Foto: Daily Record

Fenomena double job sebenarnya lazim terjadi di dunia sepakbola. Bahkan Sir Alex Ferguson pun pernah melakukannya.

Ralf Rangnick tampaknya masih punya hasrat untuk menemani timnya dari pinggir lapangan. Beberapa hari setelah hasil imbang yang diraih United ketika melawan Chelsea, ia diberitakan telah menerima pinangan federasi sepakbola Austria sebagai pelatih di sana.

Sontak, kabar ini mengagetkan terutama bagi suporter United. Telah kita ketahui bersama kalau Rangnick adalah konsultan klub mulai musim depan. Inilah yang memicu perdebatan terkait apakah nanti tugas Rangnick tidak bertabrakan mengingat tugas konsultan klub juga bukan tugas sembarangan.

Sejatinya, fenomena double job ini lazim di sepakbola. Ada beberapa orang yang pernah melakukannya. Bahkan mereka adalah pelatih klub dan bukan pelatih interim seperti yang dilakukan Rangnick sekarang. Bahkan, beberapa puluh tahun yang lalu Sir Alex Ferguson pernah melakukannya.

***

Cardiff, 10 September 1985. Kala itu kesebelasan negara Skotlandia sedang tertinggal dari Wales dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 1986. Waktu pertandingan tinggal 10 menit dengan kedudukan sementara 1-0 untuk tuan rumah. Kekalahan akan membuat Skotlandia gagal melangkah ke Piala Dunia kelima mereka.

Mereka hanya butuh hasil seri untuk bisa melangkah ke jalur play off. Di sisa waktu yang semakin sedikit, mereka mendapatkan hadiah penalti dari wasit Jan Keizer. Penalti tersebut sukses diubah menjadi gol oleh David Cooper. Skor 1-1 berakhir hingga akhir pertandingan. Skotlandia bersorak dan berhasil melaju ke Meksiko, tempat Piala Dunia 1986 digelar.

Akan tetapi, suasana meriah di Ninian Park berubah menjadi suasana hening. Saat merayakan keberhasilan melaju ke Piala Dunia, Jock Stein tiba-tiba terjatuh. Stein adalah manajer Skotlandia yang sudah memimpin The Tartan Army sejak 1978. Beberapa saat kemudian, Stein meninggal dunia akibat serangan jantung.

Stein meninggal dunia dua bulan sebelum Skotlandia melakoni babak play off melawan Australia. Federasi dituntut harus cepat mencari pengganti yang sudah mengenal skuadnya sejak lama. Pilihan kemudian jatuh kepada asisten Stein yang tidak lain dan tidak bukan adalah Alex Ferguson.

Fergie memang menjadi asisten bagi Stein, namun di sisi lain ia masih menjadi pelatih utama Aberdeen. Tentu sebuah tugas yang berat mengingat beban melatih keduanya cukup besar. Meski begitu, Sir Alex adalah orang yang berani sehingga ia menerima tantangan itu.

Jika melihat isi skuat Skotlandia saat itu maka keputusan federasi memilih Fergie adalah keputusan yang tepat. Ada empat pemain dari skuat mereka yang ia asuh di Aberdeen. Skuat mereka bahkan semakin kuat setelah diisi bintang Liverpool yaitu Steve Nicol dan Kenny Dalglish. Mereka juga memiliki kapten yang penuh kharisma, Graeme Souness.

Fergie berhasil dalam tugas pertamanya menangani Skotlandia. Pada leg pertama melawan Australia di Glasgow, mereka menang 2-0 melalui gol David Cooper dan Frank McAvennie. Saat itu, mereka memang dijagokan untuk lolos ke putaran final. Akan tetapi ketika bersiap berangkat ke Australia untuk leg kedua, Fergie mendapat hambatan.

Beberapa klub Liga Skotlandia menolak untuk melepas para pemainnya untuk Ferguson. Beberapa klub tidak ingin pemainnya tidak kembali fit setelah melakoni perjalanan jauh ke negeri kangguru. Beruntung mereka berhasil menahan tuan rumah tanpa gol sehingga mereka berhasil melangkah ke Meksiko 1986.

