Kita semua sudah tahu kalau Sir Alex Ferguson dikenal sebagai manajer yang menganut kedisiplinan sebagai resep utama meraih kesuksesan. Metode ini yang membuat United begitu sukses lebih dari seperempat dekade.

Namun kedisiplinan Fergie tidak serta merta hadir setelah ia menangani Manchester United atau bahkan Aberdeen. Ia sudah menganut kedisiplinan bahkan sejak menangani East Stirlingshire dan St.Mirren. Bayangkan pada usia yang baru 32 tahun, Ferguson sudah membuat takut orang-orang di sekitarnya.

“Ia adalah orang yang tidak takut pada siapa pun sebelumnya, Ferguson bagi saya adalah bajingan yang menakutkan,” kata penyerang Stirlingshire, Bobby McCulley.

Selain Bobby, masih ada beberapa orang yang ciut ketika menghadapi Fergie. Hal ini pernah ia tuliskan dalam autobiografinya yang berjudul Managing my Life.

***

Setelah menangani East Stirlingshire, saya pindah ke St.Mirren. Banyak pelajaran yang saya bisa tarik dari pengalaman menangani dua klub tersebut. Setiap hari banyak hal-hal baru. Kalau saya mengulangi kesalahan, maka saya tidak akan mengulanginya.

Pada umumnya saya melakukan segala hal berdasarkan naluri. Tetapi kalau saya harus mengambil keputusan dengan cepat, maka saya menampung segala pandangan-pandangan positif, terutama dari para pemain. Jika pemain mengajukan pendapatnya, saya harus menganalisisnya dengan cepat dan mengambil kesimpulan dengan cepat sehingga saya bisa memberikan jawaban yang cepat pula.

Jika saya masih belum puas, saya akan mengajak pemain untuk berdialog lagi sampai saya bisa mendapat jawaban yang mantap. Waktu saya menjadi pemain, saya paling tidak suka ketemu pelatih dengan jawaban yang mengambang. Itulah sebabnya saya berusaha dengan keras menghindari hal-hal yang tidak disukai pemain ini.

Ada pengalaman menarik ketika saya menangani East Stirlingshire ketinggalan 0-2 dari Albion Rovers dalam Piala Liga Skotlandia. Saat saya sedang memikirkan taktik untuk babak kedua, tiba-tiba ketua klub Willie Muirhead datang seraya bertanya: “Apa yang Anda lakukan pada babak kedua?”

“Yang saya lakukan adalah mengeluarkan Anda dari sini, kalau Anda tidak segera pergi sekarang juga. Ya, sekarang!” jawab saya. Sejak saat itu, tidak ada pimpinan klub yang berani melakukan campur tangan dalam soal kepelatihan.

Setelah itu, ada lagi peristiwa ketika ada yang mencoba main-main bersama saya tentang kedisiplinan. Kali ini datang dari striker andalan kami Jim Meekin. Lewat telepon Meekin memberi tahu saya, bahwa dia tidak bisa hadir dalam latihan hari Senin karena berlibur ke Blackpool dengan Bob Shaw, mertuanya yang juga menjabat sebagai salah satu direktur klub Stirlingshire.

“Saya tidak peduli dengan siapa kamu akan pergi. Pergi dengan Ratu Elizabeth pun saya tidak peduli. Pokoknya kamu harus datang latihan pada hari Senin. Titik!” Jawab saya.

Saya kenal baik Bob Shaw, tetapi dalam soal ini saya tidak mau tahu. Ketika dia menelepon saya tentang rencana pergi bersama Meekin, saya tidak menanggapinya. Pada Senin sore, Meekin menelepon saya, katanya mobilnya tabrakan dalam perjalanan pulang, hingga tidak bisa menghadiri latihan pada hari Senin. Saya minta nomor telepon rumahnya supaya saya bisa menghubunginya kembali. Lama dia terdiam hingga akhirnya mengaku kalau ia masih di Blackpool. “Jangan kembali, Kariermu di sini sudah habis!” kata saya.

Dua minggu kemudian, Willie Muirhead merengek meminta hukuman kepada Meekin dicabut. Saya merasa dia mendapat pengaduan dari Shaw.

Ketika di St.Mirren ada peristiwa lain lagi yang terjadi. Menjelang pertandingan melawan Patrick Thistle, saudara laki-laki saya melapor kalau pemain saya masih suka minum-minum di pub Waterloo. Setelah pertandingan selesai, saya kumpulkan mereka dan saya marahi mereka habis-habisan. Saya meminta semua pemain untuk tidak pulang dan lanjut latihan semalam suntuk, kecuali jika mereka menandatangani surat perjanjian untuk tidak ke Waterloo lagi.

Saat itu saya naik darah. Saya melempar botol Coca Cola ke tembok sampai pecah. Serpihannya berhamburan dan minuman ringan itu membasahi tembok. Kemudian Jackie Coplan, kapten tim, datang menghadap saya dan menanyakan maksud dari surat perjanjian tersebut.

“Apa kamu tidak mendengar?” kata saya.

“Dengar sih dengar pak, tetapi Bapak sangat emosional hingga teman-teman tidak menanggapi perkataan Bapak,” kata Jackie.

“Saya minta kalian tanda tangan surat perjanjian untuk tidak ke Waterloo lagi. Kalau tidak kalian semua harus latihan malam sekarang juga di hari Sabtu.” Jackie kemudian datang membawa surat pernyataan yang penuh tanda tangan pemain.

Saya memang ingin memerangi budaya minum untuk pemain saya. Mereka yang suka minum tidak akan bertahan lama bersama saya. Lalu orang-orang bertanya, bagaimana cara saya dalam menangani masalah kedisplinan.

“Jika ada yang bertanya, bagaimana sikap saya tentang disiplin, saya hanya bisa menasihati untuk jangan coba-coba konfrontasi dengan saya terutama dalam hal disiplin ini,” jawab saya.