foto: travelbusy.com

Dalam hidup, sewajarnya tidak ada yang mengetahui kelak apa yang akan terjadi. Berada di manakah kita besok, apa yang kita lakukan bulan depan, dan menjadi apakah kita 10 tahun mendatang. Kita hanya perlu berusaha untuk menjalani hidup sebaik mungkin. Perihal menjadi apa di masa mendatang, kita juga harus bekerja keras untuk mencapainya.

Tapi tetap saja, kita tidak tahu kita akan menjadi apa di masa depan, entah itu pebisnis, atlet, atau politikus bahkan. Jika kita sudah memiliki rencana sekalipun, segalanya masih bisa berubah di tengah jalan. Ada kesempatan yang tidak terduga dan terkadang, kesempatan tersebut akan memberi hasil yang lebih baik di masa depan, jika dibarengi dengan kerja keras tentunya.

Tampaknya hal tersebut terjadi kepada Bastian Schweinsteiger. Awalnya, potensinya untuk menjadi atlet sudah terlihat dari kecil, tapi sebagai atlet ski, bukan pesepakbola seperti ia sekarang. Schweinsteiger lahir di Kolbermoor. Ia tumbuh di sebuah desa bernama Oberaudorf yang terletak 80 ke arah selatan Munchen. Di sana terdapat banyak pegunungan karena berbatasan dengan Austria. Austria sendiri terkenal dengan olahraga ski sehingga ia bermain ski ketika kecil, dan ia juga sering diajak ayahnya untuk bermain ski.

“Saya mulai bermain ski di gunung ketika saya masih berusia dua setengah tahun. Jadi kurang lebih saya tumbuh besar dengan itu,” ujar pemain 32 tahun itu.

“Karena saya tumbuh besar di dekat Austria, dengan gunung-gunung besarnya dan ayah saya sebenarnya sempat memenangkan kejuaran ski. Saya tumbuh di daerah perbatasan dengan Austria. Austria terkenal karena olahraga ski, jadi saya harus memutuskan pilihan antara ski dan sepakbola,” tambahnya.

Ketika muda, Schweinsteiger adalah pemain ski yang handal. Dia balapan secara rutin dan kerap mengalahkan teman masa kecilnya, Felix Neureuther, yang sekarang menjadi pemain ski kelas dunia dan sempat memenangkan perak pada 2013 Alpine World Ski Championships.

Tapi ia menyukai sepakbola sejak kecil juga. Salah satu yang membuat ia tertarik ke sepakbola adalah ketika ia menonton Jerman Barat menjaurai Piala Dunia 1990 di Italia, ketika Schweni berusia enam tahun.

Pertama kali ia bermain sepakbola adalah ketika ia bermain di halaman rumahnya dengan kakaknya, Tobias, yang sekarang menjadi asisten manajer dari Bayern Munchen  U-17. Ia juga suka bermain bersama ayahnya, Alfred, yang memiliki toko barang olahraga bernama Sport Schweinsteiger di desa itu.

Karir sepakbola Schweinsteiger dimulai ketika ia bergabung dengan tim muda FV Oberaudorf pada tahun 1990. Mantan pemain Bayern Munchen itu sempat pindah ke TSV 1860 Rosenheim, klub lokal di daerah tempat ia tumbuh. Tapi Schweni masih suka bermain ski kala itu.

“Baru ketika saya 14 tahun, saya harus memutuskan apakah akan menjadi pemain ski atau pesepakbola 100 persen. Jadi saya kemudian memutuskan, kira-kira, untuk terjun ke dunia yang lebih hangat!”

Dilema nya terjadi karena saat itu karena Bayern Munchen mengajaknya untuk bergabung dengan tim muda. Berlatih dengan klub sebesar Bayern tentu akan jadi langkah awal yang luar biasa untuk menajdi pesepakbola. Ia memang merasa tepat untuk menerimanya. Selain itu, Schweni juga merasa bahwa sepakbola sangat populer, dan ski tidak pernah seperti itu.

Faktor lain yang menyebabkan ia memilih sepakbola adalah olahraga ski yang tidak se-simpel sepakbola. Sepakbola hanya perlu memakai jersey, kaos kaki, pelindung kaki dan sepatu lalu datang ke lapangan untuk bermain. Sementara ski, ia perlu membawa berbagai perlengkapan yang berat.

“Saya tidak memikirkan bahwa itu berbahaya atau tidak. Di sana sangat dingin, minus 20 derajat terkadang pada pagi hari. Selalu ada pakaian serta perlengkapan yang berat untuk dibawa dan dipakai. Anda harus bangun sangat pagi, jadi kurang lebih itulah yang membuat saya mengatakan bahwa ‘Okay, saya memilih sepakbola’.”

Dari situlah ia memutuskan untuk menjadi pesepakbola, dan pilihannya tepat. Ia menjadi pesepakbola yang luar biasa. Delapan kali menjuarai Bundesliga, sekali menjuarai Liga Champions, dan yang paling diingat tentunya adalah memenangi Piala Dunia 2014.

Selain ski, Schweinsteiger juga menyukai basket. Ia adalah teman dekat dari pebasket Jerman, Steffen Hamann. Dulu ia kerap datang ke pertandingan kandang tim basket Bayern Munich untuk menonton Hamann. Ia juga senang bermain basket sesekali di waktu luangnya. Namun basket baginya memang tidak seperti ski. Basket baginya hanya sebatas untuk mengisi waktu kosong.

Menjadi pesepakbola mungkin bukan rencana awal Schweinsteiger, namun dengan segala pertimbangan, ia memutuskan untuk menjadi pesepakbola. Ia juga tekun dan memiliki tekad kuat untuk menjadi pemain profesional. Dan ia berhasil mencapainya.