Keberhasilan meraih trofi Piala Champions pada 1968 menjadi puncak dari kesuksesan Matt Busby bersama Manchester United. Setelah itu, kebesaran nama United mulai memudar. Mereka hanya finis di peringkat ke-11 pada Divisi Satu musim berikutnya. Sudah menuanya beberapa pemain United termasuk Busby sendiri saat itu menjadi penyebab kemunduran mereka.

“Sudah saatnya saya diganti,” ujar Matt Busby seperti dilansir dari Glory United.

Akan tetapi, mencari pengganti yang sepadan dengan Busby hampir 25 tahun menangani United bukan perkara gampang. Para penggantinya seolah tidak sanggup untuk menghapus bayang-bayang Busby.

Wilf McGuiness adalah nama pertama yang menggantikan Busby. Namun ia tidak bisa berbuat banyak dengan hanya finis di posisi kedelapan di liga. Ia bahkan dianggap tidak cakap dalam menangani sebuah kesebelasan meski ia adalah mantan pemain sekaligus manajer tim muda United. Jabatannya dicopot pada Desember 1970 setelah rangkaian hasil buruk yang diterima.

Baca juga: Wilf McGuiness, Si David Moyes Abad ke-20

Matt Busby sempat turun gunung tapi tidak memberikan dampak yang signifikan. United kemudian mengangkat Frank O’Farrell yang selama menjadi manajer tidak dianggap sama sekali oleh para pemain United. Tidak ada yang memanggilnya bos karena bagi para pemain United, panggilan tersebut lebih cocok untuk Busby.

Tommy Docherty kemudian datang menggantikan Farrell pada 1972. Di era kepelatihannya, United mulai ditinggal trinitas suci mereka. Law dijual karena ketajamannya menurun, Best indisipliner, sedangkan Bobby Charlton pensiun.

Tommy juga yang membuat United terdegradasi pada 1974 sebelum promosi kembali semusim setelahnya. Ia dipecat dikarenakan berselingkuh dengan istri ahli fisik United, Laurie Brown. Satu-satunya prestasi yang diraih adalah menggagalkan ambisi Liverpool meraih treble setelah mengalahkan mereka di final Piala FA.

United kemudian ditangai Dave Sexton yang tidak disukai karena karakter permainannya yang defensif. Kemudian datanglah sosok Ron Atkinson yang diberi mandat untuk kembali memberikan prestasi kepada United. Di eranya, United berhasil mendatangkan nama-nama tenar maca Bryan Robson, Paul McGrath, dan Gordon Strachan. Ketiganya bersinergi dengan jebolan akademi Norman Whiteshide dan Mark Hughes.

Masuknya Sir Alex dan Gelar Liga Pertama

Ron sebenarnya mampu membawa United bertahan di papan atas, tapi itu semua belum cukup karena yang dibutuhkan adalah juara liga. 10 kemenangan beruntun yang diraih awal musim 1985/1986 tidak menjami Ron untuk tidak dipecat. November 1986, ia dicopot dari kursinya sebagai manajer United.

Kemudian datanglah Sir Alex Ferguson. Banyak yang memprediksi kalau ia tidak akan bertahan lama di Manchester seperti pendahulunya. Bagaimana tidak? Kebijakannya kerap membuat hubungan dia dengan para pemain retak.

Fergie menegaskan untuk melarang para pemainnya menenggak alkohol, sesuatu yang jamak dilakukan pada masa itu. Ia juga tidak segan-segan akan menendang pemain yang membangkang terhadap kebijakannya dan hanya ingin pemain yang mau menuruti perintahnya. Hal ini mau tidak mau ia lakukan apabila United ingin kembali disegani di Inggris maupun di Eropa.

“Yang paling penting dari seorang manajer adalah harus bisa mengambil keputusan yang tidak populer dan mengetahui kalau keputusan yang kita ambil benar,” ucapnya dalam acara Football Greatest Manager.

Meskipun begitu butuh waktu bagi Fergie untuk meyakini kalau keputusannya tersebut benar. Tiga tahun kepelatihannya, United hanya satu kali finis di posisi dua liga. Ia bahkan hampir dipecat setelah hasil buruk sepanjang musim 1989/1990. Beruntung ia memberikan gelar Piala FA yang merupakan trofi pertama United setelah empat musim puasa gelar.

Semusim setelahnya, Fergie berhasil membawa gelar Eropa pertama mereka dalam 23 tahun terakhir dalam wujud Piala Winners. Di final, mereka mengalahkan Barcelona dalam final yang menarik di markas Feyenoord, De Kuip.

Puasa gelar liga United akhirnya berakhir pada musim 1992/1993. Mengawali langkah dengan kurang baik, United mengakhiri musim dengan menjadi juara mengungguli Aston Villa dan Norwich City. Perekrutan Eric Cantona ditengarai menjadi penyebab United mulai menemukan citra mereka kembali sebagai klub terbaik di Britania.

Class of 92, Double Winners, dan Kejayaan Treble

Seiring keberhasilan Fergie bersama United, perlahan-lahan nama besar Setan Merah kembali muncul. Mereka memenangi liga sebanyak empat kali dalam lima musim pertama kompetisi Premier League bergulir. Tidak hanya itu, dari lima musim tersebut, mereka dua kali meraih gelar ganda dengan merebut Piala FA pada 1994 dan 1996.

Akan tetapi, satu fenomena yang menarik dari keberadaan Fergie di United adalah kehadiran Class of 92. Enam pemain muda potensial menjadi tulang punggung keberhasilan United pada musim 1995/1996. Sempat diremehkan, namun di akhir musim mereka menjadi pemain muda yang pamornya saat itu tidak kalah dari bintang-bintang United sebelumnya.

Mereka semakin matang saat memasuki musim 1998/1999. Inilah musim paling sukses sepanjang masa mereka dengan meraih tiga gelar. Salah satunya tentu Liga Champions yang diraih secara dramatis. Tertinggal 90 menit dari Bayern Munchen, mereka berbalik unggul dalam tiga menit tambahan waktu yang membuat staf UEFA yang mulai menyiapkan perayaan bagi Bayern Munchen terhenyak.

Setelah menunggu 31 tahun, mereka kembali merasakan nikmatnya menjadi yang terbaik di Eropa. Fergie Time membuat lambang supremasi tertinggi Eropa berhasil mereka raih. Ini memang menjadi musim terbaik mereka sepanjang masa yang sulit diulang. Namun ini juga menjadi awalan dari Manchester United dan Sir Alex Ferguson untuk membangun kejayaan berikutnya di masa yang akan datang.

Tentang sejarah Manchester United:
1: Masa Sulit Menjadi Kesebelasan Profesional
2: Tim Yoyo yang Numpang di Rumah Tetangga
3: Busby Babes, Tragedi, dan Kejayaan di Eropa