Foto: Daily Star

Banyak pandit di sepakbola yang mengkritik keras sosok Paul Pogba. Akan tetapi, jika merujuk ke satu nama, maka Graeme Souness mungkin menjadi pandit yang cukup rajin melempar kritik terhadap penggawa asal Prancis tersebut. Bahkan ia tidak segan-segan untuk mengeluarkan kalimat yang nadanya sangat pedas.

Souness sempat menyebut kalau Pogba adalah pemain yang kebanyakan gimmick karena tingkahnya di luar lapangan. Pada 2018, ia menyebut kalau Pogba bermain seperti anak kecil di taman bermain. Ia bahkan mengklaim kalau seluruh skuat Manchester United sebenarnya menolak kehadiran Pogba di ruang ganti.

Seakan belum mau berhenti nyerocos, pertengahan Maret lalu Souness menyebut kalau cedera yang dialami Pogba musim ini sebenarnya hanya settingan si pemain. Menurut dia, Pogba sudah tidak mau lagi bermain untuk Setan Merah. Sebuah ucapan yang kemudian dibantah si pemain dalam Podcast United.

Entah siapa yang benar dan siapa yang salah, namun perang keduanya seolah belum mau berhenti.

Pogba pun mulai jengah. Siapa sih yang tidak lelah terus menerus mendapat kritik. Pogba kemudian mengambil sikap dengan balik menyerang Souness. Dalam siniar tersebut, Pogba menyebut kalau ia hanya tahu Souness adalah bekas pemain sepakbola. Akan tetapi, ia tidak tahu wujud Souness itu seperti apa.

“Saya bahkan tidak tahu siapa itu Souness. Saya hanya dengar kalau dia pemain hebat dan sebagainya. Akan tetapi, saya tidak tahu wajahnya seperti apa. Kalau namanya, saya tahu.”

“Saya sering bilang, kalau saya menonton bola di televisi, saya hanya fokus ke pertandingan. Saya bukan seseorang yang senang menonton para pandit bicara. Saya hanya fokus ke sepakbolanya saja,” kata Pogba.

Waw! Sebuah balasan yang tidak kalah pedasnya! Mengapa demikian? Karena Souness tampak terganggu dengan ucapan si pemain. Serangan balik kemudian dilancarkan dengan menantang Pogba memamerkan medali juaranya.

“Mungkin dia bisa membaca koran Inggris (agar Pogba tahu siapa Souness). Saya senang jika ia melakukan itu. Ada pepatah kuno dalam sepakbola yang muncul dalam pikiranku saat ini: Sini, kasih lihat medalimu. Taruh di meja. Saya punya meja yang besar,” kata Souness.

Sikap saling nyinyir kedua pria beda generasi ini memantik dua kubu suporter untuk bertarung menentukan siapa yang paling hebat. Pasalnya, Souness identik dengan Liverpool yang merupakan rival dari United. Kita semua paham apa yang terjadi ketika penggemar Liverpool dan United beradu kuat menilai legenda mana yang paling hebat.

Akun @ftblbrian menjadi salah satu akun Twitter yang tertangkap pengamatan saya menjabarkan berapa piala yang diraih oleh Souness dan juga Pogba. Dalam rinciannya tersebut, total Souness mendapatkan 17 piala berbanding 11 piala milik Pogba. Akan tetapi, apakah hal ini membuktikan kalau Souness lebih hebat dari Pogba? Belum tentu. Sulit untuk menentukan siapa yang lebih hebat hanya melihat dari jumlah gelarnya saja.

17 piala milik Souness ia dapatkan dari tiga kesebelasan yang pernah ia perkuat yaitu Liverpool, Sampdoria, dan Rangers. Di sisi lain, Pogba hanya butuh dua kesebelasan untuk mendapat 11 piala yaitu Juventus dan Manchester United. Akan tetapi, Souness sukses menyabet gelar liga domestik bersama dua klub berbeda yaitu Liverpool dan Rangers. Sebaliknya, hal itu tidak bisa dilakukan Pogba yang masih kesulitan memberikan gelar liga untuk United.

Souness mungkin jauh lebih hebat dari Pogba soal gelar liga, namun Pogba bisa membawa Juventus juara Serie A empat kali berturut-turut. Di sisi lain, Souness tidak bisa melakukan ini karena pada 1980/1981, gelar Liga Inggris diraih Aston Villa.

