Tak ada hujan tak ada angin, Sabtu (4/4) pagi kemarin, akun twitter @OzilThings mencuit sebuah fakta: Pierre-Emerick Aubameyang mencetak lebih banyak gol dalam kariernya (276 gol), ketimbang jumlah gol Anthony Martial, Bruno Fernandes, dan Daniel James, bahkan kalau dikombinasikan (272 gol).

Fakta ini tentu amat mencengangkan. Waw. Hebat betul seorang pemain Arsenal bisa mencetak sebegitu banyak gol, bahkan kalau tiga pemain Manchester United dibandingkan, jumlahnya tetap tak bisa menyamai. Waw.

Satu jam kemudian, akun @CynicalLive memberi balasan: Rashford dan Martial memenangi lebih banyak trofi di Eropa (1) ketimbang yang Arsenal menangi sepanjang 133 tahun sejarah mereka (0).

Waw! Epic comeback!

Banter semacam ini seringkali terdengar di media sosial maupun di dunia nyata. Namun, pokok masalahnya hanya satu: tim pujaan kita tak boleh kalah!

Untuk itu, banter kerap kali tidak memikirkan cara berpikir yang tepat saat berpendapat. Misalnya, perbandingan yang dilakukan kerap tidak sama atau tidak apple to apple. Hal ini yang terjadi dalam dua contoh banter di atas.

Akun @OzilThings membandingkan jumlah gol Aubameyang dengan tiga pemain Manchester United. Kalau ini merupakan hipotesis saat sidang skripsi, jelas argumen ini bisa menjadi bulan-bulanan dosen penguji.

Mengapa? Tentu karena indikatornya yang tak jelas.

Pertama, mengapa akun @OzilThings memberikan jumlah keseluruhan gol dalam karier Aubameyang? Mengapa tidak memberikan fakta hanya jumlah gol Auba di Arsenal? Apa hubungannya pendukung Arsenal dengan kehidupan Auba?

Apakah, misalnya, ketika Cristiano Ronaldo mememangi empat tambahan trofi Ballon d’Or bersama Real Madrid, membuat fans United menganggapnya sebagai prestasi Manchester United? Tentu tidak, kan? Ballon d’Or Ronaldo bersama United hanya diraih sekali pada 2008. Dan itu faktanya.

Kedua, indikator apa yang membuat akun @OzilThings membandingkan ketiga pemain Manchester United tersebut? Apakah secara usia? Tampaknya tidak, karena Martial kelahiran 1995, Bruno kelahiran 1994, dan James kelahiran 1997.

Di sisi lain, Auba adalah pemain kelahiran 1989, yang berjarak delapan tahun bahkan dengan Daniel James. Kenapa tidak sekalian membandingkan dengan Angel Gomes yang terpaut 11 tahun?

Apakah secara waktu mereka masuk ke United? Agaknya tidak juga, karena Martial hijrah ke Old Trafford pada 2015, James pada 2019, dan Bruno pada 2020.

Mengapa tidak membandingkan dengan Wayne Rooney, misalnya, yang mencetak 310 gol sepanjang kariernya? Tentu, karena jumlah gol Auba lebih sedikit.

Padahal, kalau kriterianya tak jelas begini, jumlah gol Radamel Falcao (285 gol) juga masih lebih banyak ketimbang Granit Xhaka (22 gol), Nukayo SAka (4 gol), Gabriel Martinelli (20 gol), Hector Bellerin (8 gol), Lucas Torreira (14 gol), bahkan Mesut Ozil (89 gol).

Balasan dari akun @CynicalLive pun sebenarnya tidak tepat juga, karena ia membandingkan jumlah gol dengan jumlah trofi. Akan tetapi, kalau topik pembicaraannya memang sudah berubah, ya okelah.

Namun, akun @CynicalLive pun mengulang kesalahan yang sama: indikatornya tidak jelas: kenapa Martial dan Rashford? Kenapa bukan dari tiga orang yang dibandingkan tadi?

Selain itu, kenapa pula yang dibawa-bawa adalah trofi Eropa? Kenapa bukan Premier League misalnya? Oh ya juga, karena kita tak pernah lagi juara liga.

Kalau tidak Premier League, ya Piala FA atau Piala Liga deh.

Tentu, saat membandingkan Piala FA, jumlah yang didapatkan Arsenal lebih banyak: 13 banding 12. Sementara untuk Piala Liga, MU masih unggul, yakni lima banding dua.

Lantas, kenapa harus trofi Eropa? Agaknya penulis paham alasannya. Bisa jadi karena gengsi yang lebih tinggi. Di sisi lain, Arsenal dan Manchester United kesulitan untuk menembus Liga Champions di beberapa musim terakhir, dan untungnya United berhasil menjuarai Europa League pada 2016/2017.

Sialnya, akun @CynicalLive bikin blunder dengan bilang Arsenal tak pernah memenangi trofi kompetisi Eropa. Faktanya, Arsenal pernah juara Piala Winners pada 1993/1994 dan Inter-cities Fairs Cup pada 1969/1970.

Inter-cities Fairs Cup merupakan fondasi awal UEFA Cup yang di-rebranding menjadi Europa League, kompetisi yang dimenangi MU tiga tahun silam. Akan tetapi, UEFA Cup atau Europa League secara resmi berjalan pada 1971.

Sementara itu, Piala Winners merupakan kompetisi di bawah naungan UEFA, sama seperti Liga Champions, Europa League, dan Piala Intertoto. Mereka yang bermain di sini merupakan juara dari pemenangan cup level domestik. Pada 1999, Piala Winners merger dengan UEFA Cup, sehingga juara piala domestik, lolos ke UEFA Cup.

Jadi, argumen Arsenal tak pernah memenangi trofi kompetisi Eropa sepanjang sejarahnya, jelas merupakan informasi yang salah. Kalau mau, argumennya bisa diubah seperti ini: “Martial dan Rashford memenangi kompetisi Eropa lebih banyak daripada yang diraih Arsenal selama 25 tahun terakhir”.

Argumen yang menurut penulis tepat dicuit oleh @TheFergusonCode. Ketika akun @HitmanAuba mengejek Rashford dan Martial sebagai go-kart, alih-alih F1, @TheFergusonCode punya perbandingan tepat:

“Kontribusi gol musim ini:

Martial + Rashford + Greenwood: 63

Lacazette + Aubameyang + Martinelli: 47.”

Dari rangkaian kesalahan berpikir sebelumnya, Anda sudah pasti mengerti mengapa argumen ini tepat sasaran. Hanya saja, argumen ini perlu ditambah, bahwa yang namanya “kontribusi” itu juga memperhitungkan asis, dan dihitung di semua kompetisi.

Tentu, tidak ada salah dan benar dalam banter. Akan tetapi, banter memang seru, argumen-argumennya lucu, tapi jadi tak asik lagi kalau informasinya keliru.

———————————————————————————————–

Berdasarkan kamus Cambridge, “Banter” berarti percakapan yang lucu dan tidak serius. Sementara menurut Merriam-Webster, “Banter” bisa berarti bicara atau menyampaikan dengan cara yang jenaka dan menggoda.

Di sepakbola, kata “Banter” diasosiasikan dengan “adu hebat” antar pendukung. Redaksi Setanmerah.net menjadikan “Banter” sebagai segmen terbaru kami agar dunia persuporteran lebih berwarna. Biar lebih seru, kami juga menyajikan fakta yang kerap menjadi abu-abu saat banter dengan suporter lawan.