Foto: Twitter.com/ManUtd

Kembalinya Anthony Martial dalam skuad Manchester United memang patut disyukuri. Entah apa jadinya jika Jose Mourinho benar-benar melepasnya pada musim panas 2018 lalu.

***

Laga Manchester United melawan Norwich City pada akhir Oktober lalu menjadi momen yang tepat untuk menyambut kembalinya Anthony Martial. Penggawa asal Prancis tersebut mencetak gol ketiga dalam kemenangan Setan Merah 3-1 melawan The Canaries.

Sempat terhenti sejenak ketika dikalahkan Bournemouth, performa apiknya terus berlanjut ketika United mengalahkan Partizan 3-0. Ia mencetak satu gol dengan melewati beberapa pemain belakang sebelum mengecoh penjaga gawang Stojkovic. Pada pertandingan melawan Brighton, Martial memang tidak mencetak gol, akan tetapi ia tetap mendapat pujian karena memberikan dua asis kepada Andreas Pereira dan Marcus Rashford.

Setelah itu, Martial menambah dua gol lagi. Masing-masing ke gawang Manchester City dan yang terbaru ia membuat gol ke gawang Colchester United sekaligus membawa Setan Merah melaju ke semifinal.

Musim ini, Martial nampak nyaman sebagai pemain Manchester United. Meski baru mencetak tujuh gol, namun kontribusinya bagi United nampak cukup krusial. Sudah tujuh gol (empat gol dan tiga asis) yang ia buat hanya dari 11 penampilannya di Premier League. Kapasitasnya sebagai bomber yang efektif masih tetap terjaga. Duetnya bersama Marcus Rashford, yang juga tampil apik musim ini, terkadang membuat klub ini lupa kalau mereka masih membutuhkan tambahan satu striker lagi.

Satu hal yang membuat Martial nampak nyaman bermain saat ini adalah karena dia telah mendapatkan segalanya. Menurut jurnalis Manchester Evening News, Samuel Luckhurst, mantan pemain AS Monaco ini mendapatkan banyak keuntungan yang tidak ia dapatkan ketika tim masih dipimpin oleh Jose Mourinho.

Satu yang terlihat mencolok adalah pergantian nomor punggung. Terkesan tidak logis, namun bagi Martial nomor sembilan adalah angka yang bisa memberikan dia kepercayaan diri tambahan. Musim terbaiknya hadir ketika mengenakan nomor punggung tersebut. Entah ada hubungannya atau tidak, namun ketika ia berganti menjadi nomor 11 penampilannya anjlok secara perlahan.

“Bahkan sejak saya kecil, saya sudah bermain dengan nomor sembilan di punggung saya. Itulah nomor favorit saya. Sekarang saya kembali bermain di posisi yang saya inginkan yaitu striker, tempat di mana saya akan menunjukkan penampilan terbaik. Ketika Anda bermain sebagai striker, tugasmu hanya mencetak gol sebanyak mungkin,” ujarnya setelah mendapatkan nomor lamanya tersebut.

Pelatih yang Baik

Belum lupa dari ingatan ketika musim panas lalu Martial terlibat konflik dengan Jose Mourinho. Saat itu, Mourinho kecewa karena Martial lebih memilih untuk menemani pacarnya yang baru melahirkan anak pertamanya ketimbang kembali cepat bersama skuat untuk melakukan sesi pra-musim.

Saat itu, Mourinho bahkan sudah siap menjual Martial dengan Tottenham Hotspur menjadi peminat utamanya. Bahkan agennya, Philippe Lamboley, ikut memperkeruh suasana dengan mengatakan kalau kliennya tersebut benar-benar ingin pindah ke tempat lain.

Namun Mourinho saat itu berada dalam situasi yang tidak kondusif karena keluarga Glazer begitu menyukai Martial. Bahkan salah satu anggota keluarganya menyebut kalau Martial adalah “Pele” di Manchester United. Luckhurst juga menambahkan kalau Woodward sebenarnya takut untuk bernegosiasi dengan Daniel Levy yang sudah bertanya tentang Martial dan Juan Mata.

Sumber dalam United berkata kepada MEN kalau Woodward sebenarnya mau-mau saja bernegosiasi dengan Levy. Namun saat itu, Woodward panik dengan panggilan telepon dari chairman Spurs tersebut. Bisa jadi karena pemain yang diincar adalah Martial. Sosok yang dilindungi oleh klub. Keadaan semakin panas ketika Martial melancarkan serangan kepada Mourinho dengan menyebut kalau keluarga adalah prioritas utama.

Pada akhirnya, Mourinho yang harus kalah dengan dipecatnya dia pada pertengahan Desember 2018. Yang menarik, Martial justru mendapatkan musim terbaiknya ketika ia rutin mencetak gol dan beberapa kali didapuk menjadi pemain terbaik klub dalam beberapa bulan sebelum Mourinho dipecat.

Namun Martial saat itu terkekang oleh perintah Mourinho yang beberapa kali memintanya untuk ikut membantu pertahanan. Ia tidak bisa melakukan itu karena ia hanya ingin bermain menyerang. Penggawa berusia 24 tahun ini nampak bukan seseorang yang mau dipaksa melakukan sesuatu jika hal itu tidak sesuai keinginannya.

Beruntung ia kini mendapatkan mentor dalam diri Ole Gunnar Solskjaer. Pria Norwegia ini akan selalu menunjukkan sisi ramahnya kepada semua orang dan menegaskan kalau dia adalah sosok penyayang. Ia pun memberikan kebebasan kepada Martial di atas lapangan dan tidak terlalu dibebankan untuk tampil bertahan. Hal ini juga tidak lepas dari pertukaran posisinya dengan Rashford yang kini bertindak sebagai winger.

Meski begitu, Solskjaer juga beberapa kali kerap memarahi Martial terutama ketika ia abai dengan tanggung jawabnya selain mencetak gol. Ia bahkan pernah memarahi si pemain ketika video malas-malasannya saat pemanasan viral pada akhir musim lalu. Namun setelah itu, Solskjaer kembali merangkul Martial agar suasana hatinya kembali nyaman.

Inilah yang membuat Martial kemudian bisa menunjukkan penampilannya di atas lapangan. Mood yang baik adalah amunisi yang dibutuhkan oleh Martial. Ketika suasana hatinya sedang bagus, ditandai dengan senyumnya yang khas, maka gol demi gol bisa ia kreasikan. Tinggal bagaimana Solskjaer bisa mengatur timnya untuk kondusif agar suasana hati Martial bisa terjaga.

Satu masalah Martial yang harus segera dicari solusinya adalah soal konsistensi. Dalam satu pertandingan, ia bisa tampil sangat hebat, namun pekan berikutnya ia bisa menghilang tanpa kontribusi sama sekali. Setelah menyumbang dua asis melawan Brighton, Martial lenyap di kandang Sheffield dan ketika United ditahan Aston Villa. Setelah mencetak gol ke gawang City, ia menghilang ketika United ditahan Everton.

Tidak konsistennya Martial tentu harus dicari jalan keluar jika si pemain ingin dianggap sebagai salah satu striker kelas dunia. Masalah ini yang membuat Didier Deschamps sempat enggan memanggil Martial ke tim nasional.