Wacana tentang penggunaan penalti sistem “ABBA” sudah mencuat sejak pertengahan tahun ini. UEFA pun mengujicobanya di Piala Eropa U-17 2017. Baru pada Community Shield 2017 sistem ini dikenal luas oleh para penggemar sepakbola. Lantas, apa itu penalti ABBA?

Tendangan penalti biasanya diambil bergantian dengan sistem (tim) A lalu (tim) B, atau sederhananya ABAB. Namun, banyak yang merasa kalau sistem ini terlalu menguntungkan tim penendang pertama secara psikologis. Ini yang membuat mayoritas kesebelasan memasang penendang penalti terkuatnya sebagai penendang pertama dan terakhir.

Sistem ABBA sendiri merujuk pada tim penendang. Artinya, penendang urutan ketiga bukanlah tim A melainkan tim B. Pada praktiknya, kedua kesebelasan melakukan tendangan penalti dua kali berturut-turut. Sistem ABAB sendiri diujicoba oleh Federasi Sepakbola Inggris, FA, dalam Community Shield yang kebetulan harus diakhiri dengan adu tendangan penalti. Apa itu penalti ABBA?

“FA mengumumkan bahwa hari ini urutan tendangan penalti dari Kicks from the Penalty Mark (KFPM) akan diujicobakan pada FA Community Shield untuk pertama kalinya, format baru ini akan digunakan di pertandingan kompetitif,” tulis FA dalam pernyataannya.

Selain di Piala FA, format baru ini juga akan digunakan di semua turnamen di Inggris seperti EFL Cup (Piala Liga Inggris), EFL Trophy, dan pertandingan playoff di akhir musim. Inggris sendiri sejak dulu menggunakan sistem ABAB di mana tiap kesebelasan melakukannya secara bergantian.

Pemikiran di balik sistem baru ini adalah besarnya tekanan mental buat pemain yang melakukan tendangan urutan kedua dalam format ABAB. Oleh karena itu, keuntungan buat penendang pertama diminimalisasi lewat perubahan format menjadi ABBA.

CEO EFL, Shaun Harvey, menyatakan, “Kami menyambut inovasi ini di EFL (Piala Liga) dan saya senang saat mengetahui kalau EFL bisa memainkan perannya dalam perkembangan penting di sepakbola.”

Harvey menegaskan bahwa IFAB, Asosiasi Pembuat Aturan Sepakbola, mengidentifikasi bahwa sistem tendangan penalti saat ini memberikan keuntungan yang tidak adil buat penendang pertama. “Jadi, kami ingin melihat apakah sistem baru ini punya dampak terhadap salah satu isu yang paling sering dibicarakan di sepakbola ini,” jelas Harvey.

“Kami ingin semua pertandingan sepakbola diputuskan lewat jalan yang adil dan konsisten, dan aku yakin bahwa sistem yang baru ini akan menambah kesan dinamis yang menarik pada kahir pertandingan di kompetisi kami kalau dibutuhkan.”

Sistem ini sejatinya sudah diujicoba di Community Shield 2017 yang mempertemukan juara Premier League, Chelsea, menghadapi juara Piala FA, Arsenal. Dalam pertandingan tersebut, kedua kesebelasan mesti melalui babak adu penalti dan Arsenal keluar sebagai pemenang dengan skor 4-1. Banyak yang merasa aneh–terutama yang tidak menonton pertandingan–dengan skor ini karena lewat sistem ABAB, maksimal skor penalti yang didapat oleh penendang kedua adalah 3-1 atau 3-0.

Lewat penalti ABBA, skor ini bisa dicapai karena penendang kedua punya kesempatan dua kali berturut-turut untuk mencetak angka yang tak akan bisa dibalas oleh penendang pertama. Berikut kondisi penalti di final Community Shield 2017:

Gary Cahill (v) 1-0, Theo Walcott (v) 1-1, Nacho Monreal (v) 1-2, Thibaut Courtois (x) 1-2, Alvaro Morata (x) 1-2,  Alex Oxlade-Chamberlain (v) 1-3, Olivier Giroud (v) 1-4.

Dari gambaran di atas, sistem ABBA sebenarnya memberikan beban yang jauh lebih berat secara psikologis. Pasalnya, kalau dua pemain secara beruntun tak bisa mencetak gol, tim lawan mendapatkan angin untuk menang.

Misalnya, Walcott dan Monreal gagal mencetak gol, maka beban Courtois dan Morata jauh lebih ringan. Kalau keduanya bisa mencetak gol, hal itu akan menambah berat beban psikologis Chamberlain dan Giroud. Pasalnya, kalau salah satu di antara mereka gagal mencetak gol, maka Chelsea-lah juaranya.

Tentu perlu waktu buat kita untuk membiasakannya, tapi sistem ini harus dibiasakan. Pasalnya, di EFL Cup, aturan ini sudah resmi diberlakukan. Tidak menutup kemungkinan pula di event besar seperti Piala Dunia 2018 dan Piala Eropa 2020, juga di Liga Champions, aturan ini akan segera diterapkan.