Foto: Metro

“Ole Gunnar Solskjaer butuh waktu,” begitu kata mereka yang tidak terima kalau manajer asa Norwegia tersebut mendapat tekanan seperti sekarang ini. Namun sebelum ia mendapat banyak waktu, Ole harus membeli waktu untuk dirinya sendiri.

***

Begitulah apa yang diungkapkan oleh James Ducker. Jurnalis dari media Telegraph ini berucap, sebelum Solskjaer mendapat banyak waktu dari para penggemarnya, ia harus berinisiatif sendiri dengan membeli waktunya sendiri. Caranya adalah dengan meraih kemenangan pada dua laga yang akan dimainkan saat itu yaitu melawan Tottenham Hotspur dan Manchester City.

Hasil pertandingan itu sudah kita ketahui semua. United menang 2-1 pada semua laga tersebut. Namun hasil laga tersebut langsung menguap hanya dalam tempo dua pekan berikutnya. Setan Merah kembali menjadi kesebelasan yang gemar sumbang poin bagi yang membutuhkan. Everton dan Watford menjadi kaum fakir poin yang beruntung karena United ikhlas memberikan satu dan tiga poin kepada mereka.

Dua hasil minor ini seolah mempertegas status Ole sebagai manajer yang cuma punya satu pattern taktik saja yaitu mengandalkan serangan balik. Ia kebingungan saban melawan tim yang bermain bertahan.

Sayangnya, kebingungan ini terus dilestarikan hingga pekan ke-18 ini. Hanya ada delapan persen rasio kemenangan United ketika penguasaan bola mereka lebih banyak ketimbang lawannya. 25 poin kini sudah hilang ketika mereka hanya berhadapan dengan kesebelasan menengah ke bawah macam Crystal Palace, West Ham, Bournemouth, hingga yang terbaru Watford.

“Kalau Pep Guardiola bilang dia tidak pernah melatih timnya untuk defense, dan Jose Mourinho bilang dia tidak pernah melatih timnya untuk offense, maka gua gak tahu Ole ini apa yang dilatih karena dua-duanya (offense dan defense) gak ada yang oke,” kata Pangeran Siahaan dalam episode terbaru Podcast Box to Box.

Hal ini kembali membuat nasibnya berada di ujung tanduk. Belum lagi melihat jadwal dua laga United ke depan yang harus melawan Newcastle United dan Burnley. Besar peluang Setan Merah hilang poin lagi mengingat mereka berdua adalah kesebelasan dengan gaya main yang konservatif.

Apabila dua laga tersebut semuanya diakhiri United dengan tidak meraih tiga poin, maka tidak tertutup kemungkinan United akan mempertimbangkan lagi nasib Solskjaer sebagai manajer mereka.

“Sepakbola bukan soal statistik atau seberapa sering menguasai bola. Kami paham jika kualitas yang kami miliki saat ini di bawah standar. Kami nyaris kesulitan membahayakan gawang lawan dengan bola yang kami miliki,” kata Solskjaer.

Membahas United ini memang sangat unik. Solskjaer seperti tidak ada solusi ketika timnya memiliki masalah. Apa yang ditunjukkan United di lapangan, seolah-olah tim ini tidak diberikan metode latihan yang baik. Inilah mengapa banyak yang menyebutnya sebagai manajer miskin taktik. Di sisi lain, pemain yang katanya sudah nyaman bermain bersama Ole juga kehilangan motivasi seperti ketika menghadapi tim non enam besar.

Ketika United dihadapkan dua laga melawan Spurs dan City, manajemen United (dalam hal ini Ed Woodward) nampak mulai memberikan kode-kode yang kurang enak kepada manajer pilihannya tersebut. Dalam kutipannya di majalah United We Stand, Woodward memang berharap ia tidak lagi berurusan dengan pecat memecat pelatih. Akan tetapi, ia juga mengeluarkan pernyataan kalau tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan hal itu lagi jika dirasa harus dilakukan.

“Memecat manajer bukanlah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Anda tentu berharap tidak akan melakukannya lagi. Namun saat Anda perlu melakukannya, maka Anda harus melakukannya. Namun itu tetap bukan pengalaman yang menyenangkan untuk semua pihak,” kata Woodward.

Posisi Woodward memang begitu dilematis. Di satu sisi, Solskjaer menjadi tanggung jawabnya. Jika dia kembali memecat (entah di pertengahan atau di akhir musim) si wajah bayi tersebut, maka citra dia yang sudah buruk akan menjadi lebih buruk lagi. Tidak dipecat, maka ia dilanda kekhawatiran kalau posisi United semakin terperosok mengingat papan tengah ke bawah masih menghantui mereka.