Kalau ada yang menganggap Juventus bisa menjadi raja Italia empat kali berturut-turut (sekarang delapan) karena pesaingnya yang tidak konsisten, maka hal serupa juga bisa diarahkan kepada performa Liverpool di era ketika Souness bermain.

Ketika itu, pesaing Liverpool dalam perburuan gelar Liga kerap berganti-ganti dan semuanya menunjukkan performa tidak konsisten. Tidak sebaik Liverpool yang tidak pernah keluar dari lima besar semasa Souness masih bermain.

Satu hal yang bisa dibanggakan dari Souness kepada Pogba adalah tiga medali Piala Champions yang ia punya bersama The Reds yaitu pada 1978, 1981, dan 1984. Lantas, kenapa harus trofi Eropa? Bisa jadi karena Pogba tidak punya medali Eropa yang bisa dibanggakan. Bersama Juventus, ia apes pada final 2015 karena kalah dari Barcelona. Bersama United, ia hanya punya Liga Europa yang kualitasnya masih dibawah Piala Champions.

Namun, hal ini tetap tidak bisa membuat kita menyebut Souness hebat dari Pogba. Ia memang tidak punya medali Piala Champions, tetapi apakah Pogba memang tidak ditakdirkan untuk mendapat trofi itu suatu hari nanti? Belum tentu.

Souness sudah pensiun sejak 1990, sedangkan Pogba masih bermain. Ia masih punya peluang untuk mendapatkan piala tersebut entah bersama United atau dengan klub lain. Usianya juga baru 27 tahun. Pengecualian kalau Pogba juga sudah pensiun dan tidak pernah memegang Piala Champions.

Akan tetapi, Pogba sudah punya senjata pamungkas untuk membalas kakek 66 tahun ini jika ia menonjolkan tiga titel Piala Champions yang ia punya. Amunisi itu tidak lain dan tidak bukan adalah trofi Piala Dunia yang didapat pada 2018 kemarin bersama timnas Prancis. Sesuatu yang tidak bisa didapat Souness bersama timnas Skotlandia.

Akan tetapi, argumen ini bisa dimentahkan dengan fakta kalau Prancis adalah salah satu negara terkuat di sepakbola. Mereka selalu dijagokan untuk menjadi juara dalam setiap turnamen yang diikuti.

Beda dengan Skotlandia, boro-boro mau juara, dijagokan untuk lolos dari babak grup saja sangat sulit. Di era Souness saja, mereka tidak pernah lolos dari babak grup. Selain itu, Pogba juga punya kesempatan bermain dengan banyaknya pemain terbaik di tim nasional. Sedangkan Skotlandia, mungkin hanya segelintir nama yang kualitasnya masuk kategori pemain sepakbola papan atas. Inilah mengapa perbandingan keduanya hanya dari raihan trofi terkesan tidak apple to apple.

Selain itu, sulit juga sebenarnya untuk percaya apakah Pogba memang tidak tahu siapa itu Souness. Di era modern seperti sekarang, mencari foto nama pemain bola yang kurang familiar di telinga kita sangat mudah. Pengecualian jika memang Pogba adalah orang yang malas mencari info atau ia memang sungguh-sungguh tidak tahu karena tidak pernah menonton pandit membahas jalannya pertandingan pada jeda babak.

Sulit untuk menyimpulkan siapa yang paling hebat karena keduanya punya kontribusi yang sama bagusnya bagi kesebelasannya masing-masing. Yang paling penting, keduanya hadir di era yang berbeda meski tujuan permainan sepakbola selalu sama setiap masanya.

Seperti yang pernah diutarakan editor kami dalam episode banter sebelumnya, tidak ada yang salah dan benar dalam banter. Banter bisa menjadi seru karena penuh dengan argumen-argumen yang lucu, namun banter akan menjadi tidak asyik kalau informasinya banyak yang keliru apalagi ditambah menjadi ajang saling menghujat satu sama lain.

Perseteruan Pogba dan Souness mungkin belum akan berakhir sampai Pogba memutuskan untuk pensiun. Namun sebelum masa pensiunnya tiba, Pogba pasti akan terus berjuang untuk membuktikan kalau kritikan yang diberikan kepadanya itu tidak semuanya benar.

Semoga saja perseteruan keduanya memberikan hal yang positif bagi si pemain dan juga Manchester United. Jauh lebih nikmat untuk membalas kritikan seseorang dari performa di atas lapangan alih-alih serangan kata-kata di depan media.