Sudah kita ketahui bersama kalau musim lalu, Manchester United gagal meraih satu gelar pun. Optimisme tinggi yang muncul sejak awal musim tiba-tiba meredup seiring musim berjalan. Puncaknya adalah ketika sepakan pelan Eden Hazard membuat United hanya bisa menyebut posisi Premier League saja sebagai satu-satunya kemajuan.

Jose Mourinho pun langsung sibuk setelah final. Sembari menyiapkan tiket liburan dan kesiapan dia sebagai pundit untuk Piala Dunia nanti, Jose meminta segala hal yang berkaitan dengan urusan teknis bisa diselesaikan sebelum musim depan. Salah satunya adalah pembelian pemain baru.

Meski begitu, ada alternatif lain sebenarnya yang bisa dilakukan United selain membeli pemain baru. United khususnya Jose Mourinho sebenarnya bisa mengulangi apa yang pernah dilakukan oleh Sir Alex Ferguson 23 tahun silam. Sebuah langkah yang terbilang kurang populer bahkan di mata penggemar United sendiri.

2017/2018 Ulangan Musim 1994/1995

Apa yang diraih United musim 2017/2018 sebenarnya sama persis dengan apa yang terjadi pada musim 1994/1995. Ketika itu, United juga sama-sama mengakhiri musim sebagai runner up di Premier League dan Piala FA. Bahkan, situasi yang dialami Setan Merah sepanjang 2017/2018 bisa dikategorikan sebagai pengulangan dari kejadian yang pernah terjadi 23 tahun lalu.

Jika musim lalu mereka kalah dari Manchester City, maka pada 1995 Blackburn Rovers yang mengalahkan mereka di liga. Menariknya, kedua kesebelasan tersebut jaraknya hanya sepelemparan batu dari markas United.

Everton adalah kesebelasan yang mengalahkan mereka di final Piala FA 1995. Musim ini, Chelsea adalah kesebelasan yang mengalahkan mereka di Stadion Wembley. Kedua kesebelasan tersebut memang berlainan kota tetapi sama-sama memiliki warna kostum yang sama yaitu biru.

Pada Januari 1995, United melakukan gebrakan dengan merekrut bintang Newcastle United, Andy Cole dengan harga mahal. 23 tahun berselang, Jose memutuskan menggamit Alexis Sanchez dan menjadikan ia sebagai pemain dengan gaji mahal di dalam skuad. Keduanya sama-sama pemain bintang di klub sebelumnya.

Baik Jose Mourinho dan Sir Alex Ferguson saat itu sama-sama menurunkan tiga pemain yang berasal dari akademi United sebagai starter. Pada 1995, Fergie menurunkan Gary Neville, Nicky Butt, dan Mark Hughes sementara Jesse Lingard, Marcus Rashford, dan Paul Pogba menjadi representasi akademi di era Jose Mourinho.

Kedua manajer juga langsung terpuruk meski berhasil memberikan prestasi positif musim sebelumnya. Fergie terpuruk setelah berhasil membawa United meraih gelar dobel pertamanya sepanjang sejarah. Hal serupa juga menimpa Jose yang musim sebelumnya menjadikan dirinya sebagai manajer United pertama yang bisa memberikan gelar pada musim pertama menangani Setan Merah.

Keputusan Fergie yang Bisa Diulangi Oleh Jose Mourinho

Lantas apa yang dilakukan Fergie setelah itu? Fergie secara mengejutkan membuang tiga pemain United yang sebenarnya adalah kesayangan fans yaitu Mark Hughes, Paul Ince, dan Andrei Kanchelskis. Nama terakhir bahkan menjadi top skor United pada 1994/1995 dan menjadi bintang dalam partai derby dengan trigolnya ke gawang City.

Yang lebih mengejutkan para penggemar saat itu, Fergie tidak membeli pemain selama musim panas. Sebaliknya ia mempromosikan lima pemain muda yang kemudian dikenal Eropa dan dunia sebagai Class of 92. Paul Scholes, Gary Neville, Nicky Butt, Phil Neville, dan David Beckham dimasukkan ke dalam skuad menemani Ryan Giggs yang sudah menjadi pemain utama beberapa tahun sebelumnya.

Keputusan Fergie saat itu tidak disambut baik. Mereka kalah 3-1 dari Aston Villa pada partai pertama musim 1995/1996. Sebuah pertandingan yang membuat mantan legenda Liverpool, Alan Hansen terkenal dengan perkataannya, “Anda tidak bisa memenangi apapun bersama anak-anak.”

Pahit di awal namun manis di akhir. Pemain-pemain muda tersebut justru menjadi tulang punggung skuad Sir Alex. Per orang rata-rata bermain lebih dari 30 pertandingan. Berkat generasi tersebut, Newcastle yang memimpin 12 poin pada Desember berhasil disalip.

Alan Hansen semakin malu setelah di akhir musim, gelar dobel kembali diraih dalam wujud Premier League dan Piala FA. Setelahnya, mereka semua menjadi legenda dan meninggalkan sejarah luar biasa untuk Manchester United.

Harapan ini yang setidaknya terus dijaga pendukung United dan diharapkan bisa diulang Jose Mourinho musim depan. Saat ini sudah ada empat nama pemain akademi yang kerap menjadi pilihan yaitu Lingard, Pogba, Rashford, dan Scott McTominay. Jika ingin mereplika Class of 92, Jose hanya tinggal mencari dua nama saja.

Manajer Portugal tersebut sebenarnya memiliki banyak pilihan. Ada nama Tahith Chong, Angel Gomes, Demetri Mitchell, serta Ethan Hamilton yang bisa diangkat naik layaknya Beckham dkk. Belum lagi jika melihat nama-nama lain seperti Axel Tuanzebe, Timothy Fosu Mensah, dan Joel Pereira. Jose bisa membuat skuad dengan 11 pemain berasal dari akademi United.

Risiko yang Berpeluang Hadir

Banyak penggemar United yang ingin sekali melihat Setan Merah kembali mengandalkan pemain-pemain asli akademi dengan jumlah yang sama atau bahkan melebihi pemain yang masuk dalam generasi Class of ’92. Akan tetapi, ada risiko yang tentu saja bisa mempengaruhi nasib United kedepannya apabila Jose berani mengambil keputusan tersebut.

Pemain muda bisa saja memberikan hasil positif. Rata-rata pemain akademi memiliki motivasi yang besar saat berhasil memperkuat klub induknya. Class of 92 era Beckham cs sudah menunjukkan hal itu.

Akan tetapi, pemain muda kerap bermasalah dengan apa yang disebut konsistensi. Mental serta emosi mereka pun masih belum terkontrol sehingga rentan membuat kesalahan. Proses pendewasaan seperti ini yang terkadang masih belum bisa diterima oleh segelintir pendukung United. Banyak suporter yang menginginkan gelar datang secara instan, tapi di sisi lain, mereka tidak ingin melihat Setan Merah melakukan pembelian jor-joran dan memaksimalkan pemain akademi. Sesuatu yang saat ini sangat sulit terjadi di dunia sepakbola.

Sah-sah saja sebenarnya menginginkan United memiliki generasi muda berikutnya dalam wujud Class of 2018, tapi perlu diingat kalau saat ini sepakbola sudah bergerak sangat cepat. Alih-alih proses, beberapa kesebelasan pun lebih memilih jalan instan dengan merekrut pemain-pemain mahal dengan harga yang fantastis.