Foto: Vbetnews

Fred dan Andreas Pereira adalah dua orang Brasil dengan nasib yang berbeda di Manchester United. Satu sosok sedang menjalani remontada alias kebangkitan, sementara yang satunya lagi masih terjebak kepada ke-medioker-an.

Mari kita telusuri rekam jejak pemain Brasil dalam sejarah Manchester United. Sejak pemain asing mulai memasuki kompetisi sepakbola Inggris, para pemain negeri Samba bisa dibilang tidak terlalu sukses bermain bersama Setan Merah. Dari Rafael, Fabio, Anderson, Kleberson, hingga Rodrigo Possebon, semuanya tidak bisa dibilang berhasil ketika berseragam United.

Kleberson gagal total setelah membawa Piala Dunia, Possebon hancur karena cedera, sedangkan Fabio tidak bisa mengikuti jejak saudaranya. Paling mentok ya Rafael dan Anderson. Keduanya sukses mencatat lebih dari 100 penampilan dan mengangkat beberapa piala bersama United. Namun, keduanya tetap tidak bisa disebut sebagai pemain hebat atau bahkan mencapai status legenda layaknya nama-nama lainnya.

Meski tidak selalu berhasil, United seakan tidak kapok untuk terus memakai jasa pemain Brasil. Jika ada pemain Brasil yang sedang naik daun, maka United akan mencoba untuk masuk dalam perburuan. Hingga kemudian pada musim panas 2018, mereka mendatangkan dua Brazilians lain dalam diri Fred dan Andreas Pereira.

Fred menggila bersama Shaktar Donetsk. Kesuksesannya di Ukraina membuat namanya menjadi incaran nomor satu Pep Guardiola sebelum kemudian disalip oleh United. Sementara itu, dua kali peminjaman di Spanyol dirasa sudah cukup bagi Andreas untuk kembali bermain bersama United. Pihak klub tampak tidak mau usaha Sir Alex Ferguson yang mengintervensi dirinya untuk memilih United menjadi sia-sia karena terus menerus hanya menjadi pemain pinjaman.

Sayangnya, baik Fred maupun Andreas sama-sama menemukan masalah yang membuat permainannya sulit berkembang bersama United yang saat itu masih ditangani oleh Jose Mourinho.

Fred tidak mencerminkan kelayakan kalau dia dibeli dengan harga 47 juta Pounds. Bahkan menurut Jose Mourinho, perekrutan Fred hanya sebuah perjudian. Statusnya hanya pelengkap ruang ganti karena ia memang tidak diprioritaskan untuk datang. Musim pertama berisi banyak sekali kritikan karena dinilai tidak cakap untuk mengisi lini tengah United. Ia dianggap sebagai pemain gagal dan sempat masuk sebagai salah satu rekrutan terburuk musim lalu.

“Saya harus mendatangkan Fred. Jika tidak, mustahil kami bisa mendatangkan gelandang baru pada bursa transfer,” kata Jose Mourinho.

Penempatan posisi, cara bermain, hingga pergerakan tanpa bolanya benar-benar berantakan yang membuatnya menjadi bahan ledekan suporter United sendiri. Ia kerap tampak seperti ayam yang kebingungan ketika berlari saking tidak tahunya harus melakukan apa ketika sedang menguasai bola.

Nasib serupa juga menimpa Andreas. Alih-alih memudahkan Jose Mourinho, kedatangan Andreas justru membuat pusing sang pelatih. Posisi sayap dan gelandang serang, dua posisi favoritnya ketika bermain, sudah diisi pemain yang jauh lebih bagus dibanding dirinya. Posisi gelandang tengah akhirnya diberikan oleh Mourinho untuk dijalani si pemain.

“Manajer bertanya kepada saya posisi apa yang bisa saya mainkan dan saya menjawab kalau saya siap bermain di mana saja. Bermain di posisi mana pun yang dia inginkan,” kata Andreas.

