Kehidupan Jim sebagai seorang pemain dimulai dengan masalah. Hubungan dekatnya dengan George Best membuat keduanya lebih sering menghabiskan waktu bersama untuk minum-minum, pergi ke bar, dan mencari gadis-gadis. Perilaku ini tampak tidak disukai Busby yang langsung memanggilnya ke ruangan setelah tahu kejadian tersebut.

“Busby kecewa. Saya sendiri sebenarnya tidak minum dan dalam pikiran saya, saya sudah siap untuk memberi alasan kalau saya tidak minum saat itu. Tapi saya tidak bisa menemukan cara untuk menyampaikannya. Saya belum melakukan apa yang dia pikir saya lakukan, tetapi saya merasa ingin berlutut dan minta maaf karena mengecewakannya.”

“Itu salah satu hal yang tidak bisa Anda lakukan. Anda tidak ingin mengecewakannya. Kamu hanya bisa merasa bersalah. Jadi, setiap kali Anda keluar lapangan, Anda bertekad untuk tidak mengecewakannya,” kata Jim.

Jim sendiri sebenarnya  lebih sering menghabiskan waktu sebagai pemain tim cadangan. Ia sudah mendapat kontrak profesional sejak 1963, namun debut tim utamanya baru datang pada Mei 1966. Diawali dari laga tim cadangan melawan Aston Villa, pintu tim utama mulai terbuka untuk Jim. Ketika itu, United berada dalam kondisi sulit dengan bermain 10 pemain dan skor berakhir imbang 0-0. Dalam pertandingan tersebut, Jim menjadi sosok yang bermain cukup bagus. Minggu berikutnya, ia akhirnya mendapat kesempatan debut tim utama saat United bermain melawan West Bromwich Albion.

“Saya tidak bermain luar biasa. Saat itu saya bermain sangat gamang. Saya tampil bagus di tim cadangan dan beberapa rekan memprediksi bahwa saya akan masuk ke tim utama dengan segera. Saya sudah menantikan pertandingan tersebut, tetapi saya sangat grogi.”

Betapa gugupnya Jim bisa dikatakan karena ia harus berhadapan dengan Graham Williams. Sosok bek sayap WBA yang memiliki postur dan perawakan yang sangat besar. Ia adalah orang yang menyulitkan George Best apabila The Baggies bertemu United. Hal ini yang mungkin juga dirasakan oleh Jim karena ia berposisi sama dengan Best.

Laga melawan WBA berakhir baik bagi Jim yang membuatnya kembali dipercaya Busby untuk bermain pada laga melawan Blackburn. United menang 4-1 pada pertandingan tersebut. Meski begitu, Jim masih tidak puas. Dua laga tersebut dimainkan di luar Old Trafford. Ia ingin bermain di Teater Impian. Kesempatan itu akhirnya datang beberapa hari kemudian saat United berhadapan dengan Aston Villa.

“Debut kandang menegangkan. Saya gemetar. Stadion penuh, bising, saya main bareng Denis Law. Beruntung saya baik-baik saja ketika masuk ke dalam lapangan,” tuturnya.

Manchester United menang 6-1 pada pertandingan tersebut. Spesial bagi Jim karena ia berhasil menyumbangkan satu gol. Gol melalui kaki kiri dengan sepakan voli yang ia anggap sebuah ketidaksengajaan.

“Saya hanya mengayunkan kaki saya dan orang mungkin berpikir itu bukan gol yang buruk. Tapi saya sebenarnya tidak pernah menggunakan kaki kiri saya. Tapi itu gol yang pantas masuk dalam koleksi saya. Saya menendang bola dengan tenang dan bolanya melewati garis gawang,” ujar Jim kepada Inside United.

Jim berada dalam skuat Manchester United terbaik yang pernah dimiliki sepanjang sejarah. Saat itu, Setan Merah menjadi juara Piala FA 1963, dua gelar Liga Inggris pada 1964/1965 dan 1966/1967, serta Piala Champions 1967/1968. Akan tetapi, ia bukanlah pilihan utama dalam tim Matt Busby. Ia hanya bermain 27 kali dan mencetak empat gol. Torehan yang sangat minim mengingat ia bersama Setan Merah selama tujuh musim. Kontribusi yang minim tersebut membuatnya kesulitan mencari klub yang jauh lebih baik. Sempat menolak tawaran dari Bristol City pada 1969, ia akhirnya menyerah dan memilih untuk hijrah ke Luton Town setahun kemudian.

“Saya jarang bermain, sementara saya harus meneruskan karier. Momen yang masih membekas bagi saya. Luton datang dan memberikan tawaran kepada saya yang membuat saya tertarik untuk pergi pada 1970.”

“Saya menghabiskan beberapa tahun yang menyenangkan di sana sebelum saya pindah ke Amerika Serikat untuk bermain bersama Dallas Tornado dan Wichita Wings,” ujarnya.

Setelah pindah dari Manchester, karier Jim mulai membaik. Meski hanya bermain di klub kecil, namun ia menjadi pemain utama di sana. Ia pensiun pada 1982 dengan Wichita Wings sebagai klub terakhirnya. Yang menarik, Wichita Wings adalah klub Major Indoor Soccer League atau sepakbola dalam ruangan.

Setelah menyelesaikan karier sepakbolanya, Jim memutuskan untuk tinggal di Amerika Serikat selama delapan tahun. Pada 1990, ia kembali ke Inggris setelah mendapat tawaran menjadi manajer tim cadangan Luton Town. Sekembalinya ia ke Inggris, tempat pertama yang ia kunjungi adalah Old Trafford. Saat itu ia membawa anaknya, Neil, untuk melihat tempat ayahnya memulai karier sebagai pemain sepakbola. Di sana ia kembali bertemu dengan Matt Busby yang ternyata masih mengenalnya.

“Bagaimana bisa dia masih ingat saya? Saya bermain kurang dari 30 laga untuk klub. Saya merasa luar biasa karena dia masih mengingat saya. Dia bertanya tentan apa yang saya lakukan di sana, dan saya menjawab kalau saya ingin menunjukkan Old Trafford kepada anak saya.”

“Dia mengajak saya keliling Old Trafford. Neil kemudian tumbuh dewasa sebagai penggemar United di Wichita, yang sebelumnya ia tidak tahu apa itu United. Di sini, ia bertemu dengan pria yang merupakan pemimpin klub,” tuturnya.

Selain bertemu Busby, Jim juga bertemu dengan satu sosok yang nantinya akan membawanya kembali ke pangkuan Manchester United. Saat itu, sosoknya belum terkenal seperti sekarang. Maklum saja karena saat itu ia sedang berada dalam kondisi yang sulit karena ancaman pemecatan. Sosok bernama Alex Ferguson yang ia sebut memiliki karakteristik yang sama dengan Matt Busby.