Perseteruan antara tim nasional dengan klub-klub Liga Skotlandia kembali berlanjut saat Fergie bersiap memanggil beberapa pemain untuk laga persahabatan melawan Belanda. Celtic menolak keinginan Fergie yang ingin menggunakan tiga pemain mereka dengan alasan yang sama yaitu takut kelelahan.

Tidak hanya melawan klub-klub domestik, Fergie juga berseteru dengan pemainnya sendiri. Jelang Piala Dunia, Alan Hansen memutuskan pensiun dari tim nasional karena hanya menjadi pemain pilihan ketiga di sektor bek tengah. Ia kecewa saat Fergie lebih memilih poros Aberdeen (McLeish dan Miller) alih-alih memakai jasa dirinya yang membawa Liverpool meraih double winner. Namun Fergie beralasan kalau Hansen saat itu tidak punya komitmen lagi untuk memperkuat negaranya. Masalah Fergie semakin berat. Kenny Dalglish yang terdaftar dalam 22 pemain yang berangkat ke Meksiko urung berlaga karena mengalami cedera lutut.

Skotlandia tergabung di Grup E bersama Uruguay, Jerman Barat, dan Denmark. Pertandingan pertama Fergie di Piala Dunia berakhir buruk. Mereka kalah 0-1 dari Tim Dinamit yang saat itu statusnya adalah tim debutan. Hasil tersebut memunculkan kritik dari masyarakat Skotlandia. Fergie dianggap salah memilih susunan pemain.

Satu hal yang menjadi sorotan adalah ketika Fergie dengan berani membangkucadangkan Franck McAvennie. Franck bukan pemain dengan nama besar macam Dalglish ataupun Souness, akan tetapi sebelum turnamen dimulai Frank adalah pencetak gol terbanyak kedua di Liga Inggris setelah Gary Lineker. Sepanjang turnamen, Avennie hanya bermain 60 menit dan selalu masuk dari bangku cadangan.

“Saya tahu mengapa saya dicadangkan. Saya mempertanyakan keputusan dia (Fergie) dan dia membayar keputusannya (Skotlandia kalah),” tutur Avennie yang merasa tidak puas akan keputusan Fergie.

Laga kedua juga berakhir dengan kekalahan untuk kubu Ferguson. Sempat unggul melalui gol Gordon Strachan, namun Jerman mampu membalikkan keunggulan melalui Rudi Voller dan Klaus Allofs. Meski kalah dua kali beruntun, peluang untuk ke babak perdelapan final masih terbuka. Syaratnya adalah dengan mengalahkan Uruguay.

Akan tetapi di Nezhualcoyoti, Skotlandia justru disambut dengan permainan keras menjurus kasar ala La Celeste. Belum genap satu menit, pemain belakang Uruguay Jose Batista sudah diusir wasit karena menerjang Strachan. Skor akhir 0-0 dan Skotlandia gagal lagi untuk lolos dari fase grup.

Setelah pertandingan, Fergie begitu marah, “Laga ini berantakan. Mereka (Uruguay) tidak ingin bermain sepakbola. Mereka tidak menghormati kami. Memalukan dan menjadikan laga ini sebagai lelucon. Permainan keras seperti mereka tidak diterima di Piala Dunia.”

“Saya senang kami tidak akan bertemu mereka lagi. Sekarang masalah akan didapat Argentina (lawan Uruguay di perdelapang final) dan juga FIFA,” tuturnya menambahkan.

Fergie boleh saja marah. Tetapi, amarahnya tersebut tidak bisa menutup fakta kalau dirinya gagal mengemban amanah mendiang Jock Stein untuk membawa Skotlandia terbang tinggi di ajang empat tahunan. Apa yang terjadi di Meksiko 1986 membuat Fergie berbenah dan memperbaiki diri sebelum takdir membawanya ke kota Manchester untuk menciptakan sejarah.

Sumber: Guardian, Theversed, FFT, BBC