Sama seperti Fred, Andreas juga tidak terlalu istimewa ketika kembali dari peminjamannya di Spanyol. Bermain di posisi barunya, ia terlihat kebingungan menjalani tugas sebagai box to box midfielder. Satu laga bermain bagus, pada laga berikutnya ia menghilang. Hanya 594 menit saja yang bisa ia kumpulkan pada musim lalu di Premier League.

Kritikan demi kritikan datang kepada dua pemain ini. Bahkan hingga Oktober 2019 lalu, Fred masih sering menjadi sasaran kritik. Paul Merson menyebut kalau Fred adalah lelucon yang pernah dimiliki oleh United, sedangkan Gary Neville menyebut kalau kedua pemain ini adalah gelandang yang kapasitasnya tidak layak untuk tim sekelas United. Bahkan untuk tim papan tengah pun keduanya juga tidak layak.

Masuknya Ole Gunnar Solskjaer sebagai pengganti Mourinho membawa angin segar bagi kedua pemain. Untuk Fred, meski sempat tergusur oleh Paul Pogba, kini ia perlahan mulai menjadi nyawa dari lini tengah permainan Setan Merah. Cederanya Pogba membuat namanya lebih sering dipercaya menjadi tandem Scott McTominay atau Nemanja Matic.

Kepercayaan itu dimaksimalkan dengan baik. Segala kritikan yang pernah didapat ia ubah menjadi motivasi untuk menjadi lebih baik. Ia yang sebelumnya dianggap hanya lari-lari tidak jelas, kini ia punya tujuan untuk mengalirkan bola dari tengah ke depan untuk kemudian diubah menjadi peluang. Ia belum istimewa, tapi etos kerjanya begitu disukai penggemar United.

Bahkan penulis Paddy Power, Graham Ruthven menyebut kalau Fred adalah salah satu pahlawan tanpa tanda jasa United pada musim ini. Sebuah kebangkitan yang luar biasa mengingat label gagal pernah ada dalam dirinya.

“Saya hanya ingin terus tampil positif untuk kesebelasan ini dan sejak pindah ke Inggris, tuujuannya hanya untuk berperan sebagai bagian dari tim utama. Mendapatkan kesempatan reguler membantu saya dari segi kepercayaan diri,” ujarnya.

Terkait Andreas Pereira, Ole merasa kalau gelandang serang adalah posisi yang harus diisi oleh Andreas. Atau paling tidak pemain sayap karena Andreas terobsesi untuk menjadi pemain hebat di sayap kanan layaknya David Beckham.

“Dia itu adalah gelandang serang. Tapi, ketika kami kehilangan pemain seperti Matic, Pogba, dan McTominay, maka Andreas harus bisa berkorban demi tim,” kata Ole.

Di era Ole, Andreas lebih sering bermain di posisi favoritnya. Ia memang masih mengisi posisi sebagai gelandang tengah, namun jumlahnya tidak sebanyak ketika bermain di kanan atau bahkan di posisi gelandang serang. Transfermarkt mencatat kalau perbandingan Andreas bermain di posisi favoritnya (gelandang serang dan sayap kanan) dengan gelandang tengah adalah 20 berbanding 10 laga. Sayangnya, permainan Andreas tetap tidak menunjukkan kepada penggemar United kalau dia layak mengisi posisi tersebut. Sebaliknya, ia beberapa kali mendapat hujatan dari para penggemarnya.

Sebenarnya, Andreas sudah menjalani perannya dengan baik. Dikutip dari Whoscored, ia adalah pemain yang paling sering membuat umpan kunci dibanding pemain lainnya yaitu 30 kali. Bahkan pemain kesayangan suporter, Juan Mata, hanya membuat 14 umpan kunci.

Namun, satu hal yang disorot dari permainan Andreas adalah ketidakmampuannya dalam menguasai bola. Padahal, aspek itu sangat penting untuk pemain yang berposisi sebagai pengatur serangan. Hilang bola dari kakinya, maka hilang pula kesempatan timnya untuk membangun serangan.

