Foto: China Daily

Kekalahan Manchester United dari Barcelona pada final Liga Champions 2009 dan 2011 menjadi dua momen mimpi buruk bagi seluruh pemain Setan Merah kala itu. Termasuk mantan bek United Rio Ferdinand, yang merasa sakit hati karena tak mampu menghentikan Lionel Messi pada dua pertemuan final.

Di satu sisi, hanya sedikit pemain yang bisa menandingi tingkat kesuksesan yang diraih Ferdinand selama 12 tahun di Old Trafford. Ia membuat 455 penampilan untuk The Red Devils dan mencetak delapan gol. Ia juga memenangkan enam gelar Premier League, satu Piala Dunia Antarklub FIFA, dua Piala Liga, dan satu Liga Champions.

Kemenangan atas Chelsea di final Liga Champions pada 2008 merupakan memori yang akan selalu tersimpan dalam ingatan suporter United. Namun hal ini sekaligus menjadi penanda trofi terakhir United di Eropa. Terutama setelah mereka gagal menang pada edisi final di tahun 2009 dan 2011.

Lawan United di tahun itu adalah Barcelona, dan tim asal Catalan ini masih diperkuat oleh Lionel Messi yang sedang berada di masa keemasannya. Itulah yang membuat Ferdinand mengungkap rasa sakit hatinya, karena United kalah dari Barca akibat performa spektakuler dari pemain asal Argentina tersebut.

“Pada final 2009 di Roma, kami rasa seharusnya kami bisa menang. Ketika Messi mencetak gol sundulan dan mengubah skor jadi 2-0, itu mengagetkan. Padahal di Premier League, atau bahkan Liga Champions, saya melawan beberapa pemain. Tanpa rasa tidak hormat, saya sering menang duel udara dan saya selalu mendapatkan bola,” ungkap Ferdinand dikutip dari BBC Sports.

“Saya sudah maksimal bermain di final Liga Champions. Tapi masalahnya, ada orang yang menguasai bola seperti Xavi. Anda harus tahu pemain yang Anda hadapi, dan kemudian dia (Xavi) memberikan bola untuk Messi. Sebuah sundulan yang keterlaluan, dia (Messi) belum mencetak banyak gol dalam karirnya, tetapi dia melakukannya di momen besar.”

“Kami pernah bermain melawan Barca sebelumnya. Tapi di final ini, Messi jadi berbeda. Messi punya lebih banyak kebebasan untuk berlari dan menjadi pusat permainan. Padahal sebelumnya dia benar-benar terjebak dengan agak melebar. Dia punya kemampuan hebat di sisi sayap, tetapi ketika dia diberi kebebasan untuk bergerak, dia bisa membuat Anda terkejut!”

Sementara itu, ketika pertemuan kedua pada final Liga Champions 2011 di Wembley, Rio Ferdinand mengatakan kalau dia merasa sakit hati dengan hasil akhirnya. Bahkan penampilan Lionel Messi di pertandingan tersebut jauh lebih mengerikan, seolah-olah penampilannya itu telah mengambil jiwa para pemain Manchester United.

“Saya ingat saya berdiri di lapangan bersama Paul Scholes dan menyaksikan mereka (Barcelona) mengangkat trofi di Wembley. Itu membuat kami sakit hati. Messi tetap menjadi yang utama. Dia telah mengambil jiwa kami. Dia seharusnya bisa saya lawan. Tapi dia tampil gesit, dan sulit dibaca. Saya akui dia pesepakbola yang luar biasa,” tandas Ferdinand.

“Anda tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Betapa bagusnya dia (Messi). Namun itu momen yang cukup menyedihkan perasaan saya, dan saya juga sedih karena hati ini terasa seperti tercabik-cabik. Mungkin bisa dibilang saya seperti mabuk berat setelah kalah di dua final tersebut. Pada intinya saya selalu emosi jika mengingat momen itu.”

“Saya terus berusaha memecah situasi dengan mencoba mengatakan ‘harusnya kami bisa menang dari Barca’. Akan tetapi ketika saya sadar kalau lawannya pemain seperti Lionel Messi, maka hal ini justru membuat saya lebih menerima keadaan. Dan saya akui hampir tidak mungkin menghentikan Lionel Messi waktu itu.”