Di sisi lain, Solskjaer berusaha untuk mengembalikan kepercayaan para pendukungnya dan meyakinkan kalau ia adalah orang yang tepat untuk mengembalikan kejayaan United. Pada konferensi pers sebelum laga melawan Spurs, Solskjaer berkata kalau sederet hasil buruk itu didapat karena timnya kurang beruntung. Yang menarik, dia sedikit menyentil Jose Mourinho dengan menyebut, “Apabila sebuah kesebelasan memecat manajernya di tengah musim, maka ada yang salah dengan posisi tim tersebut.”

Selain itu, ia juga percaya diri dengan apa yang sudah dilakukannya sejauh ini. Ia mengklaim para penggemar sadar dengan apa yang ia lakukan dan tidak banyak yang menuntutnya untuk melakukan ini itu. Entah ini adalah klaim yang nyata terjadi atau upaya dirinya untuk menenangkan suasana sekaligus hatinya yang mungkin sedang deg-degan menanti dua laga berat ini.

“Bagi saya, saya bisa melanjutkan apa yang saya kerjakan dan pendukung yang saya temui bisa melihat apa yang saya kerjakan. Tidak banyak orang-orang yang saya temui datang dan mengatakan kalau saya harus melakukan sesuatu yang berbeda. Mereka semua tahu apa yang dikerjakan klub ini dari belakang layar,” tuturnya.

Solskjaer adalah orang yang optimis. Ia beberapa kali mengungkapkan kalau dia lebih senang menjadi orang yang optimis tapi salah ketimbang pesimis tapi benar terjadi. Namun hal itu kerap membuat Solskjaer sering menelan ludahnya sendiri karena optimisme yang pernah ia gaungkan ternyata tidak sesuai realita.

Oleh Ducker, Solskjaer disebut mirip dengan David Moyes jika semakin banyak bicara tanpa memberi bukti di atas lapangan. Sama seperti Solskjaer, saat itu Moyes yakin kalau dirinya bisa menangani United enam tahun, sebelum menerima kenyataan kalau kariernya hanya berlangsung 10 bulan. Jika tidak ada progres, maka Solskjaer bisa bernasib serupa dengan manajer United sebelumnya.

Hasil merupakan sesuatu yang penting. Terlepas dari komentar Solskjaer yang pernah menyebut kalau klasemen tidak penting, namun kelangsungan nasib United untuk masuk pos enam besar ditentukan dari performa mereka di liga. Sejak April 2019, United baru delapan kali menang di Premier League dengan catatan dua laga diraih pada musim lalu dan enam merupakan catatan pada musim ini. Segala kerja yang disebut Solskjaer sudah bagus tersebut tentu tidak akan dianggap bagus jika mereka sulit meraih kemenangan.

“Segalanya tidak akan diterima para penggemar. Ole, stafnya, atau orang-orang di klub, mereka semua tahu kalau apa yang mereka lakukan tidak cukup baik. Jika Ole ingin benar-benar membangun, maka dia perlu memberikan hasil sepanjang proses yang ia jalani. Anda tidak bisa selalu hilang poin di setiap laga dan finis pada posisi 10. Dia harus menunjukkan kalau timnya ada kemajuan,” kata Paul Scholes yang mengkritik mantan rekan setimnya tersebut secara halus.

“Ketika Jurgen Klopp datang di Liverpool, Anda benar-benar melihat kalau mereka sedang membangun sesuatu pada musim pertama dan musim kedua. Dengan cara itu, para penggemar mereka begitu antusias dan mulai yakin kalau mereka siap untuk menantang liga dalam satu atau dua tahun. Sayangnya, hal itu belum terlihat dari United sekarang.”

Setelah Natal, Solskjaer punya tugas yang cenderung berat yaitu mengubah pandangan para penggemar United kalau dia benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik. United akan melawan Newcastle dan Burnley, kesebelasan papan tengah yang menjadi momok mereka, serta melawan Arsenal yang akan berada pada motivasi tinggi bersama Mikel Arteta.

Dua kemenangan melawan Spurs dan Manchester City ternyata hanya bersifat sementara. Penampilan tim kembali anjlok dan inkonsisten. Hal ini membuat Solskjaer kembali dibayangi dengan aura-aura negatif terkait kelayakannya memimpin tim elite.