Sayangnya, ini yang terus diulangi pemain yang juga memiliki darah Belgia tersebut. Ia paling gampang kehilangan bola. Dalam beberapa pertandingan, ia menjadi pemain yang paling mudah kehilangan bola dan kerap bersaing dengan Aaron Wan-Bissaka yang memiliki masalah serupa.

Menurut Whoscored, Andreas adalah runner-up setelah Anthony Martial soal sentuhan bola yang buruk dengan 44 kali. Sedangkan, untuk soal penempatan posisi yang salah, Andreas adalah rajanya dengan kehilangan bola sebanyak 40 kali. Total, ia sudah 84 kali kehilangan penguasaan bola. Singkatnya, Andreas tidak hanya membahayakan bagi lini pertahanan lawan tapi juga membahayakan timnya sendiri.

Laga melawan Liverpool menjadi salah satu permainan terburuk Andreas. Ia kehilangan bola enam kali alias yang terbanyak dibanding seluruh pemain United yang bermain. Bahkan ia beberapa kali bertabrakan dengan rekan setimnya sendiri.

Salah satu penggemar United ditanya oleh The United Stand terkait penampilannya ketika melawan Wolverhampton, dan si penggemar tersebut menjawab kalau kualitas Andreas lebih cocok untuk bermain di kesebelasan Championship ketimbang Premier League.

Yang membuat penggemar United semakin kesal adalah kesukaan Ole untuk terus memainkannya. Padahal, mereka masih memiliki Juan Mata atau Angel Gomes yang bisa bermain di posisi tersebut. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan. Perlu diketahui, dengan 2.089 menit yang dikumpulkan olehnya, Andreas membuat empat asis. Di sisi lain, Juan Mata hanya butuh 1.356 menit untuk membuat jumlah asis yang sama dengan Andreas. Menit main Andreas meningkat pesat, tapi kualitasnya membuat penggemar United emosi dibuatnya.

Jurnalis Manchester Evening News, Samuel Luckhurst, menyebut kalau Andreas sedang mengalami krisis kepercayaan diri terutama dari segi mental. Laga melawan Liverpool, ketika ia bermain buruk, membuatnya tidak bisa tidur hingga jam 3 pagi. Bahkan ia sendiri dikabarkan kesal karena terus dikritik di media sosial.

Bahkan menurut orang dalam Andreas, si pemain tidak bisa berbuat apa-apa karena berada di dalam lingkungan ruang ganti yang keras, sedangkan ia adalah salah satu karakter yang lemah lebut.

Samuel juga menambahkan kalau Andreas akan mengeluarkan potensinya jika United tampil dominan di setiap pertandingan dan berada dekat dengan Anthony Martial. Namun hal ini berbanding terbalik mengingat United cukup sering menguasai bola hampir di setiap pertandingan, tapi Andreas dan Martial tetap minim kontribusi pada pertandingan tersebut. Laga melawan Wolves kemarin adalah contohnya.

Memasuki 2020, kedua pemain ini menjalani nasib yang berbeda. Kritik mulai hilang dalam diri Fred. Kini, pujian demi pujian berhasil ia dapat. Memang belum istimewa, namun dia sudah menunjukkan kalau permainannya mulai membaik. Penggemar pun mengakui itu dengan menjadikannya sebagai pemain terbaik United bulan Januari.

Sebaliknya bagi Andreas, ia perlu belajar dari Fred bagaimana cara mengubah kritikan menjadi motivasi untuk tampil lebih baik lagi. Para penggemar United kini sudah muak dn berharap namanya tidak ada lagi dalam susunan 11 pemain utama Manchester United. Bahkan namanya selalu masuk dalam daftar setiap Manchester Evening News membuat polling terkait siapa pemain United yang layak untuk dijual. Dengan kehadiran Bruno Fernandes, Ole diharapkan bisa berpikir kalau ada yang lebih baik untuk mengisi pos gelandang serang dibanding dirinya.