Foto: Sportsnet.ca

Sulit menang dalam beberapa laga terakhir dan begitu payah dalam urusan membobol gawang lawan, merupakan beberapa persoalan pelik yang kini sedang dirasakan oleh Ole Gunnar Solskjaer bersama Manchester United. Saat ini, Setan Merah masih terjebak pada urutan ke-13 klasemen sementara. Lebih parahnya lagi, mereka hanya berjarak dua angka saja dari zona degradasi.

Hal ini yang membuat kinerja Solskjaer mulai mendapat sorotan. Aura-aura pemecatan kini mulai berhembus. Meski beberapa kali Ed Woodward membantah dan menegaskan kalau ia masih mendukung pria Norwegia tersebut, namun bukan tidak mungkin kalau surat pemecatan bisa datang lebih cepat jika keadaan tidak kunjung berubah.

Satu calon kuat pengganti Solskjaer muncul dalam sosok Massimiliano Allegri. Mantan pelatih Juventus ini sedang dalam kondisi menganggur setelah tidak lagi memperpanjang kontrak bersama La Vecchia Signora. Rumor semakin menguat ketika mantan pelatih Cagliari tersebut ketahuan sedang mengambil sesi pelajaran bahasa Inggris dan sedang gencar-gencarnya mendekati Patrice Evra. Dua insan ini dikabarkan akan bertindak sebagai pelatih-asisten jika berhasil menggusur Solskjaer dari kursi kepelatihannya di United.

Dibanding calon pelatih lainnya yang dirumorkan menjadi pengganti Solskjaer seperti Lucien Favre, Thomas Tuchel, atau Nuno Espirito Santo, maka sosok Allegri menjadi yang paling realistis untuk digaet dalam waktu dekat. Selain kondisinya yang sedang menganggur, CV dari sang pelatih sendiri memang cukup menggiurkan.

Ia meraih enam gelar Liga Italia dan empat Coppa Italia. Yang lebih sensasional adalah keberhasilan membawa kembali Juve ke final Liga Champions untuk pertama kali sejak 12 tahun lalu pada musim 2014/15. Ia kembali mengulangi pencapaian tersebut dua musim kemudian. Hanya superioritas Barcelona dan Real Madrid saja yang menggagalkan ambisi Allegri mendapat titel Liga Champions pertamanya.

Catatan ini membuat dia memiliki gelar jauh lebih banyak dari beberapa pelatih top Italia lain seperti Ancelotti, Arrigo Sacchi, Antonio Conte, Marcelo Lippi, dan Fabio Capello. Siapa yang tidak mau dilatih dengan pelatih sekaliber pria berusia 52 tahun tersebut.

Variasi Taktik dan Kemampuan Man Management yang Baik

Pertama kali Allegri datang ke Juventus, ia sama sekali tidak mendapat sambutan yang ramah dari para penggemarnya. Selain ia mantan pelatih AC Milan dan pernah menjelekkan Juventus, para Juventini khawatir kalau ia bisa membuat Juve merosot layaknya AC Milan. Namun anggapan tersebut kemudian dipatahkan melalui keberhasilannya membawa Juve berjaya dalam lima musim terakhir.

Allegri sebenarnya memiliki gaya kepelatihan yang tidak jauh berbeda dibanding Solskjaer. Ia adalah salah satu pelatih yang memiliki pendekatan reaktif alias tergantung siapa lawan yang dihadapi. Namun ia memiliki banyak pendekatan dari sisi taktik dan pemilihan formasi yang digunakan. Hal ini membuat penampilan Juve di era Allegri jauh lebih bervariasi ketimbang di era Conte.

Di era Conte, Juve kerap bermain hanya dengan formasi 3-5-2. Namun ketika Allegri menjabat, Juve diminta untuk bermain dalam beberapa variasi taktik seperti 4-4-2, 4-3-1-2, dan 4-3-3. Dengan skema ini, Juve bisa bermain jauh lebih kreatif dan bahkan bisa mencapai dua final Liga Champions.

Selain itu, ia juga dikenal memiliki man management yang baik. Di Juventus, ia sanggup membuat kondisi ruang ganti mereka cukup kondusif meski mayoritas diisi pemain bintang. Sosok pelatih dengan leadership seperti ini yang dibutuhkan United mengingat Solskjaer disebut-sebut terlalu lembut dan tidak memiliki aura yang kuat sebagai pemimpin.

“Ruang ganti kami diisi oleh pemain-pemain top dan Allegri mampu mengatasi ego mereka semua. Ketika Anda tahu caranya mengelola pemain juara, maka Anda adalah pelatih hebat. Dia begitu bagus dalam manajemen manusia yang merupakan bagian dari pekerjaannya. Dia memperlakukan pemain sebagai manusia dan bagus dalam hal taktik,” tutur Blaise Matuidi.

