Suatu ketika pada pertengahan Agustus 1998 silam, John Gregory, manajer Aston Villa pada saat itu mengungkapkan emosinya di hadapan wartawan. “Saya tidak mau ada yang dibuang di klub ini,” ucapnya, seperti ditulis Adam Marshall dalam laman resmi Manchester United.

Ketika itu, dia yang masih berusia 44 tahun baru akan memulai musim perdana bersama mantan klub yang dibelanya era 1977/1979 tersebut. Gregory sendiri sudah cukup optimistis melihat kekuatan skuatnya musim itu. Apalagi dengan keberadaan striker muda Dwight Yorke yang jadi ujung tombak klub tersebut.

Penyerang asal Trinidad & Tobago yang masih berusia 26 tahun pada saat itu, memang jadi andalan Villa setelah mereka rekrut sejak masih 18 tahun. Yorke pula yang ikut berkontribusi mengantarkan klub berjuluk The Villa tersebut memenangkan Piala Liga Inggris 1995/1996, satu-satunya trofi yang bisa mereka raih dalam 22 tahun terakhir. Dia ikut menyarangkan satu gol dalam partai final, hingga mengoleksi enam gol dalam delapan laga di turnamen tersebut, melengkapi total 17 gol dalam 35 pertandingan di Premier League Inggris. Yorke benar-benar menjadi striker menakutkan masa itu.

Namun, tiba-tiba tim Setan Merah datang hendak memboyongnya ke Old Trafford. Manajer Sir Alex Ferguson ingin memiliki tenaga Yorke dan menawarkan salah satu dari tiga bomber yang dimilikinya.

Sebenarnya ketika itu, ketiga ujung tombak dalam skuat United sudah lebih dari cukup, termasuk Andy Cole dan Ole Gunnar Solksjaer. Namun, Sir Alex mungkin mempertimbangkan kekuatan lini serangnya di masa depan, mengingat salah satu penyerangnya saat itu, Tedddy Sheringham sudah berusia 32 tahun. Makanya, dia berburu striker baru sejak bursa transfer musim panas mulai dibuka.

Bomber muda produk Ajax Amsterdam, Patrick Kluivert, sebenarnya sempat disebut-sebut sebagai target utama The Red Devils pada saat itu. Ketika itu, dia masih berusia 22 tahun, namun sayangnya gagal berkembang pada musim debutnya bersama AC Milan, setelah tampil luar biasa di Belanda selama tiga musim dan diboyong ke Italia pada awal musim 1997/1998. Namun, ternyata Kluivert lebih memilih tawaran dari Barcelona, yang ketika itu sedang dibesut oleh Louis van Gaal, pelatih yang mengorbitkan namanya saat memulai karier profesional bersama Ajax pada musim 1994/1995.

Sir Alex pun memutar otak demi targetnya mendapatkan striker anyar, dan akhirnya pilihannya jatuh pada sosok Yorke, yang juga tengah bersinar bersama Villa. Namun, Gregory pun langsung menolak mentah-mentah, termasuk tawaran United yang disebut-sebut akan memasukkan satu striker dalam kesepakatan kepindahan Yorke tersebut.

“Jika pemain itu tak cukup baik bagi United, maka mereka tak cukup baik untuk Villa,” ucapnya tegas. Bahkan, saat Yorke menyampaikan niat ingin menerima pinangan dari Sir Alex, dia pun berkata keras, “Jika saya punya pistol, saya akan menembaknya.”

Negosiasi perekrutan Yorke pun semakin panas. Namun menariknya, dia malah menyikapi dengan santai; setidaknya seperti dilihat Marshall pada saat itu. Bahkan, saat Pierre van Hooijdonk, striker andalan Nottingham Forest era 1997-1999 melakukan pemogokan karena keinginan untuk pindah ditolak manajemen klubnya ketika itu, Yorke malah tidak tertarik untuk mengikutinya.

“Mungkin jika saya mengambil pendekatan yang sama seperti yang dilakukan van Hooijdonk dengan Forest, maka saya akan mewujudkannya. Tapi itu bukan gaya saya dan tak akan pernah terjadi,” ungkap Yorke.

Yorke masih memperkuat Villa di laga pembuka Premier League 1997/1998, ketika mereka melawat ke markas Everton pada 15 Agustus 1998; sementara deadline transfer semakin dekat. Tapi, hanya berselang lima hari kemudian, United pun secara mengejutkan berhasil mendapatkan tanda tangan Yorke.

Namun, manajemen tim Setan Merah harus membayar mahal untuk itu, dengan biaya 12,6 juta paun yang pada saat itu dianggap sebagai sebuah nilai yang sangat fantastis. Bahkan, banyak pihak menilai biaya itu tak pantas bagi Yorke yang belum punya pengalaman di level tertinggi Eropa.

Dua hari berikutnya, Yorke sudah turun ke lapangan sebagai starter dalam skuat Sir Alex; meski dia gagal mencetak gol. Namun, saat pertama kali tampil di hadapan publik Old Trafford dalam balutan seragam kebanggaan Manchester merah di pekan ketiga, Yorke berhasil membuktikan bahwa United memang pantas membayar mahal untuk bakatnya. Dia mencetak dua gol dalam kemenangan 4-1 di laga itu, hanya dalam 68 menit penampilannya. Di akhir musim, Yorke mengoleksi 18 gol di Premier League, dan menjadi top scorer, sekaligus mengantarkan United meraih treble winners bersejarah.