahkan Barcelona. Inilah trofi mayor kedua yang ia raih bersama United. Ia kemudian berharap bisa mendapat kontrak dua tahun oleh United yang sayangnya hal itu tidak bisa dipenuhi. Usia Sealey yang sudah 33 tahun membuat ia hanya bisa ditawar kontrak satu tahun saja mengikuti kebijakan United era Sir Alex Ferguson. Ia akhirnya hijrah ke Aston Villa pada musim panas 1991.

Sempat menjadi kiper utama di Aston Villa, namun tempat Sealey kemudian tergusur oleh kehadiran Nigel Spink. Sejak saat itu, ia tidak pernah lagi bermain dan menjalani serangkaian peminjaman seperti ke Coventry City dan Birmingham City.

Pada 1993, Sealey kembali ke United dengan status bebas transfer. Sayangnya, periode ketiga ia bersama United tidak berjalan baik. Kali ini, ia kembali menjadi yang nomor dua karena posisi nomor satu sudah dikuasai oleh Peter Schmeichel. Ia hanya bermain dua kali yaitu ketika menggantikan Schmeichel saat ia dikartu merah kala melawan Charlton dan pada final Piala Liga 1994 saat United kalah dari Aston Villa. Laga melawan Villa menjadi laga keempat Sealey bersama United sejak kejadian horor pada 1991 tersebut. Sisanya, ia lebih banyak duduk di bangku cadangan.

Pada akhir musim, ia memutuskan untuk hengkang ke Blackpool sebelum kemudian hijrah ke West Ham United. Sempat bermain untuk Leyton Orient dan Bury, Sealey mengakhiri karier bersama West Ham dan kemudian menjadi pelatih penjaga gawang di sana.

Pada 19 Agustus 2001, berita mengejutkan hadir dari Sealey. Ia meninggal dunia pada usia 43 tahun karena terkena serangan jantung. Jim Leighton, pesaing sekaligus sahabatnya, menjadi orang yang membawa petinya ke pemakaman. United saat itu kehilangan sosok pemain yang punya dedikasi besar untuk terus menjaga nama baik lambang klub yang berada di dada.