Jika ia benar-benar diangkat menjadi pelatih United, maka ia punya kesempatan untuk bertemu lagi dengan Paul Pogba. Gelandang asal Prancis tampil semakin mengkilap bersama Allegri sebelum ia dilepas ke MU. Bukan tidak mungkin, Pogba akan dikembalikan posisinya sebagai pemain yang bergerak di sepertiga akhir pertahanan lawan seperti yang ia lakukan di era Allegri.

Banyak yang skeptis ketika United dirumorkan oleh Allegri jika Solskjaer dipecat di tengah jalan. Salah satunya adalah anggapan kalau manajer yang berasal dari Italia kebanyakan memiliki pola pragmatis. Hal ini ditakutkan kembali terjadi setelah sebelumnya mereka merasakan hal tersebut bersama Mourinho.

Namun empat tahun lalu, Allegri pernah berujar kalau dia punya prinsip untuk selalu memainkan sepakbola yang menghibur. Karena dengan cara itulah kemenangan bisa diraih. Maka tidak jarang, ia terkadang kerap membebaskan para pemainnya untuk bermain agar tidak terlalu lama terkekang dalam taktik yang ia gunakan.

“Sepakbola itu tentang kebahagiaan dan kenikmatan semata. Tapi dalam sepakbola, kemenangan jelas menjadi sesuatu yang cukup penting untuk diraih. Untuk mendapatkan itu semua, maka saya selalu menekankan kalau tim yang saya latih harus menampilkan permainan yang cantik, penuh intensitas, dan meningkatkan beberapa aspek terutama dari segi taktik dan teknik,” tuturnya.

Kerugian Memilih Allegri

Meski United akan diuntungkan jika mereka benar-benar mau merekrut Allegri, namun ada beberapa kerugian yang bisa didapat jika pelatih kelahiran Livorno ini masuk menggantikan Solskjaer.

Musim terakhir Allegri penuh dengan prahara. Meski sanggup membawa Juve mempertahankan gelar Liga Italia, namun ia tetap tidak bisa membawa Bianconeri meraih trofi Liga Champions yang sudah diimpikan. Serangkaian kritik demi kritik harus diterima dari ketergantungan terhadap satu pemain hingga kebiasaan mengubah formasi.

Di Juve ia kerap dikritik karena terlalu bergantung kepada Cristiano Ronaldo dan Miralem Pjanic. Ketika dua pemain ini tidak bisa bermain, seketika ritme permainan Juventus menjadi hilang. Selain itu, meski dikenal memiliki variasi formasi yang mumpuni, namun hal itu dianggap bisa membingungkan para pemain yang bermain untuk menunjukkan penampilan terbaiknya.

Bersama Mourinho, United kerap mengalami masalah ini. Dalam satu pekan ke pekan lain, ia bisa memainkan formasi yang berbeda. Dari yang sebelumnya menggunakan empat pemain belakang menjadi tiga pemain belakang dalam pertandingan selanjutnya. Hal ini yang membuat pemain United kebingungan yang berdampak pada pemecatan Mourinho Desember lalu.

Masalah ini bahkan kembali terlihat ketika Solskjaer sudah menangani tim secara permanen. Pogba yang musim lalu tampil memukau ketika bermain sebagai pengatur serangan, kini kontribusinya belum terlalu terlihat karena dimainkan lebih ke dalam oleh Solskjaer. Begitu pula dengan duet Rashford dan Martial di lini depan yang terkesan dipaksakan menjadi ujung tombak.

***

Hari-hari Solskjaer mulai tidak tenang. Sama seperti ketika LVG masih menangani tim, saat ini Ole juga berada dalam posisi yang tidak enak karena kebetulan ada seorang manajer dengan CV mumpuni yang sedang menganggur.

Laga melawan Liverpool kemarin mungkin menjadi pemberi nafas segar karena United mampu bermain penuh determinasi meski akhirnya hanya mendapat hasil imbang. Namun ujian akan selalu datang bagi Solskjaer mengingat musim ini baru berjalan sepertiga awal saja. Masih banyak laga-laga yang harus ia mainkan. Laga-laga ini yang kemudian menjadi kunci apakah pintu pemecatan semakin terbuka atau semakin menyempit. Meski terus dilindungi oleh manajemen, namun tidak ada jaminan dirinya bakal aman 100 persen mengingat di kompetisi domestik saja, United sudah siap menyambut zona merah.